Eight

694 39 9
                                    

Martin berada di ruang bintang tamu duduk sendirian sembari menunggu. Ia menatap dirinya lewat cermin di hadapannya. Sesekali ia berusaha untuk tersenyum, tapi gagal. Justru wajahnya kembali sedih.

Beberapa saat lagi, ia harus melewati rintangan hidup. Ia harus menjelaskan kepada semua orang bahwa ia tidak salah, bahwa ia dijebak.

Tak peduli jika orang tak suka dengannya, yang penting ia jujur.

Tak peduli jika ia dipandang sebelah mata oleh orang, yang penting ia berani menunjukkan bahwa ia tidak salah.

Karena kejujuran sangatlah penting dalam kehidupan, meskipun kenyataannya pahit. Daripada kebohongan yang awalnya nikmat, tapi lama kelamaan akan berujung pahit.

'Tok tok tok.' Suara pintu diketuk.

Asisten Martin masuk ke dalam ruang bintang tamu. "Martin, kau diminta untuk bersiap-siap." Ucapnya.

Martin mengangguk, lalu ia bangkit dari tempat duduknya dan melangkahkan kaki meninggalkan ruangan itu bersama asistennya.

Ia sampai di belakang sebuah pintu. Ia berdiam diri sembari menunggu namanya dipanggil.

"Pilihanmu sangat bijak, meskipun rasanya pahit." Ucap asisten Martin.

Martin menatap asistennya. "Bagaimanapun, aku harus melakukan ini." Ucapnya.

"Semoga beruntung." Ucap asisten Martin.

Martin tersenyum. "Terima kasih." Ucapnya.

Gemuruh tepuk tangan dibalik pintu. Lalu, seorang perempuan pembawa acara memulai acaranya.

"Kini kita akan mengundang seorang DJ berusia 20 tahun. Seorang DJ kelahiran negeri kincir angin. Seorang DJ yang terkenal karena trek Animals. Seorang DJ yang berjuang keras dengan kreativitasnya. Siapa lagi kalau bukan, Martin Garrix!"

Gemuruh tepuk tangan kembali terdengar. Martin membuka pintu di hadapannya, lalu berjalan masuk ke dalam.

Ini bukan yang pertama kalinya Martin diundang acara talkshow. Tapi kali ini, ia yakin perbincangan akan menuju gosipnya.

Martin dipersilakan duduk oleh pembawa acara. Ia berusaha untuk tetap tersenyum dan terlihat tenang. Berhasil, namun di hatinya berbanding terbalik dengan raut wajahnya.

Seperti biasa, sang pembawa acara selalu menanyakan kabar sang bintang tamu. Lalu dilanjutkan dengan obrolan-obrolan santai yang sebenarnya tidak penting untuk dibahas.

"Omong-omong, kemarin saya membaca koran harian. Ternyata ada dirimu pada halaman pertama koran tersebut. Apakah itu benar?" Ucap pembawa acara.

Tiba-tiba, muncul gambar halaman pertama koran pada layar di belakang Martin yang sedang duduk manis di sofa. Martin menolehkan kepalanya secara perlahan ke belakang, lalu kembali pada posisi semula. Martin mendesah kecil, namun tetap tersenyum.

"Ya, itu benar." Ucap Martin.

Sontak semua orang di ruangan itu terkejut. Mungkin penonton di rumah juga merasakan hal yang sama.

"Kami tak percaya kau seorang 'DJ alim' mabuk. Bagaimana--"

"Apa karena aku dijuluki 'DJ alim' aku sama sekali tak boleh mabuk? Sebaik-baiknya orang, pasti ia punya keburukannya. Begitupula sejahat-jahatnya orang, pasti punya kebaikannya." Ucap Martin.

Pembawa acara diam sejenak. Tak lama kemudian, ia membuka suara. "Itu berarti kau memang punya keinginan untuk mabuk? Padahal pertemuan kita dua tahun yang lalu, menyatakan bahwa kau tidak akan mencoba alkohol. Tapi kini kau sudah mengingkari janjimu."

Red Lips [m.g]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang