2. Meet

6.2K 289 0
                                    

"ASSALAMU'ALAIKUM! NIA! MANU! KELUAR OY! CAPE NIH!" Teriak sesorang, yang disahuti oleh beberapa orang yang lainnya.

"Waalaikum'salam- lah? Lu pada kagak sekolah?" Tanya Zania dan Manu berbarengan pada saat membukakan pintu rumah Zania.

"Guru rapat, ngebahas UNAS kita nanti." Jawab Roni. "Eh gila. Gaada lu berdua, sekolah sepi njing!" Romi menambahkan, mendramatisir

"Ini pala lu ngapa, Ni?" Tanya Ayanda sambil meraba kepala Zania yang benjol.
"Tuh, gegara Manu sama Bang No sialan! Bikin gue nyungsep dari tangga!" Adu Zania kesal.

"BUAHAHAHAHA! MAMPUS LO!" Tawa Roni dan Romi meledak. "Ish! Lu pada mah, keji banget! Pulang sono lu! Jauh-jauh lu sono!" Ucap Zania sambil mengibas-ngibaskan tangannya, mengusir.

"Hahaha... iya-iya. Maafin kita ya, Nia-ku sayang." Romi mengedipkan sebelah matanya.

"Matanya gausah genit!" Manu mengingatkan. "Dih!? Ngapa lo? Cemburu? Demen ya??" Ledek Romi.

"Udah-udah! Pada masuk dulu. Betah banget kayaknya didepan rumah Nia. Kaga panas apa?" Manu mengalihkan pembicaraan.
"Tuan rumahnye aja belom ngajak kita masuk. Gimana mau masuk duluan." Celetuk Roni.
"Biasanya juga langsung masuk, gak ngucapin salam. Ehh?" Sindir Manu dan Nia berbarengan.

"Nyindirnya kena, bu!"

"Hahaha. Udah, masuk yok!"

Di dalam rumah Nia

"Ni! Di rumah lu kaga ada makanan apa ya?" Tanya Ayanda yang berada diruang makan.
"Noh! Di makan sama Manu!"
"Ah Manu! Gue sumpahin lo! Jadi gendut kayak Giant!" Sumpah Ayanda.
"Buahahaha! Kalo Manu gendut gimana ya, mukanya? BUAHAHAHA!" Tawa kembar idiot dan Zania berbarengan.
"Kampret lu pada ya!" Manu melempari mereka dengan kulit kacang.

"Eh, Ni! Ini obat siapa?" Tanya Ayanda sambil mengangkat plastik yang berisi obat.
"Obat gue." Jawab Zania seenaknya.
"Hah?! Lu sakit apaan? Diapain sama Manu? Kena DBD? Kena Tifus? Kena diare?" Tanya kembar idiot dan Ayanda beruntut.
"Lebay, ah! Lu pada." Ucap Manu.
"Noh! Gegara Manu! Sarapan gue diabisin sama dia. Emang rakus. Tapi gue bingungnya, kenapa nih orang gak gendut-gendut ya? Apa cacingan?" Tanya Zania polos, membuat semua tertawa, kecuali Manu. Mukanya sudah merah padam.

"Yee! Songong lu! Gue minum obat cacing 6 bulan sekali ye! Enak aja. Yang penting gue Sixpack! Eh salah, eightpack maksud gue." Memang benar. Manu bertubuh atletis. Jika ia shirtless, dapat membuat kaum hawa meleleh.

"PeDe nya keterlaluan maz." Ucap Ayanda. Memang Ayanda doang yang rada-rada.

"Yan, lu udah dapet kata-kata baru belom?" Tanya Roni. Ayanda memang suka membuat kata-kata yang sulit dimengerti. Manu menyebutnya bahasa Alien.

"Duhh. Apa ya?! Gue lupa?um.... oh iya! Ada nih! Alelelebay!" Rumah Zania kembali dipenuhi suara tawa.

Sekarang sudah jam 4 sore. Tetapi, Vano belum juga pulang. Para muda-mudi itu masih melaksanakan movie marathon-nya. Ini sudah film yang ke-3.
"Ah bosen gue! Kaga ada kegiatan! Yan, ke toko ice cream yuk! Katanya lagi ada buy 1 get 1 ice cream yang xlarge! Bebas pilih rasa! Ayo yan! Cepetan! Keburu abis!" Zania menarik tangan Ayanda. Ayanda dan Zania adalah ice creamlovers. Selain pecinta coklat, Zania juga pecinta Ice cream dan keju. Tapi lebih maniak Coklat.

"Ayo! Bocah laki pada disini aja ya!" Ayanda sudah bersiap-siap mengambil uang di dalam tasnya.
"Dihh! Bisa gitu dah! Gak lah! Gue ikut! Nanti kalo Nia kenapa-napa, siapa yang mau gotong? Lu mau? Badanya Nia kan gendats." Manu ikut berdiri, disusul oleh Romi dan Roni.

"He'eh! Betul!" Kembar idiot mulai menimpali.

"Sama aja lu pada pengen gue kenapa-napa bego!" Nia menggeplak ketiganya menggunakan HPnya. "Sakit Nia!" Teriak mereka bertiga kompak, sambil mengusap kepala mereka.

"Yodah! Ayo pada ikut!"

Mereka membeli 6 buah ice cream. Ditambah freenya menjadi 12. 4 ice cream milik Zania. Sisanya punya Manu, Ayanda, dan kembar idiot.

"Roni mah! Muka gue kotor kan?! Ah gaterima gue!" Roni mencoel ice creamnya dan ditaruh dimuka Ayanda. "Muka lu lebih manis kek gitu Yan. Karena ada ice cream nya!" Perjalanan mereka dipenuhi canda tawa.

"Manu awas!" Teriak mereka semua kompak. Tetapi telat.

Bugh!

"Woy! Lu kalo jalan pake mata dong!" Ucap Manu gak terima karena Ice Creamnya jatuh.
"Elo! Jalan pake mata! Malah bercanda gajelas sama temen-temen lo!" Ucap cewek itu nyolot juga.
"Lah? Lu ngapa? Ngiri ya? Gapunya temen yang bisa di ajak bercanda?" Tanya Romi sengit.
"Ngiri? Sama kalian pada? Mimpi! Gue masih punya temen yang gak kampungan kayak kalian ya!" Balas cewek itu tak kalah sengitnya juga.

"Eh Mbak! Songong amat lu! Kayak ada aja yang mau temenan sama orang kayak lu!" Tutur Zania sengit, membuat cewek itu sedikit takut. Mungkin jika kalian melihat Zania, pertamanya kaliam mengira seperti malaikat. Tetapi, jika ia sudah marah atau kesal, udah kayak iblis. Serem deh.

"Udah Ni, udah! Orang stres kayak dia mah gausah diladenin!" Manu menarik Zania yang masih menatap sengit cewek itu.
"Eh! Gue gak stres ya! Lu pada yang stres!" Ucap cewek itu gak terima.

Mereka pergi kembali kerumah Zania.

"Sumpah! Kalo gue gak punya malu, udah gue jambak tuh cewek!" Ucap Ayanda kesal sambil memukul-mukuli bantal yang berada dipangkuannya.
"Udah mana gak gantiin ice cream gue lagi! Aish! Untung aja, masih ada freean nya!" Manu menimpali.

Roni yang dari tadi sudah greget ingin membuka suara, kini mengeluarkan suaranya juga.

"Tuh cewek rumahnya dimana dah! Pen gw samperin! Trus gue mencak-mencak! Minta ganti rugi ice cream nya manu 2× lipat!" Tutur Roni greget.
"Yang satunya lagi buat siapa?" Tanya Nia.
"Buat gue makan lah! Hehe."
"Ye! Itu mah maunya lu aja!" Mereka menimpuki Roni dengan bantal sofa.

Someone pov

Gila! Berani banget mereka semua sama gue! Argh! Eh tapi cowok yang gue tabrak oke juga ya. Manis banget. Warna matanya coklat terang. Hidungnya mancung. Badannya tinggi tegap. Bakal gue pastiin dia jadi milik gue!

"Nin?! Cepetan turun! Cobain dulu seragam buat sekolah baru kamu!" Teriak mama dari bawah.
"Iya ma!"

Gue adalah anak pindahan dari Tanggerang Selatan ke Jakarta Pusat. Gak jauh jauh amat sih. Tadinya gue sekolah di SMK. Tapi, papa dipindah tugaskan jadi di kantor pusatnya yang berada di jakarta. Papa kerja jadi direktur oprasional. Gak terlalu besar sih jabatannya. Papa gak mau repot bolak balik Jakarta-TangSel. Jadinya, kita pindah. Gue sih udah hapal jalanan sini. Karena ada saudara rumahnya di sini. Gue sering nginep di rumah saudara. Jadi, gak tulalit amat.

"Ma? Aku sekolah di SMA negeri? Duh, mama. Aku gak yakin bisa nyesuaiin diri. udah terbiasa selama 2 tahun tinggal dilingkungan SMK ma." Kata gue
"Apa bedanya sih, Nin? Yang penting tahun ini kamu lulus, trus cari kerja yang bener. Bukannya belanja terus. Jangan terlalu boros jadi anak." Gue udah terlalu sering dimanja. Jadi, ya wajar aja kalo gue semena-mena menggunakan harta orang tua. Sudah terbiasa hidup bebas. Apalagi di jakarta. Huhh... siap siap belanja terus.

----
voments nya jangan lupa yha (:

S(He) is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang