part 14

566 44 2
                                    

hai... saya datang lagi bersama abang Franz..... 😂😂😂
Otak abang yang satu ini kayaknya lagi error....
Cuz.... dibaca...

N' buat maren yang udah koment sama kasih bintang² makasih semua....

******


Matahari sudah condong ke barat saat Alexi membuka mata. Namun sepertinya tak ada tanda-tanda Franz pulang. Bahkan pesan yang Alexi kirimkan sebelum akhirnya tidur pun belum mendapat balasan. Alexi mulai curiga dengan apa yang dilakukan suaminya. Seminggu terakhir Franz seperti menghindar darinya dengan sembunyi dibalik pekerjaan yang menumpuk. Padahal jika benar hal itu benar, seharusnya Franz tidak menolak saat dirinya ingin membantu.

"Nomornya tidak aktif. Dia benar-benar mencari masalah denganku." Alexi menyimpan ponselnya lalu bergegas mengganti baju. Ia akan menemui Franz bagaimana pun caranya.


*

"Kau yakin dia baik-baik saja?, hm.. ya sudah. Ibu tutup telfonnya."

Samar-samar Alexi mendengar ibunya sedang berbicara melalui telepon saat ia melewati ruang tamu.

"Ibu, apa Franz atau Max belum memberi kabar?"

"Belum."

Jawaban singkat itu membuat Alexi terkejut. Kenapa ibu mertuanya berbohong? Padahal ia mendengar sendiri ibunya berbicara di telepon dan ia yakin itu Max.

"Kau mau kemana?"

"Aku akan keluar sebentar."

"Kau di rumah saja, bagaimana jika Franz pulang dan tidak melihatmu dia pasti khawatir."

Dia bahkan belum tentu akan pulang kata Alexi dalam hati. "Aku hanya sebentar, bu."

"Hm, baiklah. Hati-hati di jalan."

"Ya."


**

Sesampainya di kantor, Alexi langsung menuju ruang kerja Franz. Berharap menemukan suaminya bersama setumpuk berkas pekerjaan yang belum selesai. Sehingga ia bisa mematahkan pikiran negatif yang bersarang di kepalanya. Namun harapannya harus terpatahkan karena faktanya ruangan itu kosong tak ada Franz di dalamnya. Bahkan sepertinya ruangan itu tidak digunakan hari ini terlihat dari rapinya tempat tersebut.jadi dimana Franz berada?

Pertanyaan itu terus berputar dalam otaknya hingga akhirnya ia memberanikan diri bertanya pada sahabat Franz. Satu-satunya orang yang mungkin mengetahui keberadaan Franz.

Alexi sudah sampai di depan ruang kerja Max, meski beberapa kali masuk, tapi keraguan masih menyelimutinya.

"Kau?"

Bahkan Alexi belum mencoba mengetuk pintu kayu tersebut. Namun, Max sudah lebih dulu keluar. Dan sepertinya pria itu akan pulang.

"Max, boleh aku tanya sesuatu."

"Waktuku tak banyak, cepat katakan."

Max menjawab dengan nada tidak bersahabat membuat Alexi menahan napasnya untuk tidak berteriak di depan Max. Bisakah pria iti lebih ramah sedikit.

"Franz tidak ada di ruangannya apa kau tau dia kemana?"

"Kau ini istri yang merangkap asistennya, meskipun kau dalam masa cuti kau seharusnya tahu dimana suamimu."

"Kalau aku tahu aku tidak akan bertanya padamu Max," jawab Alexi menahan kesal, sungguh jika Max bukan sahabat Franz, ia malas berurusan dengan orang sok galak seperti Max.

"Pergilah, cari suamimu dan jangan mengganguku," ucap Max begitu kasar dihadapan Alexi kamudian meninggalkan Alexi.

"Kau ini sahabatnya bukan? Bahkan kau tidak pernah bersikap baik padaku," kata Alexi.

Max menghentikan langkah dan berbalik menatap Alexi, "aku lebih tahu seperti apa Max dibanding kau Alexi. Dan perlu kau tahu aku tidak harus berpura-pura baik dihadapanmu."

"Apa salahku? Kenapa kau seolah membenciku?"

"Kesalahanmu adalah menikah dengan Franz."


***


Alexi menelengkupkan kepalanya pada meja demi meredam ucapan Max yang terus terngiang. Untuk seorang yang tertutup seperti Alexi membuatnya sulit untuk berbagi masalahnya.  Dan saat ini alexi hanya bisa mengumpat seorang diri.

"Aku ingin mencakar wajah sok arogannya itu," kata Alexi saat mengingat wajah menyebalkan Max.

"Hah... bahkan aku tidak tahu dimana suamiku berada, sepertinya memang benar aku ini tidak berguna," guman Alexi lesu. Ia kemudian mencoba menghubungi Franz lagi tapi tetap operator yang menjawab panggilannya.

"Hai cantik." Seseorang datang menegurnya, "sendiri saja? Mau ku temani?"

Alexi hanya tersenyum, salahnya memilih club untuk menenangkan diri. Alhasil ia hanya menjadi incaran para pria nakal.

"Terima kasih, saya sedang menunggu teman," kata Alexi lalu berpura-pura melihat kesegala arah dan saat itu matanya menangkap seseorang yang sangat di kenalnya.


Lalu tanpa pikir panjang, Alexi menghampiri orang tersebut. Seperti kembali ke masa lalu dimana ia menemukan Franz mabuk berat di dalam club. Dan untuk kedua kalinya Alexi menyaksikan Franz begitu mengenaskan.

"Apa kau begitu tersiksa hidup bersamaku? Apa benar seperti yang dikatakan Max," kata Alexi menatap wajah suaminya yang terkapar.

"Woah, apa yang kulihat ini? Wajahmu bahkan seperti istriku?" Franz tiba-tiba membuka mata dan menunjuk wajah Alexi.

"Franz, ayo kita pulang."

"Tunggu, kau tahu namaku."

"Franz kau mabuk."

"Tidak. Aku masih waras."

Alexi tak peduli dengan Franz yang terus berguman tidak jelas, ia tetap membawa Franz keluar dari club tersebut.

"Apa kau selalu mabuk saat mempunyai masalah?" Tanya Alexi setelah berhasil membawa Franz masuk dalam mobil. Ia belum ingin mengemudikan mobilnya. Dan saat itu ia menemukan ponsel Franz diatas dashboard. "Pantas kau tidak menjawab panggilanku."

"Apa menikah denganmu adalah suatu kesalahan? Jawab Aku Franz," kata Alexi lagi, meski Franz tidak akan mendengar ucapannya, pria itu mungkin pingsan akibat alkohol yang diminumnya.

Namun, Alexi salah karena ternyata Franz tidak tidur atau pingsan. Franz hanya menutup matanya dan mendengar  semua ucapan Alexi.

"Apa kau menyesal menikah denganku?" Tanya Alexi lagi, kini matanya sudah mengalirkan air mata. "Harusnya aku tidak bertemu denganmu saat itu sehingga kau tak perlu berjanji pada nenek untuk menjagaku. Dan... kau bisa bebas tanpa terbebani olehku."

"Maaf..." kata Franz lirih.

Alexi mengalihkan wajahnya dan menatap Franz, "kau tidak perlu minta maaf, semua salahku. Harusnya aku menolakmu saat itu dan tidak muncul dihadapanmu."

"Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan. Tolong hentikan dan nyalakan mobilnya, kepalaku pusing." Kata Franz lalu memejamkan matanya kembali, sepertinya efek alkohol baru menyerangnya saat ini.

Tanpa berkata lagi Alexi melajukan mobilnya membelah jalan. Dan konsentrasi Alexi terganggu antara jalan didepannya dengan Franz di sampingya. Pria itu mungkin tidak sadar bahwa mulutnya terus menggumankan nama seseorang.

***

Carol tergopoh-gopoh dari ruang tamu saat mendengar pintu rumahnya di ketuk. Ia segera membukan pintu dan membantu menantunya memapah Franz masuk.

"Apa yang terjadi?" Tanya Carol dengan cemas. Kemarin Franz tidak pulang dan hari ini dia pulang dengan keadaan mabuk.

"Nanti ku jelaskan, bu," jawab Alexi.

"Baiklah, ayo bawa Franz ke kamar."

Alexi dibantu Ibu mertuanya merebahkan tubuh Franz diatas ranjang. Lalu ia dengan telaten membuka sepatu Franz serta melepas kemejanya.

"Sebenarnya ada apa?" Tanya Carol lagi.

Alexi menggeleng, ia belum siap menceritakan apa-apa pada ibu Franz.

"Baiklah, kau istirahat juga. Kau sudah makan?"

"Sudah," bohong Alexi, bahkan saat ini ia tak mempunyai nafsu makan.

Setelah ibu mertuanya keluar dari kamar, Alexi merebahkan dirinya di samping Franz lalu memeluk pria itu.


***

Franz terbangun dengan kepala pusing dan tenggorokan kering, mungkin efek minuman berakalkohol yang diminumnya. Ia juga bermimpi aneh, ia melihat Joy menangis kemudian wajahnya berganti menjadi Alexi.

"Sepertinya karena mabuk." Franz mencoba bangung namun sesuatu menahannya. Lalu ia menoleh dan benar, Alexi sedang tidur sambil memeluknya.

"Apa kau yang membawaku pulang? Maaf membuatmu harus melihat sisi lemahku."

Franz tidak jadi bangun, ia malah mengeratkan pelukannya pada Alexi seraya memikirkan mimpinya. Kenapa dua wanita itu menangis di depannya.

"Kita berpisah saja," bisik Alexi.

"Kau bicara apa? Kau sedang mengigau ya?" Tanya Franz bingung.

Tiba-tiba Alexi melepas pelukannya dan duduk menghadap Franz. "Kita berpisah saja."

"kau mabuk? Ayo kembali tidur." Kenapa dia yang mabuk padahal aku yang minum guman Franz dalam hati.

"Franz aku sungguh-sungguh!" Kata Alexi mengguncang tubuh Franz.

Franz menahan napasnya untuk tidak berteriak, Alexi sedang mabuk. Dan orang mabuk tidak akan ingat yang diucapkannya. "Baiklah, terserah. Kau mau kita berpisah? Ya kita berpisah. Sekarang tidur aku mengantuk." Lali setelah mengatakan itu Franz kembali memejamkan matanya. Ia bahkan tidak melihat Alexi yang menagis karena ucapannya.

"Kenapa kau mudah sekali melepasku," guman Alexi sedih. Ia berharap Franz menolah idenya tapi justru Franz malah menyetujui dengan mudah.

SCRAMBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang