Thirteen

352 14 8
                                    

"Apa?!" Martin terkejut.

Martin menatap Kathryn dengan mata melotot dan mulutnya yang terbuka, begitupula dengan Kathryn. Seketika hati Martin yang semula retak, menjadi hancur berkeping-keping. Rasa sakit tiba-tiba menyelimuti dirinya. Dia hanya bisa diam menahan rasa yang sangat perih itu.

Selama ini dugaannya benar bahwa Julian mencintai Kathryn. Martin merasa sangat marah pada Julian karena selama ini Julian menyembunyikannya darinya.

Martin tertawa. "Ternyata dia menyukaimu. Selamat ya! Kau tidak akan jomblo, " kata Martin, lalu ia tertawa lagi.

Kathryn mengatupkan mulutnya. Ia kembali melihat surat itu. Ia tak menyangka kalau Julian selama ini menyukainya. Entah ia harus bagaimana menyikapi hal ini. Karena ia tak punya rasa pada Julian, melainkan pada Martin.

Beberapa menit kemudian mereka sampai di bawah. Mereka turun dari bianglala.

"Ayo kita temui Julian!" kata Martin.

"Untuk apa?" kata Kathryn.

"Kau harus cepat memberi dia jawaban," kata Martin.

'Aku ingin menonjok wajahnya,' kata Martin dalam hati.

"Jangan! Nanti saja, aku belum siap," kata Kathryn.

'Aku tahu kau nervous karena ditembak oleh orang yang kau suka,' kata Martin dalam hati.

"Kalau gitu sini suratnya," kata Martin.

"Buat apa?" kata Kathryn sambil memberikan surat.

"Aku ingin mengejeknya," kata Martin kemudian ia tertawa.

Kathryn hanya diam. Kemudian Martin berlari menuju panggung Julian tampil.

.

Martin sampai di backstage. Ia menunggu Julian selesai tampil untuk mempertanyakan tentang surat cinta itu. Hanya dua menit, Julian turun dari panggung sambil meminum air mineral kemasan.

Melihat Martin berdiam diri dengan raut wajah kesal, Julian menghampirinya.

"Hei! Kenapa kau di sini?" kata Julian.

Martin menatap tajam Julian. "Kenapa aku di sini? Kau pura-pura tidak tahu, ya, " kata Martin.

"Dude, apa maksudmu?" kata Julian.

Martin menoleh ke kanan dan kiri. "Sebaiknya kita jangan di sini, ikuti aku, " kata Martin, lalu ia berjalan meninggalkan backstage bersama Julian.

Tak lama kemudian, mereka sampai di tanah lapang. Letaknya di sebelah festival dan tidak ada orang di sana, jadi aman untuk berbicara dengan leluasa.

"Ada apa, Martin? Kau ada masalah?" kata Julian.

Wajah Martin merah padam. "Ternyata kau mengkhianatiku. Kau menyimpan rahasia yang sangat membuatku sakit hati, Julian, " kata Martin.

Dahi Julian berkerut. Ia sama sekali tak mengerti maksud Martin. Rahasia? Sakit hati?

"Apa maksudmu, Martin? Aku sama sekali tak mengerti, " kata Julian.

"Tak mengerti? Lalu apa ini?!" kata Martin sambil menunjukkan surat kepada Julian.

Julian mengambil surat itu dan membacanya dari awal sampai akhir.

Julian terkejut. Ia merasa tidak pernah menulis surat itu.

"Kenapa kaget begitu? Itu kan kau yang tulis!" kata Martin dengan wajah merah padamnya.

"Martin, aku sama sekali tidak menulis ini!" kata Julian.

Red Lips [m.g]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang