{Bagian 2}
Harus kuakui Ardan memang sosok yang membuatku sedikit terpesona saat ini. Dia dengan baik hati mengantarkanku selamat sampai depan rumahku. Namun bukan berarti membuat hubungan kami menjadi dekat.
Aku berjalan menuju pintu pagar. Dan ketika salah satu satpam di rumahku akan membukakan pagar untukku. Seseorang dari arah belakang memanggilku. Aku mengenal suara itu.
"Ajii..." Panggil suara itu.
Aku mengalihkan pandanganku pada suara itu dan menemukan seseorang berdiri tepat dekat pohon yang berada di sebrang rumahku.
"Fa...di... ka... muu..." Aku menatap Fadi kaget. Apa yang Fadi lakukan di dekat rumahku malam-malam begini.
Tanpa aba-aba Fadi mendekat ke arahku, dia berjalan cepat hingga tanpa kusadari dia sudah berdiri tepat dihadapanku. Aku menatap wajah Fadi yang sangat kusut.
"Apa yang kamu lakukan disi—"
Ucapanku terputus saat aku merasakan dada bidangnya menubruk tubuhku. Fadi memelukku saat ini, aku tak mengerti apa yang terjadi. Kenapa dia menjadi seperti ini, apa semua ini karena kejadian tadi di restoran itu.
"Ada apa di?" Tanyaku pelan.
"Maaf..." Itulah kata yang keluar dari mulut Fadi.
Aku diam dan tak merespon ucapannya. Aku tahu dari nada bicaranya yang dalam, Fadi merasa bersalah. Tapi aku rasa itu bukan salahnya, melainkan salah si wanita sundel itu. Jujur saja aku sempat malu saat orang-orang berbisik tentangku di restoran itu, namun sekarang suasana hatiku sudah kembali seperti semula.
Lagi pula aku bukan sosok yang selalu bersedih dan membuat drama. Aku menganggap kejadian tadi sebagai kesalahpahaman saja. Aku juga tak mau berlarut-larut menanggapi hal tersebut. Masalah itu aku anggap sudah selesai.
Aku mengusap punggung Fadi sejenak. Aku tahu dia saat ini sedang merasa bersalah. Aku lantas menarik badanku dari pelukannya. Aku masih menemukan ekspresi sedih dari wajahnya.
"Sudahlah tak apa, lagi pula yang tadi itu cuman kesalahpahaman aja" Ucapku pada Fadi.
"Seharusnya kau marah padaku" Ujar Fadi sedih.
"Hehe... Aku ini sahabatmu, jadi aku tau sebenarnya apa yang kamu rasakan tadi"
"Maaf aku tidak membantumu tadi... Aku benar-benar kaget dan tak tau harus melakukan apa" Aku masih mendengar ucapan Fadi sedikit frustasi.
"Sudahlah... kita lupakan saja. Dan masalah Natas—"
"Aku sudah putus dengannya..." Ujar Fadi pelan.
"APAA?" Aku berteriak kaget kearahnya.
....
....
'Ini gila, kenapa mereka bisa putus.. apa jangan-jangan...' Aku bergumam.
....
Fadi hanya diam sambil menundukan kepalanya. Apa yang sebenarnya terjadi, mengapa fadi bisa putus begitu saja dengan Natasya. Aku menarik Fadi masuk ke dalam rumahku. Aku menyuruh salah satu supir untuk memasukan mobil Fadi ke dalam.
Kami sampai di taman yang berada tepat belakang rumahku. Ada gazebo disana yang bisa digunakan sebagai tempat ngobrol. Aku mengajak Fadi untuk duduk disana.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Aku bertanya untuk memulai percakapan.
"Tak ada, aku hanya sudah tak merasakan apa-apa padanya" Ujar Fadi pelan.
"Kok bisa?"
Fadi menatapku dan mulai bercerita bagaimana dia bisa jadian dengan Natasya hingga kejadian yang terjadi hari ini. Fadi awalnya tidak terlalu tertarik dengan Natasya, namun Natasya yang muncul dihadapannya hampir setiap hari dan memperlakukan Fadi dengan baik membuat Fadi merasa sangat nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
180 Days To Be Perfect
General FictionOrang bilang harus selalu ada yang ditonjolkan apakah itu kepintaran atau ketampanan. Tapi sulit rasanya untukku, orang bilang aku tidak tampan tidak juga pintar tapi 'standar'. Oleh karena itu aku masih sendiri sekarang tanpa seorang spesial yang m...