Chapter 11

29 2 0
                                    

02 Mei 2019

Mimpi ...

Sebuah kata yang tak berwujud dan selalu ditemani sang waktu. Mimpi, sebuah harapan yang terkadang akan menjadi bualan belaka. Sebuah alasan yang dapat menjadikan cinta itu nyata. Dan cinta terkadang tak memandang dimana mimpi itu berada. Bahkan, cinta yang dapat merubah mimpi itu menjadi neraka.

Aku dapat tersenyum dengan cinta. Aku dapat menangis dengan cinta. Aku pun dapat berjuang dengan mimpi. Aku dapat menikmati cinta tanpa hadirnya cinta itu sendiri. Bagiku, cinta yang hanya berbentuk sebuah imaji akan terasa lebih menyenangkan, karena itu aku bersembunyi dari nyatanya cinta yang berulangkali menyakitkan. Lalu aku alirkan cinta melewati lorong gelap agar dapat melihat jatuh bangunku mengejar mimpi.

Ketika airmata saja tak cukup mewakili, geming doa akan aku lantunkan. Ketika Tuhan jatuh cinta, aku tak lagi merasakan sakit yang luar biasa. Karena sejatinya berharap kepada manusia hanya akan menyiksa relung jiwa. Dan aku akan membuat cinta, mimpi, serta diriku menuju senyum Tuhanku.

Banyuwangi, 01 Mei 2019

"Adik-adik, ayo cepat berkumpul! Upacara akan segera dimulai." Ujarku pada anak-anak TK itu.

Mereka berlarian dengan langkah yang ringan tanpa memikirkan bagaimana masa depannya kelak. Langkah itu membawa hati yang bersih; belum tersayat oleh tajamnya cinta. Senyum mereka manis dan penuh keikhlasan yang suatu saat akan tergantikan senyum manis menutupi seribu luka.

Seragam berwarna putih hijau itu berbaris rapi di lapangan bersama dengan sekolah yang lainnya. Pagi ini mereka terlihat penuh semangat. Begitu pula orang tua mereka yang tersenyum melihat anak-anaknya. Mereka mungkin mengenang masa kecilnya. Sesekali orang tuanya memberi semangat dan menyuruh anaknya senantiasa mengahadap lurus ke depan. Mataku berkaca-kaca, bibirku tersenyum, aku teringat akan sosok pahlawanku yang tenang di alam sana.

Satu, dua, tiga ...

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru

Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku

Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku

Sebagai prasasti terima kasihku

Tuk pengabdianmu

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan

Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

Engkau patriot pahlawan bangsa

Tanpa tanda jasa

Murid-muridku dengan semangat menyanyikan lagu "Hymne Guru". Tahun ini giliran TK Khadijah 167 yang bertugas sebagai tim paduan suara. Selama satu bulan aku melatih mereka untuk menghapal dan menyanyikan lagu-lagu kebangsaan. Sesuai dengan motto Ki Hajar Dewantara yang berbunyi Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, aku harus menanamkan pada pribadi murid-muridku yang masih belia dengan 'golden age'-nya ini semangat untuk memajukan pendidikan di tanah ibu pertiwi. Aku bangga atas pencapaian mereka yang sangat membanggakan. Kami juga tidak melupakan lagu Indonesia Raya sebagai lagu wajib. Mereka juga dapat menyanyikan dengan baik lagu 'Wajib Belajar' dengan lirik;

Mari kita laksanakan, wajib belajar

Putra-putri tunas bangsa harapan negara

Wajib belajar cerdaskan kehidupan bangsa

Tuk menuju masyarakat adil sejahtera

Gunakan waktumu isilah hidupmu

Tekunlah belajar giatlah bekerja

39 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang