part 11

669 53 1
                                    

Masih ada yng nunggu cerita ini? Semoga masih ada ya
Maaf baru bisa post hari ini
Selamat membaca semoga suka


Meskipun Franz tahu menangis tak akan mengembalikan keadaan setidaknya bisa sedikit mengurangi rasa sesak dalam dada. Dengan pelan Franz terus mengusap bahu Alexi, membiarkan istrinya menangis hingga tenang. Alexi yang menangis lebih baik daripada Alexi yang mencoba tersenyum.



"Sudah lebih tenang?" tanya Franz lirih.



Sambil terisak Alexi mengangguk, meski begitu kesedihan tak hilang seluruhnya, "terima kasih."



"Terima kasih telah membuatmu menangis? Kau ini aneh Alexi, seharusnya kau marah padaku lalu memukulku," kata Franz.



"Aku ingin memukulmu sungguh tapi, aku tidak sanggup melakukannya," kata Alexi menunjukan tangannya yang terpasang selang infus.



Lagi, Franz terkekeh pelan lalu membaringkan Alexi setelah sebelumnya mengatur posisi ranjang agar lebih nyaman. Franz menarik kursi lebih dekat lalu duduk disana. Seharusnya ia memanggil dokter untuk memastikan kondisi Alexi, tapi diurungkan niatnya itu karena saat ini menurutnya bukan dokter yang Alexi butuhkan melainkan dirinya. Kedua tangan Franz bersamaan menggenggam tangan Alexi, mengusap perlahan bagian yang tersambung dengan selang infus. Dalam hati beribu ucapan syukur dia rapalkan, Alexi membuka matanya kembali.



Mendapati Franz yang hanya diam dan terus menerus mengusap tangannya, membuat perasaan bersalah kembali menghinggapi hati Alexi. Ia teringat betapa Franz sangat mendambakan sosok kecil yang akan menemani mereka. Tapi semua bayangan indah itu hilang karena kecerobohanya.



"Maafkan aku," kata Alexi membalas genggaman tangan Franz. Matanya tidak lagi mengeluarkan air mata akan tetapi jelas sekali kesedihan pada wajahnya.



Franz tersenyum masam, Alexi meminta maaf lagi, satu hal yang saat ini dibencinya. Kehilangan bukan saja karena kesalahan Alexi tapi dirinya juga.



"Kalau kau meminta maaf lagi aku akan menciummu," ancam Franz menatap tepat kedalam mata Alexi.



Alexi terkesiap mendengar ucapan Franz, suaminya terlihat serius dengan tatapan matanya, lalu satu ide muncul dikepalanya. Ia sudah sangat merindukan hal tersebut, hingga tangannya dengan komando otaknya meluncur menyusuri wajah Franz. Permukaan wajah yang tidak terawat dengan mata berkantung, padahal Franz pria yang selalu menjaga penampilannya hingga terkadang membuatnya jengah. Tapi kini wajah Franz terlihat kuyu jelas sekali Franz tidak mencuci muka dengan benar. Tangan Alexi masih betah menjamah seluruh permukaan wajah Franz, merasakan tangan Franz ikut mengengam tanganya membawa ke bibir pria itu lalu sebuah kecupan ringan ia terima. Sepertinya Franz sangat menikmati kegiatan tersebut.

"Maafkan aku," kata Alexi menatap Franz yang memjamkan mata.



Sontak Franz menghentikan kecupannya pada jemari Alexi, matanya mengarah pada istrinya yang sedang tersenyum menatapnya. Franz terlalu hapal tingkah Alexi yang selalu mencoba membuktikan setiap ucapannya. Hingga tanpa aba-aba Franz mencium bibir Alexi, pelan dan menuntut sampai Alexi menghentikannya.



"Lihat aku tidak berbohong, sayang," guman Franz, wajahnya belum beranjak dari wajah Alexi.



Wajah Alexi merona, meski sudah tahu Franz akan melakukannya tetap saja, jantungnya berdegub mendapati Franz berkata dengan wajah sedekat itu.



"Hanya memastikan," kata Alexi sambil menangkan dirinya.



"Kau selalu bilang seperti itu," kata Franz lalu beranjak dari wajah Alexi. "Tapi aku senang," lanjutnya. Franz merenggangkan sedikit otot-ototnya yang kaku, beban di pundaknya terangkat saat melihat Alexi tersenyum lagi.

SCRAMBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang