Yî Sìp Bpàet

2.4K 170 3
                                    

"Egois bukanlah sifat yang harus dibanggakan."

Adyestha Ferdiansyah Phiterz

- - -

Pintu utama rumah Sheilin terbuka. Memperlihatkan seorang wanita ayu yang menyapanya dengan ramah.

"Eh, Adi. Ada apa? Mari, masuk."

Adyestha, Calvin, dan juga Nanda menyalami Tante Sintha, pemilik rumah.

"Sheilinnya ada, Tante?"

"Sheilin lagi ke supermarket." bahu Adyestha sedikit menurun. Kecewa untuk kesekian kalinya, karena harapannya bertemu Sheilin kembali tak terwujud. "Mm, udah dari tadi sih, paling sebentar lagi pulang. Nunggunya di dalem aja, yuk, di luar hujan."

Adyestha menyetujui perintah Tante Sintha. Langkah pertamanya setelah melewati pintu utama rumah bercat coklat muda itu terhenti, saat deru mesin mobil yang kurang beraturan masuk ke dalam carport kediaman Darrel.

Keempat pasang mata menoleh kompak ke arah pintu mobil yang baru saja terbuka. Sheilin yang mengenakan kaos putih bergambar treble clef* dan jogger hitam, terlihat terburu-buru keluar dari mobil milik Fredrick. Adyestha dapat melihat Fredrick yang turut keluar dari mobil berwarna merah itu, membawa kantong kertas berwarna coklat yang —sepertinya— terlupakan oleh Sheilin.

Mata Sheilin melebar ketika melihat keberadaan Adyestha, Calvin, serta Nanda di rumahnya. Langkah terburunya pun kini memelan.

Adyestha tersenyum hingga menimbulkan lubang di pipi kirinya terlihat. Menyambut kedatangan Sheilin dengan kelegaan, walau sebelumnya ia terheran dengan kehadiran Fredrick yang mengantar Sheilin pulang dengan pakaian —yang Adyestha yakini— milik laki-laki bertubuh kurus itu.

"Ngapain lo di sini?" pertanyaan dengan nada marah dari Sheilin itu menyambut indera pendengarannya. Tak heran jika begini.

"Aku mau ngomong sama kamu." Adyestha melangkah, mendekati Sheilin yang menghentikan langkahnya di area carport bertutupkan kanopi.

"Apa lagi sih yang perlu diomongin?" mata Sheilin beralih sesaat kepada Nanda. "Jadi dia, perempuan yang sama lo tadi? Lo bener-bener ya, Tha!"

Adyestha mengernyit. "Tadi?"

"Gue liat lo lewat jalan depan komplek gue satu jam yang lalu ... sama perempuan."

"Lo salah paham. Ini mau gue jelasin dulu."

"Gak perlu."

Langkah Sheilin berlanjut, melewati tubuh Adyestha dengan sedikit menyenggol bahunya.  Adyestha dapat melihat kekalutan di mata coklat Sheilin. Tante Sintha turut mengejar putrinya.

"Sheilin. Gue minta maaf!"

Ucapan lantang dari bibir Nanda kembali menghentikan langkah Sheilin. "Maaf karena gue merusak hubungan lo sama Adyestha. Gue suka sama Adyestha, makanya gue mencoba merusak hubungan kalian berdua. Maaf ... sekali lagi gue minta maaf." suara Nanda memelan.

Sheilin membalikkan tubuhnya. Matanya sedikit melunak, namun, kekacauan itu masih ada.

"Maaf, gue pernah bikin surat atas nama lo untuk Adyestha. Maaf, gue udah mencium pipi Adyestha di tempat umum. Maaf, gue udah nyuruh paparazi untuk memotret foto yang menimbulkan salah paham. Maaf, gue udah meluk Adyestha di landasan paralayang kemarin. Maaf ...." Nanda melangkahkan kakinya mendekati Sheilin. Memegang kedua tangan Sheilin, lalu berlutut.

Astaga!

Perbuatannya itu sukses membuat semua orang di sini terkejut.

"Kak ...,"

Your Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang