Part 14

1.2K 23 4
                                    

Akhirnya lanjut nulis lagi😊 sebenernya UNnya udah selesai dari kemaren cm baru sempet nulis lagi ajahh. Makasih yaah yang udah sabar nunggu lanjutan novel perdana ku ini:) happy readers 😉
————————————————————————————

Alarm berbunyi tepat pada pukul 06.00 hari ini aku akan mengantar Fadli menuju airport. Jadi hari ini hari terakhir aku bersamanya aku tidak ingin mengecewakan nya itulah sebabnya mengapa aku bangun sepagi ini.

Akupun langsung bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan badanku.
selesai membersihkan badanku aku langsung menuju lemari pakaian ku, aku mengenakan dress yang kemarin aku dan Fadli beli bersama. Ku harap ia akan menyukai penampilan ku hari ini dress biru tosca, highills hitam dan rambut tergerai panjang serta makeup yang kukenakan berbeda dari biasanya tidak terlihat lebih natural karena aku memakai softlens berwarna grey. Sangat berbeda penampilanku hari ini, karena aku biasanya selalu makeup natural ketika bersamanya.

Tak terasa waktu telah menunjukan pukul 8.00 dan seperti biasa dia selalu onetime. aku segera keluar untuk menemuinya dan bergegas pergi.

Ketika masuk kedalam mobil aku duduk bersebelahan dengannya mungkin ini pertama kalinya ia membawa supir.

"Tumben sekali kamu membawa supirmu?"
"Iyah karena hari ini aku ingin memandangmu lebih lama karena 1 atau 2 bulan aku tidak akan melihatmu." Ucapnya dengan memegang kedua tangan ku.

Sempat terjadi keheningan di dalam mobil karena kami hanya berpegangan tangan dan sesekali bertatapan mata.

"Pak kita pergi breakfast dulu yah pa." Ucapnya kepada seorang lelaki paruh baya yang sedang mengendarai mobilnya.
"Baik tuan." Jawabnya sopan.

"Breakfast? Kau akan ketinggalan pesawat mu nanti. Kau bisa makan didalam pesawat kan?."
"Tidak sayang aku tidak akan terlambat. Pesawat ku berangkat jam 09.30 jadi masih ada cukup waktu untuk bersenang-senang denganmu." Ucapnya dengan mengelus lembut rambutku yang tergerai panjang.

"Aku hanya diam tanpa menjawab. Aku akan berada sangat jauh darinya, apa aku bisa melakukannya. Aku ingin sekali bersamanya namun aku tidak bisa melakukannya. Yatuhan tolong jaga dia." Ucapku dalam hati. Hingga keheningan terpecah dari dalam mobil karena suara Fadli.

"Pak ikutlah masuk bersama kami. Bapa belum sarapan."
"Tidak usah tuan saya tunggu disini saja."
"Ayolah pak bapa tidak akan menganggu saya koq lagipula kita di meja yang berbeda. Jika bapa tidak sarapan itu akan membahayakan nyawa kita semua pak."
"Baiklah jika tuan memaksa."

"Betapa baiknya dia. Sangat perduli terhadap orang lain bahkan terhadap supirnya sendiri. Aku merasa sangat beruntung memiliki lelaki seperti ini."

Fadli membuka pintu mobil ku dan aku pun bergegas untuk masuk kedalam restoran. Bapa paruh baya itu juga ikut masuk kedalam restoran namun meja duduk kita berbeda aku dan Fadli duduk di dekat jendela dan bapak itu duduk diantara jendela dan meja lainnya.

"Kau sangat baik Fadli. Aku bukan hanya menyayangi dan mencintaimu namun aku sangat mengagumi sifat baikmu." Ucapku dengan meletakan tanganku diatas tangannya.
"Kamu tidak usah memujiku, ia sudah ku anggap seperti ayahku sendiri jadi mana mungkin aku membiarkan ayahku kelaparan." Jawabnya dengan mengengam tanganku dan menciumnya.

"Fadli apakah kamu harus pergi? Aku merasa ragu melepasmu." Ucapku dengan tangan mengengam erat tangannya.
"Iyah sayang, aku pergi hanya untuk pekerjaan ku dan aku pulang hanya untukmu, baiklah sekarang makan makanan mu sebelum dingin." Jawabnya dengan mengelus tanganku.

Eentah mengapa aku masih memikirkannya. Makanan yang terlihat sangat lezat aku santap dengan penuh keraguan hanya Fadli yang saat ini aku pikirkan bagaimana tidak, ia akan meninggalkanku.

"Rasanya aku tidak ingin makan lagi Fadli. Aku sudah kenyang." Ucapku dan meletakan sendok yang kupegang tadi.
"Mengapa? Sudahlah Ris jika kau seperti itu aku tidak akan bisa tenang. Habiskan makanan mu aku tidak ingin kau sakit."

Tanpa menjawab aku melanjutkan makanan ku dan akhirnya kami pun selesai makan. Lalu kami bergegas menuju airport untuk mengantar kepergian Fadliku yang selama 1 atau 2 bulan tidak akan berada di dekat ku lagi.

Terjadi keheningan didalam mobil yang kami naiki. Entah mengapa aku tidak bisa berbicara hanya air yang mengembang di balik mata ku ini yang dapat menjawab semua kegundahan ini. Dan kedua tangan kami yang saling berpegangan erat seakan tidak ada yang mampu memisahkan kami.

Sesampainya di airport waktu menunjukan pukul 09.00 hanya 30 menit waktu kami bersama bisa saling memandang dengan jelas dan perasaan yang lebih sulit untuk melepaskan.

Fadli mengecek pasportnya dan pak Kirman supir pribadinya membawa tas besar yang berisi pakaian kerjanya dan tas kecilnya yang berisi laptop khusus miliknya dan segala macam dokumen-dokumen penting miliknya.

Fadli memastikan jam penerbangannya tidak salah, setelah ia memastikan pesawat yang akan membawanya ke Jerman, ia datang menghampiriku yang sedari tadi hanya diam menunggunya mengucapkan kata yang tidak akan sanggup ku dengar "good bye honey" Fadli duduk disamping ku memegang erat tanganku membuat air mata yang ku bendung seakan tidak kuat lagi untuk kutampung.

Lalu aku memeluknya, menangis dalam dekapannya berharap ia akan membatalkan niatnya untuk pergi ke Jerman.

"Hey mengapa kau menangis? Aku akan pulang sesegera mungkin aku berjanji padamu. Sudah jangan tangisi kepergianku ini
, aku akan mengabari mu begitu aku sampai disana." Ucapnya dengan mengelus belakang tubuhku dengan tangan yang masih memelukku.

Aku tidak menjawab ucapannya aku hanya diam dan merasakan hangatnya pelukan ini. Hingga suara itu terdengar suara pegawai airport yang memberitahu bahwa pesawat yang Fadli naiki akan segera terbang dan ia segera melepas pelukannya lalu mencium keningku.
"Jaga dirimu baik-baik sayang aku akan segera pulang. Aku menyayangi mu."
"Aku juga menyayangimu." Jawabku dengan airmata yang terus mengalir membasahi pipiku.

Lalu sebelum Fadli pergi ke arah pesawat ia mengahampiri pak Kirman.

"Pak tolong antarkan Clarisa pulang. Jangan biarkan dia menangis terus ya pak." Ucapnya dengan memegang bahu pak Kirman dan memberikannya berlembar-lembar uang berwarna merah.
"Terimakasih tuan. Baik saya akan mengantarnya pulang."

Lalu dia beranjak pergi, dia masih melihat kebelakang hingga bayangannya pun menghilang dan pak Kirman menghampiriku mengajakku untuk pulang. Tanpa menjawab aku hanya terdiam dengan mata sembap dan hidung yang memerah.

"Non. Jangan ditangisi kepergiannya, tuan hanya pergi selama beberapa waktu saja jika non terus menangis, tuan bisa tidak tenang disana." Ucap pak Kirman dengan melihat ku melalui kaca mobil.
"Baik pak aku tidak akan menangis didepan dia. Aku berharap ia segera pulang pak."  Ucapku dengan sebuah senyum kecil diwajahku.

Dan akhirnya aku sampai dirumah, ketika aku tiba dirumah ada Reno yang sedang menungguku di teras depan rumah entah apa yang dia lakukan disini tuhan.

Jangan lupa vote+commentnya yah para readers jangan pernah bosen untuk terus membaca cerita perdanaku ini. Satnight para readers.

*salam kecup penulis;)

MoveonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang