Yî Sîp Jèt

2.4K 151 2
                                    

"Jangan mengucapkan kata maaf jika kamu mengulanginya lagi."

Sheilin Elycia Darrel

- - -

Sheilin menatap tajam mata boneka beruang putih-pink super besar yang berada di sudut kasurnya.

"Koka, Tuan lo kok jahat banget sih!" Adunya dengan air mata yang terus mengalir. "Padahal kan, kemaren di atas sana gue lagi takut. Bukannya nenangin gue, Tuan lo malah pelukan sama cabe-cabean Nanda." Berulang kali Sheilin memukul boneka tak bersalah itu.

"Kasih tau Tuan lo, Ka. Jangan deket-deket sama Kak Nanda. Gue cemburu."

Sheilin menyandarkan tubuhnya ke tubuh besar Korilakkuma tersebut. "Koka, masa kemaren gue denger suara piano di paralayang. Aneh banget kan?" tanya Sheilin, seperti orang bodoh. "Gue curiga deh, ada hantu paralayang yang ngikut gue sama instruktur paralayang terbang."

Hih. Tubuh Sheilin jadi merinding.

Jari rampingnya ia gunakan untuk menghapus sisa-sisa air mata di wajah. Lalu, membangunkan tubuhnya.

"Lo gak boleh sedih lagi, Shei! Ayo, senyum!" lengkung lebar nan palsu di wajahnya tercetak jelas.

Sheilin kembali cemberut kala netranya tak melihat simpanan stroberi di dalam lemari pendingin.

Supermarket di depan kompleknya, sepertinya pilihan yang bagus.

* * *

"Adi," panggil Agnes, Bunda Adyestha, dari balik pintu kamar Adyestha. "Ada yang nyariin kamu di bawah. Perempuan."

Adyestha yang sedang galau di atas kasur pun langsung beranjak.

"Siapa, Bun?" tanya Adyestha cepat, sembari membuka pintu. Berharap itu Sheilin.

"Bunda gak pernah liat sebelumnya." bahu Adyestha merosot saat mendengar jawaban bundanya. Tak ayal, ia tetap berjalan menuju lantai bawah dengan diikuti bundanya.

"Adi, tunggu."

Adyestha menghentikan langkahnya, menunggu bunda mamangkas jarak terhadapnya.

"Jangan aneh-aneh sama perempuan di luar itu. Bunda mau kamu jadi laki-laki yang setia. Jangan mendua."

"Iya, Bun."

Adyestha mengerutkan keningnya ketika melihat perempuan dengan wajah sendu sedang berdiri di depan pintu utama rumahnya.

"Ngapain ke sini?"

"Gue mau ngomong sama lo, Tha."

"Lima menit. Buru."

Perempuan itu terlihat gelagapan mendengar waktu yang diberikan Adyestha.

Adyestha menyandarkan bahunya ke daun pintu. Melipat kedua tangannya di depan dada dan memandang datar perempuan bernama Nanda itu.

"Gue mau minta maaf." Nanda menundukkan kepalanya. "Selama ini gue sayang sama lo."

Adyestha menyipitkan matanya. Tanda tidak sepenuhnya percaya dengan penuturan kakak kelasnya tersebut.

"Lo boleh percaya gue atau enggak. Tapi jujur ... Gue gak pernah cinta sama Calvin, Tha."

"Ketika gue berusaha mencintai dia, hati dan otak gue selalu ke lo lagi dan lo terus. Selama ini gue dekat sama dia cuma untuk bisa ketemu lo, dekat dengan lo, dan mungkin akan jadi milik lo. Berulang kali gue nyakitin dia dan berulang kali juga dia berkorban.  Gue gak bisa jalanin cinta yang begitu. Gue gak mau semakin nyakitin Calvin. Dia pantas mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik dari gue dan bisa mencintainya balik."

Your Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang