Pukul 09.00 pagi Franz berdiri di depan cermin wastafel kamar mandi dengan wajah dan pikiran kusut. Kini otaknya penuh dengan pertanyaan tentang apa yang ia lakukan semalam.
Semua berawal dari rasa kecewanya pada Alexi dan rasa kesalnya pada Ed. Sehingga ia memilih menghabiskan waktu di club daripada membicarakan dengan istrinya. Sekarang ia menyesal, merasa bodoh dengan sikapnya yang pengecut.
Franz memejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam untuk menangkan diri. Setelah ini ia akan mencari Alexi dan meminta maaf atas perbuatannya. Meski Franz tak ingat apapun saat mabuk, Franz sudah berniat meluruskan benang kusut yang ia ciptakan sendiri. Ia akan menyingkirkan prasangka buruk yang ia tuduhkan pada Alexi. Ia akan bertanya baik-baik tentang Ed dan hubungannya dengan Alexi. Dengan begitu ia tak akan pusing lagi.
Diputarnya kran air lalu mencuci tangan dan membasuh wajahnya. Dinginnya kucuran air sedikit menyegarkan wajahnya dan pikirannya. Selesai mencuci muka Franz mengambil handuk yang tergantung di dekat wastafel dan mengeringkan wajahnya. Ia akan menemui Alexi.
***
"Alexi!" Franz sedikit berteriak dari pintu kamar. Ia tahu biasanya Alexi sedang menemani ibunya memasak.
Franz tersenyum mengingat protes Alexi yang ingin segera masuk kantor namun ia tak mengijinkan. Sebetulnya bukan alasan kesehatan saja, melainkan ada alasan lain yang tak mungkin ia katakan.
"Ibu?"
"Kau sudah bangun." Carol menggiring anaknya untuk duduk. "Sarapan dulu."
Franz sedikit heran dengan ibunya. Jika biasanya ibunya akan memarahinya saat ia ketahuan mabuk dan tidak pulang. Kini yang ia dapati tingkah yang terkesan biasa saja. Ia jadi sedikit curiga.
"Ibu."
"Kenapa? Kau mau menambah rotinya."
"Bukan itu. Katakan padaku apa yang ibu rencanakan," cecar Franz, ia mulai khawatir karena belum juga melihat Alexi ditambah dengan sikap ibunya.
"Maksudmu? Ibu tak mengerti. Oh ya kau mencari Alexi? Dia pergi pagi-pagi sekali."
"Kemana?"
"Ibu tak tahu, Alexi langsung pergi begitu saja."
Franz langsung beranjak dari meja makan, "aku pergi, bu.
***
Semilir angin menerbangkan ujung rambutnya. Sudah sejam lalu ia hanya berjongkok di depan makam neneknya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Satu sisi ia sangat ingin terus bersama Franz. Tapi ia juga tak mau egois. Ia tak mau mengulang kesalahan orang tuanya karena sikap egois mereka.
"Lexi?"
Jantung Alexi berdegub kencang mendengar suara, Franz. Ia tak menyangka Franz akan menyusulnya kesini. Padahal ia mengatakan pergi ke supermarket pada ibu mertuanya.
"Franz? kau disini."
Franz mengambil tempat di sisi Alexi, ikut berjongkok di depan makam nenek Haney. Ia ingin meminta maaf karena berpikir buruk tentang Alexi.
"Nenek maafkan aku tidak bisa menjaga Alexi dengan baik," kata Franz sengaja melewatkan pertanyaan Alexi.
"Tapi aku janji akan memperbaikinya dan menjaga Alexi dengan segenap jiwaku," ucap Franz lagi.
Sementara itu, Alexi hampir meneteskan air matanya mendengar ucapan Franz. Ia begitu sedih saat harus membuat Franz terpaksa berjanji pada neneknya. Padahal kenyataanya Franz sangat tersiksa bersamanya.
"Franz, apa yang kau lakukan?" Tanya Alexi, ia tak menutupi lagi air matanya.
"Hei, kau menangis." Franz memeluk Alexi dan membawanya menjauh dari makam nenek Haney. Ia tahu wanita selalu sensitif jika menyankut orang yang disayanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCRAMBLE
RomanceMendapat gelar sebagai 'ahli cinta' tak membuat seorang Franzious Benson mudah menemukan cintanya kembali. Berawal dari kisah asmaranya yang pupus sebelum berkembang, Franz mulai tak percaya dengan cinta, baginya cintanya sudah hilang ditelan waktu...