Ruangan putih yang bersih, sinar matahari menembus jendela membuat kesan asri pada ruangan itu. Di dalam ruangan itu ada orang yang tak sadarkan diri dengan infus di tangan kanan, memakai masker oksigen, dan tangan kirinya dibalut perban.
Sungguh mengenaskan kondisinya. Mengingat beberapa jam yang lalu, ia bersenang-senang dengan sahabat-sahabatnya, namun kemudian kesenangan itu sirna bagai diterpa badai ketika kecelakaan menimpa mereka. Memang kita tak pernah tahu kapan bencana datang kepada kita.
'Ceklek'
Suara pintu yang dibuka dari luar, terlihat dokter, perawat, dan seorang perempuan yaitu Angela masuk ke dalam ruangan Martin yang terkapar lemah di atas kasur rumah sakit.
Dokter yang rambutnya beruban itu memeriksa denyut jantung Martin dengan stetoskop. Sedangkan perawat yang di sampingnya hanya diam menemani sang dokter.
"Bagaimana kondisinya, Dok?" Tanya Angela.
"Dia baik-baik saja, kita hanya tinggal berharap semoga saja ia bangun," Ucap Dokter. "Saya permisi dulu."
"Terima kasih, Dok." Ucap Angela bersamaan dengan dokter dan perawat meninggalkan ruangan, lalu menutup pintu.
Angela mengalihkan pandangannya ke arah orang yang tangannya di perban. Ia berjalan mendekat, kemudian duduk di kursi menghadap kasur.
"Halo, Martin. Bagaimana keadaanmu?" Ucap Angela.
Tak ada respon apapun dari Martin, ia masih tak sadarkan diri.
"Malang sekali kau kecelakaan bersama dua sahabatmu itu. Kau tau? Sebenarnya aku hanya ingin kau yang kecelakaan, tapi ternyata kau bersama sahabat-sahabatmu juga." Ucap Angela.
Hening.
"Kau bingung? Jadi sebenarnya akulah dalang dari kecelakaan itu. Aku bayar seseorang untuk menabrakkan mobil ke arah mobilmu, tak ku sangka ternyata berhasil." Ucap Angela sambil mengulas senyum licik.
"Tangan kau diperban? Kau terluka ya? Maafkan aku, Martin. Lebih baik kau mati daripada terluka seperti ini." Ucapnya sambil mengelus perban di tangan Martin.
"Kau tahu? Pacarku membencimu, maka aku juga membencimu. Kau kira selama ini aku suka dan cinta padamu? Tidak, Martin. Aku cinta pada seorang pria yang akan menjadi DJ profesional dan kau akan dilupakan oleh dunia." Ucap Angela kemudian ia tertawa.
Angela bangkit dari kursi, ia berjalan mendekati pintu.
"Aku ingin ke kantin dulu, selamat menikmati infusmu." Ucap Angela lalu ia keluar dari ruangan.
Keheningan menyelimuti ruangan itu dan menunggu Martin untuk bangun.
Dalam tidurnya, Martin bermimpi. Ia berada di sebuah ruangan berwarna putih. Ia duduk di tengah ruangan itu, tangan dan kakinya terikat dengan bangku yang ia duduki. Martin berusaha bangkit, tak bisa karena ikatannya sangat kuat. Ia melihat sekitar lalu teriak minta tolong. Hanya gema yang menjawab Martin.
Tiba-tiba lantai putih di hadapannya menjadi genangan air. Dari genangan itu, muncullah Angela dengan gaun merah kehitaman dan bibir merahnya, kemudian lantai itu kembali menjadi bentuk semula.
"Angela? Tolong aku." Lirih Martin.
Angela hanya menatap Martin. Ia memiringkan kepalanya, lalu tertawa seperti seorang psikopat. Tak lama kemudian, ia berubah menjadi seorang pria berjas dan memakai helm emotikon smile yang menutupi seluruh kepalanya.
"Si-siapa kau?!" Ucap Martin.
"Aku?," Pria itu tertawa. "Aku adalah mimpi burukmu." Ucapnya, lalu pria itu berjalan mengitari Martin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Lips [m.g]
FanfictionJangan terlalu percaya dengan perempuan yang datang tiba-tiba. Karena sebenarnya, ia akan membunuhmu dengan perlahan-lahan. [Martin Garrix Fanfiction]