Awalnya Zea puas melihat ayahnya kesakitan, tapi lama kelamaan Zea merasa durhaka terhadap ayahnya. Apalagi kini ayahnya pingsan dengan berlumuran darah bekas pukulan warga.Zea berlari ke arah Reno dan berteriak, "AYAH!"
"Ayah?" gumam Raikan kebingungan.
Raikan menghampiri Zea yang sedang berlutut menumpu kepala ayahnya diatas kakinya.
"Ra-Rai, tolongin gue, bawa ayah gue ke rumah sakit." pinta Zea diiringi dengan airmata yang mulai berjatuhan.
"Iya, ayo."ujar Raikan membantu Zea memapah Reno dan mengantarnya ke rumah sakit.
.
Di rumah sakit Zea dan Raikan menunggu di luar ruangan tempat Reno sedang di periksa oleh dokter.
Tidak beberapa lama, sang dokter keluar dari ruangan tersebut. Zea langsung menghampiri dokter itu dan bertanya bagaimana keadaan ayahnya.
"Dok, ayah saya ga kenapa-kenapa, kan? Ayah saya baik-baik aja kan, dok?" tanya Zea cemas.
"Kondisi pasien tidak terlalu parah, hanya beberapa luka akibat pukulan, tidak terlalu berdampak serius. Sejauh ini kondisinya stabil." ujar dokter tersebut.
"Boleh saya masuk ke dalam, dok? Saya ingin melihat keadaan ayah saya."tanya Zea.
"Ya, silahkan. Tapi di mohon agar tidak mengganggu pasien dulu untuk saat ini, saya permisi dulu, semoga pasien cepat sembuh." ujar sang dokter, Zea mengangguk dan masuk ke dalam ruangan di mana ayahnya tengah berbaring lemas.
"Ayah, maafin Zea."gumam Zea, airmatanya mengalir kembali dan membasahi pipinya.
"Tenang, Ze. Dokter juga udah bilang, kalo ayah lo baik-baik aja." ujar Raikan berusah menenangkan Zea.
"Gue anak durhaka, Rai. Gue hampir bikin ayah gue sendiri meninggal, gue... hiks...." Raikan menepuk-nepuk pundak Zea dari samping bermaksud menenangkannya. Ada perasaan sedih dan tidak tega ketika melihat Zea menangis seperti ini.
"Tenang, Ze. Yang penting ayah lo sekarang ga kenapa-kenapa."ucap Raikan.
"Ayah, maafin Zea. Zea ga tau kalo jadinya kayak begini." gumam Zea.
"Mbb, Ze. Kita ke kantin rumah sakit dulu yuk, lo minum dulu, tenangin diri lo." ajak Raikan bersimpati.
"Gue di sini aja, Rai." jawab Zea singkat.
"Yaudah, gue ke kantin dulu, gue mau beliin minuman dingin buat lo." ujar Raikan.
Raikan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Reno, saat hendak menutup pintu kamar rawat Reno, Zea menghentikannya.
"E-eh tunggu deh, Rai. Gue ikut lo ya, gue takut sendirian." ujar Zea kikuk.
"BHAHAHAHAHHHH, TERNYATA CEWEK BERANDALAN KAYAK LO BISA TAKUT JUGA SAMA HAL-HAL MISTIS, AHAHAHA." ujar Raikan dengan volume tinggi di selingi tawa.
"Rese lo, kalo karena gue ga berhutang budi sama lo hari ini, gue bales lo." ujar Zea berjalan mendahului Raikan menuju kantin rumah sakit.
"Jadi, om Reno itu ayahnya Zea. Walaupun mereka lagi ada masalah, tapi yang gue liat Zea sebenernya sayang sama om Reno. Dia aja khawatir banget tadi." gumam Raikan dan berjalan menyusul Zea.
<><><><><>
"Ze, om Reno itu beneran ayah lo?" tanya Raikan membuka keheningan yang sempat melingkupi mereka
"Hm." jawab Zea dengan dehaman.
"Oh." ujar Raikan, setelahnya keheningan kembali melingkupi mereka.
"Rai, lo kenapa hari ini baik sama gue? Gue jadi harus berhutang budi sama lo, gue jadi keliatan lemah di depan cowok yang bahkan itu adalah musuh gue. Lo udah tau gimana gue dan keluarga gue, sekarang lo bisa bebas ketawa dan ngejelek-jelekkin penderitaan gue." ujar Zea memecah keheningan.
"Gue juga gatau, apa yang bikin logika dan tubuh gue bergerak buat bantuin lo hari ini, bantuin orang yang gue anggap musuh gue. Tapi, walaupun gue udah tau gimana nasib jelek yang lagi lo hadapin, gue ga sejahat itu buat ngejelek-jelekin lo ataupun ngetawain penderitaan yang lagi lo rasain. Gue masih punya hati, gue ga sekejam itu untuk ngelakuin hal-hal negatif yang lo pikirin tentang gue." jawab Raikan.
"Gue gatau harus gimana. Untuk saat ini, gue merasa gue jadi berhutang sama musuh gue sendiri. Tapi, makasih buat bantuan lo hari ini, Rai." ucap Zea.
"Sama-sama." jawab Raikan.
"Kalo lo mau pulang, pulang aja, Rai. Ini udah larut, lo mesti sekolah besok. Gue ga mau hutang gue ke musuh gue jadi berkali-kali lipat." ujar Zea.
"Lo ngusir dewa penyelamat lo hari ini, heh?" tanya Raikan.
"Bukan gitu, gue kasian aja sama lo, lo bantuin gue bawa ayah gue ke rumah sakit, lo nemenin gue disini buat nungguin ayah gue sampai larut malam kaya gini. Bantuan lo buat gue hari ini cukup disini aja, gue gak mau hutang gue ke musuh gue jadi bertumpuk."jelas Zea.
"Tapi tadi lo bilang lo takut kalo sendirian. Nanti kalo gue pulang, lo ketakutan ga?" tanya Raikan.
"Gak. setakut apapun yang gue rasain, gue tetep harus ngelakuin itu. Gue ga mau ngerepotin musuh gue. Jadi lo pulang aja, Rai." ujar Zea.
"Yaudah, gue pulang. Kalo ada apa-apa atau lo takut sendirian di sini, lo langsung telpon gue, ok?"
"Oke." jawab Zea tersenyum. Senyuman pertama yang Zea berikan kepada Raikan, yang membuat Raikan luluh seketika.
*
1) Halohaii ku kambek wkwk. Krisan dan pendapat aku tunggu, ya. Votenya juga^^
2) Udah pada bosen sama cerita ini belum sejauh ini?
3) Makasih buat 700+ readers! Demi apapun, gue seneng! Ngga nyangka aja, bisa sebanyak itu yang baca. Walaupun votenya masih mengecewakan, sih. Tapi, nope lah wkwk.
4) Makasih buat yang selama ini udah mengikuti perjalanan cerita ini. Ehe(: apalagi buat yang vote wkwk, yang kasih masukan kritik saran dan pendapat apalagi, aku lebih bangga pada kalian wkwk.
5) Fyi, aku udah dua kali unpublish cerita ini buat aku edit dan perbaiki atau menambahi yang kurang atau mengurangi yang lebih/halahribet/plak/ wkwk.
6) Ini aku update cepet, so, selamat membaca^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Blind
Novela JuvenilBagaimana jika seorang bad girl menyukai seorang pria tampan pemegang buku kasus, karena semakin hari semakin dekat? Tapi, bagaimana jika Zea justru menyesal pernah mencintai seorang pria yang bahkan tidak menganggapnya teman? Raikan, pria pertama y...