Author POV
Malam yang dingin di kota Jakarta. Hujan mengguyur sejak pukul 5 sore tadi dan baru berhenti 5 menit yang lalu. Sekarang pukul 9 malam. Zania masih berkutat dengan laptop berlogo apel digigit.
"Aish tugas Biologi bikin ribet aja sih!? Baru minggu kemarin dikasih tugas Fisika. Itu juga masih banyak anak-anak di kelas yang belum ngumpulin." Zania menggerutu kesal sambil membuang ingusnya dengan tisue. Gunungan tisue sudah menumpuk di samping laptopnya.
Satu fakta baru bagi kalian, Zania alergi dingin. Jika ia berada di tempat yang terlalu dingin, suhu badannya akan sangat menurun dan ingusnya akan meler, disertai bersin yang berkepanjangan.
Kelasannya diberikan tugas Fisika oleh Pak Botak, yang sebenarnya bernama Didin, minggu kemarin. Tetapi hanya 10% anak di kelasnya yang mengerjakannya. Merasa kesal, Pak Didin memberikan tugas tambahan untuk membuat 50 soal plus jawaban, tidak boleh pilihan ganda, harus essay, dan tidak boleh mengambil dari buku manapun terutama google, yang diambil dari materi Biologi. Untungnya tugas tersebut boleh di print.
"Kenapa sih Ni?" Vano memasuki kamar adiknya yang tidak tertutup rapat, karena terlalu berisik.
"Ini nih si botak ngasih tugas ga ngira-ngira! Dia ngajar apa, dikasih materinya dari pelajaran apa. Nyilang!" Zania menunjuk-nunjuk laptopnya yang tak bersalah. Vano menatap adiknya sambil tertawa.
"Malah ngetawain! Bantuin kek bang. Mumet banget nih."
"Kenapa ga kerjain bareng Manu?"
"Ah udahlah gausah di bahas. Dah sono keluar. Ganggu konsentrasi aja." Zania langsung menutup telinganya dengan bantal yang tadinya ia jadikan tumpuan.
"Nah kan bener ada yang salah. Sini cerita." Baru dipancing sedikit, Zania langsung menangis, kemudian memeluk Vano.
"Lah? IH INGUS LO NEMPEL DI BAJU GUE—"
TAK!
"KOK GUE DI JITAK?!" Vano mengusap kepalanya, kesakitan.
"ABISAN GUE KESEL. HUAA!" Zania makin terisak.
"Wassalam deh gue masuk ke kamar lo." Keputusan yang amat Vano sesali saat ini adalah menanyakan keadaan hubungan adiknya dan Manu.
...
"Assalamualaikum! Ayah pulang!" Terdengar teriakan dari lantai bawah rumah mereka.
Zania yang tadinya sedang marah-marah, langsung sigap dan berlari menuju ke sumber suara—ruang keluarga.
"Ayah! Bunda! Nia kangen." Ucap Zania sambil memeluk orangtuanya. Sifat kekanak-kanakannya akan muncul jika bersama orang tuanya.
"NIA! ELAP GA AIRNYA!" Vano berteriak sambil menuruni tangga.
"Kenapa sih ribut-ribut? Udah malem loh ini." Kinanta, bunda Zania, memperingatkan.
"Itu loh bun, si Nini gombel numpahin air es di kamar gara-gara marah sama Vano!" Adu Vano sambil menyalami kedua orang tuanya.
"Enak aja manggil orang seenak perut! Gausah mengubah cerita gitu deh bang, aku tidak suka. Lagi juga kamar gue, kok lo yang sewot. Dasar PMS!" Zania menyipitkan matanya ke arah Vano.
"Udah-udah! Kalian ini masih kayak anak kecil aja." Kali ini Dito yang menasihati kedua anaknya.
"Abisan ngeselin!" Zania menyubit tangan Vano, gemas.
"Aw! KDRT terus nih kerjaannya! Males banget ah!" Vano menoyor kepala Zania, kesal.
Bisa kalian bayangkan bagaimana jika tinggal serumah dengan tom and jerry yang satu ini. Pasti akan menjadi tontonan seru sekaligus mengesalkan, melebihi sinetron azab yang lagi ngetrend.

KAMU SEDANG MEMBACA
S(He) is Mine
Roman pour Adolescents"Gue gak tau, ini namanya apa. Tapi, setiap gue ngeliat lu bareng sama cewek lain, hati gue sakit. Apa perasaan ini sebatas takut? Takut lu pergi dari gue karena kita sahabat dari dulu?"- Zania. "Rasanya gak rela, liat lu berdua sama cowok lain. Apa...