Oleh: Aceha Kenji Fauzy
aku huyung
segala cahaya telah pecah belah
bukan linglung
pun lebih sejumlah buncah kalahakulah ...
embun menggigil di pagi yang belati
sehabis cumbui kenang semalamanrindu sesakit bambu berderak
hanya terusik deru serak soraklepuh tanpa seru
djogja-mu, 02 maret 2016
Jika kau bertanya padaku tentang ketakutan, tiada lain hantu sebelum kematian. Hantu yang tercipta dari buhul-buhul rindu yang tak jua ratas-retas. Kau pasti menyangka sua pun temu satu pengurai tawar; BUKAN!
Bagaimanakah aku berharap atas sesuatu yang tak pernah termiliki. Bahkan di ribuan masa lalu sekali pun. Kau memastikan ini adalah elegi purnama yang tengadahkan pungguk? Sekali lagi; BUKAN!
Tepatnya ... aku dengannya semisal hujan dan rinai. Bukan tentang kehilangan. Tapi perihal kerelaan; alpa pamrih tanpa memiliki.
Ngaresngis!

KAMU SEDANG MEMBACA
MERAH YANG MENARA
PoetrySekumpulan diksi usang (puisi; entahlah!) yang berdentum dalam ranum momentum.