Acara makan malam selesai, keluarga Max juga sudah pulang. Carol dan nenek Haney sudah masuk ke dalam kamar untuk beristirahat, begitu pula Alexi.
Masih jelas dalam ingatan Alexi tatapan tidak suka dari mata Max yang di tunjukan padanya. Alexi tidak tahu apa salahnya sehingga Max seakan sedang menghakiminya. Padahal dirinya tidak sedang menatap Nasya, tapi sepertinya Max selalu mengawasinya.
"Ada apa denganmu?" tanya Franz penasaran karena sejak makan malam tadi Alexi kelihatan gelisah.
"Aku tidak apa-apa," jawab Alexi. Ia tak mau membuat semua menjadi salah paham, biarlah ia mencari tahu semuanya sendiri.
Franz menarik Alexi lebih dekat dengannya kemudian memeluknya, "kita akan saling mengenal jika kau selalu terbuka denganku," bisik Franz mencium pucuk kepala Alexi.
Alexi terdiam sejenak, haruskah ia menceritakan ketidaksukaan Max padanya tanpa alasan yang jelas. Tapi belum tentu Max tidak suka padanya, bisa jadi hanya perasaannya saja.
"Hei, malah melamun," tegur Franz menangkup wajah Alexi dengan kedua tangannya, "ada sesuatu yang menganggumu?"
Alexi melepas tangan Franz lalu kembali bersandar pada dada Franz. Berpikir sejenak lalu ia teringat malam itu, saat pertama kali bertemu dengan Franz.
"Franz...."
"Hm,"
"Kenapa malam itu kau mabuk?" Akhirnya Alexi mengungkapkan rasa penasarannya.
"Kapan? aku tidak pernah mabuk, ibu bisa menghukumku."
Alexi menegakkan punggungnya bersender pada kepala ranjang. Jika ingin saling mengenal maka harus terbuka, mungkin inilah saatnya. Tapi kenapa Franz pura-pura lupa?
"Malam itu, saat setelah pesta Rocky," jelas Alexi. Malam itulah pertama kalinya ia melihat Franz dan membawa pria itu ke apartemen.
"Aku tidak tahu kau teman Rocky," sahut Franz menatap Alexi. Mata Alexi mengingatkan Franz akan gadis itu, "kau ada di pesta itu juga."
"Anne mengajakku, jadi sebagai teman yang baik aku setuju saja, setelah pesta usai dia langsung pulang dan saat aku akan pulang, salah satu pelayan menarik diriku padamu yang terkapar, kau mengenaskan sekali," ejek Alexi. Malam itulah Alexi melihat Franz menangis sebelum pria itu tidur, karena kasihan Alexi akhirnya menemani Franz, tapi justru ia yang dibuat tak bisa tidur hingga hampir pagi.
"Oh malam itu, itu adalah kebodohanku untuk yang sekian kali," kilah Franz serata menerawang.
"Jadi bertemu denganku adalah suatu kebodohan," ucap Alexi tak bisa menutupi rasa terkejutnya.
"Bukan bagian saat aku bertemu denganmu, tapi bagian saat aku mabuk dan ya seperti yang kau bilang aku sangat mengenaskan," kekeh Franz, "malam itu aku tak menyakitimu kan? Asal kau tahu aku jika tengah mabuk bisa berbuat sesukaku," lanjut Franz.
"Sebenarnya hampir saja, tapi aku langsung memukul kepalamu sampai pingsan. Maaf ya," ujar Alexi merasa bersalah.
"Pantas kepalaku pusing, ternyata kau yang memukulku ya?" Franz memicingkan mata dan langsung mendekap Alexi kembali. "Lalu kenapa saat di kantor kau menjadi wanita menyebalkan," tanya Franz tanpa melepaskan Alexi yang meronta dalam dekapannya.
"Soal itu, karena aku teringat kau menciumu saat mabuk aku jadi malas melihat wajahmu," ucap Alexi susah payah karena Franz menghimpit tubuhnya.
"Dasar gadis nakal, kena kau." Franz mengujani Alexi ciuman tanpa henti membuat Alexi kehabisan napas.
"Franz hentikan," kata Alexi dengan napas terengah-engah.
"Apa aku masih menyebalkan dimatamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SCRAMBLE
RomanceMendapat gelar sebagai 'ahli cinta' tak membuat seorang Franzious Benson mudah menemukan cintanya kembali. Berawal dari kisah asmaranya yang pupus sebelum berkembang, Franz mulai tak percaya dengan cinta, baginya cintanya sudah hilang ditelan waktu...