1. Bad luck

8.6K 384 0
                                        

Author pov

"Nia! Manu udah dibawah tuh! Bangun lu! Nanti kesiangan!" Teriak Vano dari luar kamar bercat baby blue itu, kamar Zania.

"Ini gue lagi beresin buku, bang No! Bentar lagi selesai! Gausah teriak, coeg! Gue gak budeg!" Jawab Zania, berteriak juga.

"Kalo gue teriak, lu namanya apa?" Tanya Vano, saat berhasil membuka pintu kamar Zania yang ternyata dari tadi tidak dikunci.

"Ah, udah deh! Gue berangkat dulu ya! Assalamu'alaikum bang No!" Pamit Zania sambil menyalami tangan Vano.

"Sarapan dulu, Ni! Bunda udah bikinin sebelum berangkat kekantor bareng ayah!" Vano mencekal pergelangan tangan adiknya yang sudah ingin berlari menuruni tangga, menyusul Manu.

"Gak deh, gue udah mau telat. Lagian, kasian Manunya, udah nungguin gue dari tadi." Zania melepas tangan abangnya kemudian turun kebawah dengan berlari.

Bag! Bug! Bag! Bug!

"HAHAHAHA! MAMPUS LO!" Tawa Manu dan Vano kencang.

"Ah lu pada ya! Orang jatoh malah diketawain! Bantuin kek!" Gerutu Zania.

"BUAHAHAHA! TAMPANG LO, NJING! MUTAM!" Kini Manu yang mengatainya.

"Bazeng! Manu! Bang No! Bantuin gue! Sakit nih!" Ucap Zania, masih dengan posisi 'nyungsep'nya.

"Sini-sini." Manu dan Vano mengambil tangan Zania, masing-masing satu tangan.

"Duh! Sakit! Hiks!" Zania menangis. Dipegang kepalanya yang cenat-cenut.

"ARGH! BENJOL! KAMPRET NIH KEPALA! HIKS! SEMUA KARENA KALIAN BERDUA SIH! BUKANNYA LANGSUNG BANTUIN! HIKS! CANTIK GUE ILANG KAN!" Zania masih terisak.

"Pft! Percuma, onta! Kalo gue bantuin lu, paling gak ketolong. Kalo gue bantuinnya pas lu mau nyungsep, baru dah, kemungkinan lu selamat masih ada." Manu kembali tertawa.

"Udah-udah. Manu, lu berangkat sekolah sekarang aja. Daripada telat. Izinin Zania ya, sekalian." Vano menengahi mereka.

"Gak ah. Zania bolos, gue juga bolos. Gak ada tuh yang namanya gue masuk, Zania bolos. Harus masuk atau bolos bareng." Manu menaruh tasnya di sofa.

"Ish! Nih bocah! Kalo Zania sama lu gak masuk, siapa yang ngajarin kalian pelajaran yang ketinggalan?! Udah, berangkat Manu!" Ucap Vano greget.

"Gak! Gakpake! Kali ini aja, No! Nanti gue bilang deh, ke mama. Gue gak masuk karena harus jagain Nia. Lu juga harus kuliah kan, No?" Dan, bujukan Manu berhasil.

"Yaudah, lu minta tolong kembar idiot aja buat izinin kalian berdua. Gue pamit ya, setengah 8 udah harus masuk kelas, dapetnya jam pagi. Assalamu'alaikum." Vano berjalan kearah Zania yang masih memegang kepalanya, kemudian mencium pipi kanan Zania. Dan........ memencet benjol Zania!

"Huaaaaa! Abang gak tau diri! Sakit! Ah elah! Huaaaaaa! Bunda!!" Vano dan Manu tertawa bersama, lagi.

"Udah, No! Kasian tuh bocah! Pala gue mau meledak denger tangisan ade lu!" Manu dan Zania hanya berbeda 3 tahun dengan Vano. Vano bisa dibilang pintar. Sangat pintar. Karena, ia menjadi yang terbaik di jurusannya. Sekarang usia Vano 21.

"Yaudah, bang No minta maaf sama Nia. Nanti pas pulang, bang No bawain coklat buat Nia. Abang pamit ya, assalamu'alaikum." Vano dapat meluluhkan hati adiknya dengan cepat.

Sogokan paling manjur adalah coklat. Zania adalah Chocolovers. Setiap hari, tidak mungkin tidak ada coklat.

"Jangan janji kalo lu sendiri gak yakin janji lu bisa lu penuhin apa engga, ehh?" Sindir Zania yang ngena banget dihatinya Vano.

S(He) is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang