Pelukan

4.7K 54 0
                                    

Happy Reading!!!
.
.
.
* * *
Gweboon berjalan perlahan menghampiri Jinki. Wanita itu tahu sesuatu yang menganggu pikiran suaminya. Menghela nafas singkat, membulatkan tekadnya dan melangkahkan kakinya lebih cepat.

"Jinki-ya..." Memanggil suaminya setelah mengambil posisi duduk di samping sang suami.

Jinki terkejut. Tentu saja. Bukan karena Gweboon yang menghampirinya, mengingat seharian ini wanita itu kesal dengannya karena memeluknya secara tiba-tiba saat Gweboon membuatkan sarapan tadi pagi, tapi karena duduk Gweboon. Ya, Gweboon yang sejak hamil menjaga jarak dari Jinki bahkan anti dengan sentuhan Jinki, kini duduk dekat dengannya, terlalu dekat hingga lengan kanannya bersentuhan dengan lengan kiri Gweboon.

"Kenapa?"

"Apanya?"

"Kenapa kau duduk begitu dekat denganku?"

"Tidak bolehkah?"

"Bukan begitu... hanya saja..."

"Aku tahu. Maaf kalau aku terkesan begitu jahat kepadamu." Gweboon mengatakannya dengan raut wajah penuh penyesalan.

"Apakah kau tidak apa-apa? Baby tidak rewel?"

"Aku tidak apa-apa. Kurasa malam ini dia tidak serewel biasanya, buktinya sekarang aku bisa dengan bebas duduk di dekatmu. Bahkan menyentuhmu seperti ini."

Mengamit lengan Jinki dengan kedua tangannya, menyandarkan kepala itu di bahu Jinki. Oh, jangan bayangkan ekspresi Jinki sekarang. Tapi jika kalian penasaran, bayangkan saja saat anak kecil tersenyum girang ketika apa yang diinginkan didapatkannya.

Tak mau membuang kesempatan yang langka itu, Jinki mengelus pelan pipi Gweboon. Tangannya yang bebas memeluk Gweboon dari samping dan mencium kening istrinya itu lama. Ah, seperti ini saja sudah membuatnya bahagia.

"Gwe..."

"Hmmm..."

"Apa kau berpikir ini karma untukku?"

"Karma? Maksudmu?"

"Minho mengatakan kepadaku, kalau aku mendapatkan karma atas kemesumanku. Istriku sendiri tidak mau disentuh olehku saat hamil. Apakah menurutmu itu benar?"

"Minho? Kenapa Minho tahu masalah ini?"

"Eumm... sebenarnya aku membicarakan hal ini dengan Minho beberapa hari lalu?"

Gweboon mengangkat kepalanya, menatap tajam ke arah Jinki yang hanya tersenyum tipis.

"Jadi kau ke rumah Minho untuk membicarakan ini?" Pertanyaan Gweboon hanya ditanggapi anggukan kepala oleh Jinki.

"YA! LEE JINKI, KAU!"

"Dengarkan dulu, Gwe."

"Apa?"

"Aku hanya bertanya kepada Minho cara agar aku bisa menyentuhmu lagi, tidak sampai bercerita yang macam-macam kepadanya." Oh, tentu saja Lee Jinki berbohong.

"YA! Kau sampai membahas itu dengan orang lain? Kau ini benar-benar..." Mencubit lengan Jinki dengan keras, membuat laki-laki itu menjerit kesakitan.

"Sakit, Gwe." Mengelus pelan lengannya yang menjadi korban tangan Gweboon. "Kau tahu, aku benar-benar putus asa, Kim Gweboon. Tidak menyentuhmu selama sebulan saja membuatku gila, dan setelah aku bisa menyentuhmu lagi, aku harus menerima kenyataan untuk tidak menyentuhmu selama beberapa bulan. Tidakkah kau tahu jika itu menyiksaku?"

Gweboon menatap lurus ke depan. Melepaskan tangannya yang sedari tadi mengamit lengan Jinki. Kedua tangan wanita itu bertautan dengan erat, saling meremas satu sama lain. Tidak bisa di pungkiri, Gweboon juga merasakannya. Gweboon juga tersiksa. Gweboon juga ingin merasakan sentuhan Jinki. Gweboon rindu mendesah dan rindu mendengar desahan Jinki. Tapi ketika dia mencoba untuk mendekati suaminya itu, tiba-tiba saja perutnya akan berkontraksi, menimbulkan sedikit rasa sakit, dan jika dia memaksanya, dalam arti memaksa mendekati bahkan menyentuh Jinki, rasa sakit itu akan semakin bertambah. Dan Gweboon tidak bisa menahannya. Jadi Gweboon berpikir untuk menjaga jarak dengan Jinki. Hanya sementara, hanya beberapa bulan, itulah pemikiran Gweboon.

"Aku juga merasakannya, Jinki-ya."

"Apa?"

"Setiap malam, setelah kau tidur, aku ingin sekali memelukmu. Tapi setiap tangan ini akan menyentuhmu, perutku mulai terasa sakit. Jadi aku mengurungkan niatku untuk melakukannya. Dan hanya bisa memeluk guling yang 2 bulan ini aku anggap sebagai dirimu."

"Jika tahu begini, aku tidak akan melakukan program konyol itu."

"Jadi sekarang kau berpendapat jika program Bayi Kilatmu itu konyol?" Gweboon tidak bisa menahan tawanya.

"Tentu saja. Itu konyol. SANGAT KONYOL. Huh! Program itu menyiksa kita berdua."

"Tapi aku tidak menyesal, Jinki-ya." Mengusap perutnya dengan lembut. "Karena mengandung buah hatinya adalah impian semua wanita di dunia ini."

Jinki menatap Gweboon dengan tatapan penuh cinta. Ah, betapa dia sangat mencintai istrinya itu.

"Gwe..."

"Ya?"

"Aku mencintaimu."

"Aku tahu." Gweboon tersenyum menatap Jinki.

"Selalu seperti itu." Jinki mengerucutkan bibirnya kesal.

"Kenapa?"

"Kau hanya menjawab 'aku tahu' saat aku mengatakan 'aku mencintaimu'. Kau tidak akan membalasnya jika aku tidak memberimu sesuatu."
Gweboon menatap Jinki cukup lama, senyum masih senantiasa terukir di wajah cantiknya.

"Bisakah aku membalasnya dengan hal yang lain?"

"Apa?"

"Berdirilah!"

Jinki menuruti permintaan istrinya itu. Gweboon ikut berdiri. Mereka saling berhadapan. Dengan cepat Gweboon melingkarkan tangannya di pinggang Jinki, memposisikan tubuhnya senyaman mungkin dalam pelukan Jinki dan menelusupkan kepalanya di dada bidang suaminya.

Jinki terkejut. Tapi bukankah ini kesempatan langka? Dengan perlahan Jinki mulai membalas pelukan Gweboon, mengeratkan pelukan itu dan menghirup aroma tubuh Gweboon melalui leher putih wanita itu.

"Gwe, apakah perutmu tidak sakit?"

"Tidak. Sepertinya baby kasihan kepada appanya."

"Kau benar-benar tidak apa-apa kan?"

"Iya, suamiku."

"Kalau begitu bisakah kita melakukannya?" Mendengar pertanyaan Jinki, dengan cepat Gweboon melepas pelukannya. Oh, jangan sampai Jinki meminta hal itu.

"Apa?"

"Mendesah." Jinki tersenyum dengan polosnya.

"YA! LEE JINKI!!!"

Ya, pada dasarnya Lee Jinki tetaplah pak tua mesum.
.
.
.
END

Mendesah 'The Series'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang