10. Soonday

940 48 3
                                        

Terkadang, ekspetasi tak sesuai dengan realita. Seperti yang terjadi pada Zania sore ini. Seharusnya ia sudah berleha-leha di kamar sambil streaming film, ditemani semangkuk buah beri. Tetapi keadaan berkata lain. Ia harus terjebak di dalam kelas memasak.

Sebenarnya Zania sangat tidak asing dan bisa dikatakan cekatan dalam memasak. Ia bisa memasak sedikit makanan khas eropa seperti lasagna, pierogi ataupun fried herring sandwich.

Setelah satu setengah jam mengikuti kelas, akhirnya ia bisa pulang karena kelas hari ini sudah berakhir.

"Gimana kelasnya? Seru?" Tanya Vano yang menunggu Zania di Cafe dekat kelas memasaknya.

"Baru sekali masuk kelas udah di suruh masak rawon. Kan mana ngerti. Mana bumbu rempahnya banyak." Dumel Zania. Vano hanya bisa terkekeh melihat tingkah adiknya.

"Lagian bunda tuh ya, udah tau bentar lagi mau ujian nasional, masih disuruh ikut ginian. Aturan suruh ikut bimbel pelajaran gitu kek, biar bisa masuk PTN." Lanjutnya, kemudian ia meminum es cokelat milik Vano hingga kandas.

"Udah di daftarin bunda kok."

"Oh—HAH?! KOK GAK BILANG-BILANG?!" Zania terkejut. Bundanya tidak pernah mengatakan apa-apa tentang kelas memasak yang ia ikuti. Sekarang tiba-tiba ia sudah di daftarkan untuk mengikuti bimbel.

"Shhh! Gausah teriak gitu. Malu-maluin aja sih."

"Bunda tuh kenapa sih sama gue? Apa-apa gak pernah bilang. Gue juga harus tau kali apa yang bersangkutan sama diri gue." Vano paham betul kalau Zania sedang kesal. Memang benar apa yang dikatakan adiknya, tetapi itu juga demi kebaikan Zania. Terkadang jika Zania diberikan usulan, ia akan menolak dengan alasan sudah lelah mengikuti pelajaran di sekolah ataupun alasan lainnya.

"Ya udah di bayar mau gimana lagi? Tenang aja, tempat lesnya searah sama jalan pulang kok. Gue denger juga bagus sistem pengajarannya. Gak asal-asalan." Ucap Vano sambil berusaha menenangkan adiknya.

"Gak tau ah! Ayo cepetan pulang." Zania mengapit, kemudian menarik lengan Vano agar segera berdiri.

"Iya bawel."

Saat sedang berjalan menuju mobil, secara tidak sengaja Zania menabrak seseorang.

"Eh sorry, saya gak senga—"

"Ketemu lo lagi." Katanya sambil sedikit tertawa.

Zania menabrak Aliga.

"Siapa?" Tanya Vano bingung.

"Lo siapa?" Balas Aliga dengan nada yang sedikit tidak suka, sambil menatap tangan Zania yang mengapit tangan Vano.

"Bocah tengik. Ayo cepet masuk mobil!" Vano sedikit terbawa emosi. Melihat bagaimana sikap Aliga terhadap dirinya, sangat tidak sopan.

"Eh?" Tangan Zania ditahan Aliga.

"Lepasin. Katanya lo sama Ka Manu, kok deketin cowo lain? Perasaan Ka Manu gimana kalo tau?" Kata Aliga, sambil sedikit menari lengannya.

"Apaan sih? Lo yang harusnya ngelepas tangan ADE gue. Annoying banget! Masih bocah udah gak sopan sama yang tua!" Vano langsung menghentak tangan Zania yang di pegang Aliga.

Mendengarnya, sedikit membuat Aliga panik. First impression ke abang gebetan, jelek. Otw gak berhasil ngedeketin. Eh?

"Eh so-sorry."

Ucapan Aliga tak di respon apapun oleh Vano maupun Zania—karena dirinya masih bingung dengan apa yang terjadi. Kemudian mereka langsung masuk kedalam mobil dan meninggalkan Aliga yang masih berdiri di parkiran tempat mereka bertemu.

S(He) is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang