Libur Mendesah?!

22.6K 82 0
                                    

Happy Reading!!!
.
.
.
* * *
Gweboon berjalan mondar-mandir di kamarnya. Menggigit kuku jarinya, menandakan gadis itu sedang cemas. Oh, sebenarnya apa yang wanita itu cemaskan? Seharusnya dia senang, tapi entah kenapa wanita itu justru merasakan kecemasan dan mungkin... ketakutan.

Cepat-cepat membalikkan tubuhnya saat terdengar suara pintu yang dibuka. Tampak Jinki keluar dari kamar mandi, masih berusaha mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Menatap Gweboon sambil tersenyum. Ah, setelah ini dia akan bisa mendengar desahan seksi istrinya itu.

Berjalan pelan menghampiri sang istri. Menyentuh pipi sang istri dengan tangan kanannya. Tangan kirinya dia gunakan untuk menarik pinggang istrinya mendekat. Gweboon diam. Entah apa yang harus dia lakukan saat bibir itu mulai menyentuh bibirnya. Tanpa membalas ataupun tanpa mengalungkan tangannya ke leher Jinki. Kaku. Seakan Jinki mencium sebuah patung. Laki-laki itu melepas ciumannya. Menatap Gweboon dengan kening berkerut.

"Kau kenapa?"

"Tidak apa-apa."

"Wajahmu pucat. Apa kau sakit?"

"Tidak."

Gweboon berusaha mengelak, meski pada kenyataannya beberapa hari yang lalu Gweboon memang sakit. Dia pikir dia sudah sembuh, tapi kenapa wajah itu masih pucat? Apakah karena hal lain?

Jinki melepaskan pelukannya. Kedua tangan kekarnya beralih pada bahu Gweboon.

"Jangan mencoba membohongiku, Kim Gweboon!"

"Aku... sungguh tidak apa-apa."

Jinki mengambil tangan Gweboon, dan meletakkan telapak tangan istrinya itu di keningnya sendiri. Hangat. Tapi tidak cukup untuk membuat wajah seseorang pucat.

"Jinki-ya..."

"Ya?"

"Apa kau merindukanku?"

"Tentu saja aku merindukanmu, Gwe." Mengelus pipi istrinya.

"Apa kau juga rindu desahanku?"

Jinki terkejut. Gweboon bertanya hal aneh menurutnya. Setelah kemarin meminta Jinki mendesah, sekarang menanyakan apa Jinki merindukan desahannya. Oh, tidak perlu di tanyakan lagi pasti Jinki merindukannya. Bahkan malam ini Jinki menginginkannya.

"Aku bahkan lebih dari merindukannya, Gwe. Aku ingin mendengarnya sekarang." Mengecup leher putih Gweboon, tapi wanita itu menolaknya.

"Gwe..." Menatap aneh istrinya. "Ada apa denganmu? Kau tampak aneh sejak tadi."

"Aku..."

"Kenapa?"

"Aku hanya terlalu merindukanmu."

Menyusupkan kepalanya ke dada bidang Jinki. Memeluk tubuh suaminya itu dengan erat.

"Aku tahu. Kau bahkan memintaku untuk mendesah." Jinki tak bisa menyembunyikan tawanya.

Gweboon semakin menyembunyikan wajahnya di dada Jinki. Malu rasanya. "Jangan membicarkan hal itu lagi."

"Kenapa? Tapi sayang, kau memutuskan sambungan telepon saat aku benar-benar akan melakukannya."

"Itu karena aku malu."

"Bahkan kita berdua sering mendesah bersama, Gwe."

"Tapi itu berbeda, Jinki-ya."

"Apa bedanya? Toh sama-sama mendesah kan?" Jinki semakin mengeratkan pelukannya pada Gweboon.

"Jinki-ya..."

"Ya?"

"Bagaimana jika kau tidak bisa mendengarku mendesah beberapa bulan?"

"Memang kenapa?"

"Karena itu berbahaya bagi janin yang ada diperutku."

Jinki langsung melepaskan pelukannya begitu mendengar jawaban Gweboon.

"Apa? Janin? Di perutmu?"

"Hmm... Aku hamil, Jinki-ya."

"Kau..." Jinki tak bisa berkata apa-apa.

"Aku takut memberitahumu.... takut jika kau tidak akan menyentuhku malam ini. Padahal aku sangat merindukanmu. Tapi dokter bilang kita tidak boleh terlalu sering melakukannya karena akan membahayakan janin, apalagi usia kandungannya baru 5 minggu."

"..."

"Jinki-ya."

"..."

"Kau tidak senang aku hamil?" Gweboon bertanya dengan sedih karena tak ada respon apapun dari suaminya itu.

"Bukan begitu..."

Gweboon tersenyum. "Ternyata program bayi kilatmu berhasil."

"Iya."

"Tapi... kenapa ekspresimu seakan kau tidak senang?"

"Tidak... aku sungguh senang. Hanya saja..."

"Apa?"

"Aku tidak yakin bisa menahan diriku untuk tidak membuatmu mendesah."

"Apa?"

"Tidak menyentuhmu sebulan saja sudah membuatku hampir gila, apalagi kalau harus berbulan-bulan."

Senyum di wajah Gweboon memudar. "Aku juga berpikir begitu, Aku merindukan sentuhanmu, Jinki-ya."

"Gwe..."

"Hmmm..."

"Sebelum kita benar-benar libur melakukannya, bisakah kita melakukan perpisahan malam ini?"

"Maksudmu?"

"Ayo kita dengarkan dan nikmati desahan masing-masing hingga pagi."

Ternyata baik Jinki ataupun Gweboon sama-sama kecanduan dengan satu kata, mendesah. Oh, biarkan mereka menikmati desahan malam ini. Dan kita lihat seberapa kuat Jinki menahan hasratnya saat Gweboon hamil.
.
.
.
END

Mendesah 'The Series'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang