17. Deep talk (2/2)

526 36 2
                                        

Siang ini, ruang inap Zania terasa seperti kamar Zania. Ayanda datang bersama adiknya dan kembar idiot. Ditambah lagi adanya Manu dan Vano, membuat ruang inap Zania terasa lebih 'hidup'. Untungnya kamar yang Zania tempati adalah VVIP.

"Suaranya jangan gede-gede ya. Inget, ini rumah sakit." Peringat Vano saat mereka datang dan di jawab anggukan sekaligus cengengesan.

"Bisa sakit juga lu Ni." Ledek Romi sambil mengacak rambut Zania, saat melihat Zania terkapar di ranjangnya. Kemudian Romi duduk di sampinh Zania.

"Kurang ajar! Mana pesenan gue?" Tanya Zania, langsung menodongkan tangannya.

"Jangan duduk di ranjang. Ranjangnya gak kuat nampung badan segede lo." Peringat Manu dengan nada yang dingin.

"Oh maaf boss, tadi khilaf dikit." Romi langsung cengengesan, kemudian berdiri di samping Zania.

Romi mengeluarkan novel klasik dari kantong kresek yang ia pegang.

"Mantep dah kalo nitip di lu. Langsung paham gue pengennya yang mana. Makasih ya." Ucap Zania, kegirangan.

"Asal lo tau, lo nyuruh dia, tapi dia nyeret-nyeret gue juga. Terus gue yang nyari tuh novel, bukan dia. Dasar numpang nama doang." Roni mendelik ke arah kembarannya.

Akhirnya obrolan mengalir begitu saja. Jokes receh yang keluar dari mulut mereka, membuat Zania tertawa dan Vano bersyukur akan hal itu.

Semenjak Vano pulang, ia belum melihat Zania tertawa lepas seperti ini. Baginya tidak masalah jika tawa itu bukan karena dirinya, yang penting adik kecilnya bisa bahagia. Dan sebenarnya, Vano dan Zania belum benar-benar menyelesaikan masalah mereka. Setiap Vano mengajak Zania bicara, Zania terus-terusan menghindarinya. Vano paham, adiknya masih kecewa karena ditinggalkan begitu saja.

"Oh iya, btw lo kemana aja Bang? Biasanya ikut nongkrong bareng kita." Sedetik setelah bertanya, Romi langsung memukul mulutnya. Ia salah membahas ini.

"Gue ngurus intern ke Singapur. Kenapa? Ada yang kangen gak sama gue?" Jawab Vano sambil tersenyum.

"Gila lo Bang! Tau-tau udah pengen kerja di negeri orang aja! Keren abis! Gak ada oleh-oleh nih buat kita?" Ayanda terkagum-kagum. Kepintaran Vano tidak ada duanya. Baru usia 21 tahun, Vano sudah bisa bekerja di luar negeri, padahal hanya sebagai karyawan magang.

"Oleh-oleh buat Ayanda pertanyaan aja ya. Kok ade gue bisa sakit pulang dari rumah lo?" Pertanyaan Vano, menimbulkan suara cengengesan dari Ayanda dan Keandra.

"Jawab jujur apa boong nih, Ni?" Ayanda langsung mendapatkan pelototan dari Zania.

"Eh itu abangnya udah nyampe." Seru Keandra, menyelamatkan situasi.

"Kalian pesen delivery?" Tanya Manu yang dibalas anggukkan oleh Keandra. Keandra dan Roni langsung turun ke lobby untuk mengambil pesanan mereka.

Sembari menunggu, Manu mengupaskan mangga untuk Zania. Zania dan Ayanda sudah asik dengan dunia mereka. Laptop yang tadi pagi di bawakan oleh Vano, sudah dijadikan tempat streaming drama.

"Ngomong-ngomong, lo udah tau Ni, kita perpisahan sekalian pelepasan dimana?" Tanya Romi yang duduk di antara Vano dan Manu.

"Belom. Kemana?" Zania balik bertanya.

"Singapur juga. Jadi pengen liat tempat magangnya Bang Vano." Ayanda menjawab sambil menaik turunkan alisnya.

"Widih, berarti abang bisa ngintilin kalian dong!" Ucap Vano kearah Zania. Yang ditatap hanya mengedikkan bahunya tak acuh.

Akhirnya makanan mereka sampai, dan mereka berbincang hingga sore hari. Mereka pamit pulang. Vano mengantar teman-teman Zania hingga lobby rumah sakit. Sekarang, di kamar inap Zania hanya tersisa Manu dan dirinya.

S(He) is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang