STEP 12 : KOSONG (Bag.1)

6.6K 673 44
                                    

{Bagian 1}


"Gue pergi... gue ga akan pernah gangguin hidup lo lagi"

....

....

'Please Ardan jangan pergi...' Itulah jeritan di dalam hatiku sesungguhnya. Namun aku sama sekali tak bisa mengucapkan kata-kata itu. Aku sama sekali tak bisa mengucapkanya karena egoku.

"Gue pergi" Ardan berjalan menuju mobilnya dan meninggalkanku di parkiran itu.

"Please... Ardan aku mohon..."Ucapku sangat pelan. Bahkan Ardan mungkin sama sekali tak bisa mendengarnya.

Aku mengingat semua yang dilakukan Ardan padaku. Dia berusaha untuk mencuri perhatianku. Dari awal dialah yang menyukaiku, dari awal dialah target sempurna untukku. Namun kenyataannya aku salah. Aku justru memilih seorang denial yang sama sekali tidak paham dengan perasaannya.

Aku berjalan dengan cepat keluar dari mall itu. Aku lantas memanggil taxi dan meminta supirnya untuk mengantarkanku pulang. Sahabatku yang lain sempat meneleponku dan menanyakan keadaanku. Aku berbicara pada mereka bahwa aku ada urusan mendadak dan harus pergi saat itu juga.

Aku duduk di dalam taxi sambil menangis. Aku tak tahu harus melakukan apa sekarang. Jantungku memang berdetak lebih cepat saat berada dekat kak Ray. Namun aku baru sadar bahwa jantuhku justru berdetak 10 kali lipat saat aku bersama Ardan. Tapi aku menghiraukannya, karena dia selalu menggangguku. Itu yang kurasakan saat itu.

'Dia bukan menggangguku, dia sedang mencari perhatian dariku'

Aku sadar sekarang, aku benar-benar sadar sekarang. Aku tak menghiraukan supir taxi yang menatapku aneh karena menangis di dalam mobilnya. Aku tak peduli akan hal itu, yang kupedulikan saat ini adalah dia. Dia yang selalu menolongku namun justru kecewa karenaku.

"Aku menginginkannya..." Ucapku pelan.

"Aku menginginkan Ardan.." Aku kembali berkata.

....

....

Aku menghabisakan waktuku di kamar hanya untuk melamun. Jika kalian bertanya bagaimana keadaanku saat ini, aku sangat menyedihkan. Namun aku lebih menghawatirkan keadaan Ardan dibandingkan sedihku. Aku melihatnya pergi dengan banyak luka diwajahnya. Dan yang bisa kulakukan saat ini hanya berharap yang terbaik untuknya.

"Tok... Tok..." Aku mendengar suara pintu kamarku diketuk.

Aku mengalihkan pandanganku pada bunda yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarku. Aku masih menangis meski tidak mengeluarkan suara. Hanya saja air mata masih mengalir dan jatuh di pipiku.

Aku berusaha menghapus bekas air yang masih menempel dipipiku saat bunda duduk di samping ranjangku. Bunda menatapku sejenak dan melihatku dengan pandangan khawatir. Meski aku berusaha untuk menyembunyikan permasalahanku, namun sepertinya aku tak bisa menyembunyikan hal itu dari bunda.

"Ada apa dek, kok dari tadi ngurung diri di kamar terus?"

"Ngga papa kok bun" Aku berusaha menyembunyikan permasalahanku. Aku tak mau membuat bunda khawatir padaku.

"Tapi bunda khawatir kalo ada apa-apa sama kamu" Ternyata justru bunda khawatir dengan keadaanku saat ini.

Aku akhirnya menceritakan semua pada bunda. Aku menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Kak Ray, kasus Fadi, bahkan pertengkaran ku dengan Ardan tadi aku ceritakan semua. Aku butuh seseorang yang bisa menjadi tempat berbagi saat ini. Dan aku sadar mungkin bunda bisa menjadi tempat mencurahkan isi hatiku.

Bunda tak pernah mencela sedikitpun ceritaku. Yang ada bunda justru menatapku serius meski sesekali menyerngit tanda ngeri. Namun bunda mengerti titik permasalahan utamanya.

180 Days To Be Perfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang