Maret 2017
"Tunggu!" teriakku pada gadis yang selalu berjalan dengan cepat itu. Dia bukan hanya sekedar teman yang datang dan pergi sesuka hati, tetapi dia adalah sahabatku sejak kelas 1 SMP.
Aku tidak menyangka akan mempunyai sahabat seperti dia. Seorang sahabat yang dikirimkan Tuhan untuk mewarnai hari-hariku. Bagiku, terlalu biasa untuk menyebutnya sebagai manusia karena dia terlalu tangguh. Mungkin dia masih memiliki hubungan darah dengan bidadari.
Ia menoleh dan tersenyum menunjukkan lesung pipitnya. Sebuah senyum yang selalu tulus untuk semua orang, tanpa kebohongan. Entah mengapa masih ada saja orang-orang yang tidak menyukai kebaikannya. Langkahnya yang pasti dengan badan yang sigap membuat siapa saja tahu bahwa dia memang tangguh. Rambut hitam sepunggung itu terlihat sangat pas ditubuhnya yang tinggi.
Jalanan tampak sepi pagi ini. Namun riuh burung kenari masih terdengar sangat ramai. Udara pagi ini bersahabat dengan tubuhnya yang alergi dengan dingin. Sesekali ia menyingkirkan batu-batu yang berada di tengah jalan. Mungkin di dalam pikirannya, ia tidak ingin ada seorang anak kecil yang jatuh hanya karena batu-batu itu. Dia terlalu suka dengan anak-anak dan begitu sayang dengan orang-orang tua.
Oh iya, perkenalkan, namaku Yulinda Sarah, panggil saja Linda. Sedangkan sahabat yang aku ceritakan sedari tadi bernama Kelly Ana, mereka biasa memanggilnya Lian. Karena pertemanan kami bisa dibilang sudah cukup lama, jadi dimana ada aku, disitu ada Lian.
"Masih sanggup berjalankah?" pengemudi mobil Ferrary itu berbicara pada kami.
Ini dia satu lagi sahabatku, namanya Rafa. Kami bertiga kemana-mana bersama. Orang tua kami juga sudah tahu dengan persahabatan kami. Diantara kami bertiga, Rafa yang paling berduit, tetapi dia tidak punya hati sombong sedikitpun. Percaya deh sama omongan Lian, karena aku sudah mengenal dia sejak SD malah. Hanya saja menjadi teman akrab sejak SMP. Itupun karena waktu itu aku satu bangku dengannya.
Pada akhirnya aku dan Lian menaiki mobil Rafa. Anehnya, setiap kali kami datang, murid-murid di sekolah menunjukkan berbagai macam ekspresi. Ada yang terlihat kagum, iri, bahkan mengancam. Padahal, yang membawa mobil ke sekolah tidak hanya Rafa, tapi banyak. Banyak. Salah satunya si ketua Osis yang suka berganti-ganti mobil untuk menunjukkan kekayaannya.
Tidak dapat dipungkiri lagi. Ketua Osis yang kata orang-orang awam itu "keren" sudah menunggu di depan kelas sekedar untuk menyapa Lian. Sudah berulangkali aku dan Rafa bilang ke Lian untuk tidak usah memperdulikan kelakuan Andi. Dengan segala kebaikan hati yang dimiliki Lian, Andi selalu mendapat balasan ucapan "selamat pagi" dan senyuman.
Andi tidak pernah tahu betapa terganggunya Lian dengan sikapnya. Sehingga setiap saat ia bisa mendapat ancaman dari penggemar terberatnya yang bernama Elly. Siswi yang menjadi maskot SMA kami selama 2 tahun berturut-turut, dan dia satu kelas dengan kami.
Tidak perlulah kalian tanya siapa siswa yang menjadi maskot SMA kami, karena aku malas mengucapnya. Baiklah, akan aku beritahu nanti.
Pagi ini Andi membawakan cup cake mahal untuk Lian. Tapi lihat, di bangku depan itu, Elly menatap sinis Lian. Tidak usah khawatir, Elly. Setelah Andi pergi, apapun pemberian Andi, akan Lian berikan padamu! Kamu puas? Andi tidak pernah menjadi kriteria yang dicari Lian selama hidupnya. Lian hanya menghormatinya sebagai ketua Osis, tidak lebih.
"Baiklah teman-teman. Selama 3 hari ke depan kita akan mempersiapkan segala sesuatu untuk festival tahunan. Seperti yang kalian ketahui, pelajaran akan diliburkan sampai festival libur. Bagi kalian yang ikut dalam acara inti, sekarang bisa langsung pergi ke aula. Karena akan ada pengarahan dari ketua Osis. Yang lain, kita mempersiapkan barang-barang yang di butuhkan untuk stand kita." Ucap Lian dengan tegas dari depan kelas.
Semuanya mengangguk paham. Beberapa anak pergi menuju aula, tak terkecuali Elly dan Rafa yang akan menjadi host dalam acara tersebut.
Kali ini Lian menunjuk salah satu anak untuk menjadi ketua koordinator. Kami melakukan rapat tertutup selama satu jam. Semua pendapat-pendapat yang ada ditampung oleh Lian. Hingga pada akhirnya, ketua koordinator, bendahara kelas, dan Lian memutuskan untuk memilih tema Photo Box.
Mereka berpikir tidak perlu sulit yang penting menarik dan jarang digunakan. Alasan mereka memilih photo box, pertama pengunjung yang datang tentulah didominasi anak remaja. Kedua, mereka butuh moment untuk diabadikan. Karena apa? Setiap tahun, pengunjung hanya diperbolehkan membawa dompet untuk menikmati festival. Sekolah kami ingin mereka benar-benar menikmati persembahan dari sekolah, tanpa ada gangguan gadget dan semacamnya. Kami harus memanfaatkan hal itu. Ketiga, mereka akan mencari sesuatu yang murah tapi bagus. Tepat sekali, tema ini begitu cocok untuk kelas 2A yang diketuai oleh Lian.
Setengah jam kemudian, semua ketua kelas berkumpul di aula. Tema yang mereka pilih akan menjadi pertimbangan oleh pihak Osis. Karena acara festival ini merupakan acara tahunan Osis.
"Kelas 1G sebutkan tema kalian!" ujar Andi yang terlihat sedikit berwibawa ketika sedang rapat.
"Makanan tradisional, Kak." Jawab mereka
"Next, kelas 2A, sebutkan, oh, tidak-tidak. Selanjutnya kelas 2B. Sebutkan tema kalian!" begitulah Andi. Dia akan setuju dengan semua yang menjadi keputusan Lian. Lian hanya tersenyum. Sebenarnya dia tahu bahwa Andi akan melakukan hal itu. Dia akan menyutujui apapun tema dari kelasnya, karena ada dia.
Hal-hal seperti itu yang membuat Lian dibenci oleh siswa disini. Meskipun banyak juga yang menyukai Lian. Terutama anak di kelas yang benar-benar tahu seperti apa sifat Lian sesungguhnya. Kecuali Elly yang tidak suka dengan Lian karena Andi mendekatinya, bukan karena sifat Lian. Namun di luaran sana banyak yang meneror Lian dengan menaruh hal-hal aneh di loker Lian. Tetapi Lian tidak menghiraukan itu. Dia berpikir bahwa sebenarnya mereka ingin berteman dengannya untuk tahu lebih jauh bagaimana sifat Lian sebenarnya, hanya saja cara mereka salah.
Siang ini taman terlihat begitu asri. Aku, Lian, dan Rafa makan siang seperti seperti biasa. Kami selalu membawa makanan sendiri dari rumah. Awalnya disini tidak ada meja kursi, sebelum Andi yang menaruhnya. Berkat ia, kini kami tidak usah duduk di rerumputan.
Satu, dua, tiga!
"Lian, aku membawa sosis bakar." Siapa lagi yang berteriak sambil berlari tidak jelas kalau bukan Andi? Ia memang sering ikut nimbrung ketika kami makan siang. Terkecuali ada rapat organisasinya.
To be continued ... Wait the next update ...
