Sang mentari muncul menyinari dunia. Kicauan burung yang merdu dan udara segar di pagi hari.
Martin bangun dari tidur yang nyenyak. Lalu ia mandi dan mengenakan pakaian bersih dan rapi. Ia turun dari lantai 2 dan menuju ruang makan. Di ruang makan terdapat ayah Martin, Ibu dan Angela sedang sarapan.
"Hai! Sarapanlah." Ucap ayah Martin.
"Nanti saja, Yah. Aku mau menemui Kathryn dulu." Ucap Martin.
"Untuk apa, Martin? Kau sudah tidak perlu menemuinya." Ucap ibu Martin.
"Apa maksudmu, Bu?" Tanya Martin, keningnya berkerut.
"Biar ku tunjukkan sesuatu padamu," Ucap Angela. Ia beranjak dari tempat duduknya. "Ikuti aku." Lanjutnya.
Martin mengikuti Angela dari belakang, menuju keluar. Kini yang dilihat Martin adalah Julian memberikan bunga kepada Kathryn. Kathryn menerima bunga tersebut, lalu bibir mereka berdua saling bertemu.
Romantis sekali, hingga hati Martin sakit seolah-olah teriris oleh pisau tajam.
"Julian! Apa yang kamu lakukan?!" Teriak Martin.
Tak ada respon dari mereka berdua.
"Julian!" Teriak Martin.
Masih tak ada respon.
"Lihatlah! Mereka ternyata saling mencintai. Julian merebut Kathryn darimu! Sahabatmu sendiri melakukan itu!," Ucap Angela.
"Kini apa yang akan kau lakukan? Meratapi kesedihanmu? Carilah perempuan lain, Martin. Perempuan yang dekat denganmu seperti aku." Lanjut Angela.
Ketika Angela memeluk Martin dari belakang, Martin terbangun dari tidurnya.
Sedaritadi Martin tertidur di kamarnya. Ia terlalu lelah, jadi ia beristirahat sejenak. Kata-kata Angela membuat ia terbawa dalam mimpi. Kini dalam pikirannya, bagaimana jika mimpi itu menjadi kenyataan?
Jam menunjukkan waktu menjelang malam. Ini waktunya ia mandi dan bersiap-siap untuk makan malam.
Ya, makan malam bersama Angela, Julian dan Kathryn.
Mungkin dahulu merupakan hal yang menyenangkan bagi Martin. Tapi sekarang, ia takut kalau mimpi yang baru saja ia alami nantinya akan menjadi kenyataan.
-Red Lips-
"Kau sudah siap?" Tanya ibu Martin.
"Ya, tentu saja." Ucap Martin sambil mengancingkan kemejanya.
Ibu Martin merapikan kemeja anaknya. "Aku ingat ketika pertama kali para sahabatmu datang ke sini untuk makan malam bersama keluarganya. Saat itu kalian masih tidak cukup umur untuk naik rollercoaster," Ucap ibu Martin sambil tertawa kecil.
Ibu Martin mendesah kecil. "Dan sekarang kalian sudah besar. Kalian pun sudah sukses." Ucapnya sambil tersenyum.
"Tapi aku belum." Ucap Martin.
"Kenapa belum?" Tanya ibu Martin.
"Masih banyak impian yang belum kucapai. Aku tidak mau hanya bersantai menikmati segelintir uang yang telah kuraih. Aku ingin terus berkarya, mencapai impianku yang tak ada habisnya. Menurutku, proses saat mencapai impian merupakan pengalaman yang terbaik dalam hidupku." Ucap Martin.
"Kalau begitu, berjuanglah dan tetap jadi dirimu sendiri." Ucap ibu Martin.
Martin tersenyum. "Makasih, Bu." Ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Lips [m.g]
FanfictionJangan terlalu percaya dengan perempuan yang datang tiba-tiba. Karena sebenarnya, ia akan membunuhmu dengan perlahan-lahan. [Martin Garrix Fanfiction]