Chapter 12

29 4 0
                                    

Sayup-sayup terdengar suara kapal nelayan di kejauhan. Aroma tanah tercium kuat sisa hujan semalam. Ayam jantan Pak Hamid berkokok indah nan lantang, memaksaku membuka mata yang hanya sempat tertidur 2 jam. Tugas dari kampus serta tempatku mengajar benar-benar menguras tenagaku. Akan tetapi, beginilah aku hidup.. Kurasa tak seharusnya aku mengeluh akan hal ini.

Aku buka mata yang masih sembab karena hujan di pipi semalam. Aku terawang langit-langit kamar kosku. Putih. Tak ada warna selain putih. Aku perhatikan lebih dalam. Lamat dan perlahan kupastikan kejelasan pandangan mataku. Ternyata aku salah. Ada warna lain disana. Itu bukan hanya satu warna. Ya, titik-titik warna menempel di sana-sini.

Aku tarik napas perlahan. Aku nikmati tiap hirup yang disajikaan tanpa pamrih oleh Tuhan. Langit-langit itu adalah aku.

"Bu Linda, hari ini Pak Dokter bawa hewan apa, ya?"

"Ibu juga kurang tahu. Kita tunggu saja beliau. Sebentar lagi pasti datang." Ujarku sambil mencubit pipi Chiko si tampan itu. Ah, andai aku seusianya, mungkin aku naksir dia karena ketampanannya. Jujur, si kembar itu memang cantik dan tampan. Maklumlah perpaduan London dan Indonesia.

Tak begitu lama datanglah sebuah mobil mewah berwarna hitam. Setelah diparkir di halaman sekolah, pemiliknya keluar dari mobil. Tubuh tinggi yang dibalut dengan jas putih itu berjalan dengan kharismanya sambil tersenyum. Murid-muridku berteriak kegirangan.

Dokter Alul, mereka memanggilnya. Dia seorang dokter hewan yang sedang mengerjakan penelitiannya di dekat sini. Setiap hari selasa ia mampir di tempatku mengajar. Pertemuanku dan dia yang tak disengaja membuatnya ingin berteman dekat dengan anak-anak kecil ini.

Cerita berawal di suatu pagi yang cerah. Pada waktu itu aku sedang membeli bahan untuk membuat kue. Ketika hendak menyeberang jalan, ada seekor kucing menghampiriku. Kucing yang cantik, pikirku. Ia megusap-usapkan kepalanya di sepatuku. Kurasa dia membutuhkan sesuatu. Aku berjongkok, mencoba menggendongnya. Hap! Dalam sekejap ia sudah berada di pelukanku. Aku tanyai dia seolah-olah aku berbicara dengan manusia. Beberapa orang memperhatikan tingkahku. Tetapi, begitulah aku. Aku memang suka berbicara dengan binatang walaupun mereka tak akan menjawab pertanyaanku. Perbedaan bahasa kami sangat jauh. Setidaknya mereka akan diam saja ketika aku berbicara tak jelas-tanpa arah. Toh, andai menjawab, aku tak tahu apa yang ia maksud.

"Dia rindu tuan putrinya." Sebuah suara mengagetkanku yang sedang asik berbincang dengan si hitam itu.

Ternyata kucing itu milik Dokter Alul yang hilang sejak kemarin. Ia mencari kucing itu kemana-mana. Alhasil, dia menemukannya bersamaku. Di leher kucing itu terdapat sebuah kalung bertuliskan "Muti".

"Maksudnya?"

"Ya, dia kehilangan tuan putrinya kemarin. Mungkin dia menemukan sosok tuan putri baru pada dirimu."

"Tuan putri? Sebenarnya dia milik siapa?" tanyaku. Aku benar-benar tidak paham dengan apa yang dia maksud.

"Perkenalkan, namaku Afalul. Kucing itu milik adikku, Nilam. Dia meninggal kemarin. Mungkin kucing ini mengalami shock atas kejadian itu karena hubungan mereka sudah sangat dekat dan begitu lama." Penjelasannya membuatku tertegun. Astaga, jadi ini milik adiknya yang meninggal kemarin? Mereka berdua benar-benar kasihan. Mungkin ada sesuatu yang harus aku lakukan.

Semenjak itu aku kenal Dokter Alul. Ia memintaku untuk menenangkan kucing itu sejenak. Beruntunglah kucing itu menemukanku. Andai ia tak menemukan sosok lain, kemungkinan besar ia akan mati karena shock itu tadi, begitu penjelasannya. Dokter Alul meminta dengan sopan padaku untuk membantunya mengembalikan semangat hidup Muti. Aku pun menyetujui permintaannya. Mungkin memang itu yang harus aku lakukan untuk membantu mereka.

39 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang