Bab 4. Kesedihan ini

69 25 0
                                    

Zea menatap bukunya dengan malas, hari ini kebetulan kelasnya jam kosong namun tetap saja diberi setumpuk tugas oleh wali kelas.

'Mending gurunya masuk daripada kalau ngasih tugas banyaknya kayak gini, sakitlah.' Batin Zea.

Zea bukan seorang yang senang bermalas-malasan, setidaknya dulu Zea tidak seperti sekarang ini.

Zea yang dulu bukanlah Zea saat ini, semuanya telah berbeda.

Zea yang rajin, pintar, dan salah satu murid kebanggaan sekolah. Tapi, semuanya berubah setelah mama nya meninggal, menurut Zea seharusnya Reno berada dalam sel penjara, tapi semua malah mengatakan bahwa ibunya bunuh diri.

Zea melihat dengan jelas pisau yang dipegang oleh Reno, mereka bilang bukti bahwa ibunya bunuh diri terdapat dalam rekaman cctv. Zea bahkan tak dapat melihat rekaman itu, Zea tak akan percaya sampai ia melihat bukti itu sendiri.

Zea sangat merindukan ayah dan bundanya yang dulu, duduk dan makan bersama, ayahnya yang selalu tersenyum padanya, ayahnya yang selalu memeluknya dan mencium keningnya setiap malam sebelum tidur, bunda tempatnya bermanja-manja, masakan bunda yang penuh dengan cinta.

Zea ingin mengulang semuanya, Zea tau itu mustahil, tetapi setidaknya Zea masih bisa mengenang semuanya, walau Zea tahu semua takan pernah terulang lagi.

Ya, semua tidak akan pernah terulang lagi. Tak apa, saat ini Zea hanya ingin membayangkan situasi keluarganya saat bundanya masih hidup, Zea ingin berpikir seolah-olah mamanya masih berada disisinya.

Andai saja kalau bundanya masih ada, apa yang sedang ia lakukan saat ini? Memasak bersama? Menonton acara-acara tv kesukaannya? Zea sangat merindukan sosok bundanya....

"WOY ZEA! Kerjain! Bukan malah melamun aja, lo pikir ini sekolah punya nenek moyang lo, apa?" Bentakan Raikan mengagetkan Zea, membuat Zea marah besar, hancur seketika kenangan indahnya.

Matanya berkaca-kaca, dan setetes air mata meluncur turun pada pipi indahnya, membuat Raikan kaget dan merasa bersalah,

Zea segera menghapus air matanya itu, dan berlari keluar dari kelas, dalam hatinya ia sangat mengutuk Raikan.

"Raikan ga akan pernah ngerti, dia ga tau kehidupan gue kayak gimana. Bun, Zea kangen bunda! Di sini, ngga ada yang bisa ngerti Zea, Zea sendirian, bun...." lirih nya.

Kali ini air matanya tak dapat dibendung lagi, ia harus pergi ke tempat sepi.

Taman, ya! Taman sekolah!. Pikir Zea.

Zea berlari menuju taman sekolah dan duduk di bangku taman, duduk menangis seperti anak kecil yang kehilangan mainan. Ia hanya dapat berharap tak ada yang melihatnya saat ia lemah seperti ini.

Raikan yang dipenuhi rasa bersalah berjalan gusar mencari Zea, ia harus menyingkirkan ego dan gengsinya, ia harus meminta maaf pada Zea.

Kaki Raikan membawanya menuju taman sekolah, yang Raikan ketahui bahwa taman itu adalah taman favorit Zea. Raikan mendapati Zea sedang menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, terlihat dengan jelas bahwa gadis itu sedang menangis tersedu-sedu.

Dengan langkah pasti Raikan menghampiri Zea,

"Zea? Maafin Raikan, ya?" kata Raikan lembut, bahkan sangat lembut , Tetapi bahkan Zea enggan untuk menatap Raikan, ia malu, sedih dan marah pada Raikan.

Di luar dugaan, Raikan malah menarik tubuh Zea mendekat kepadanya dan memeluk Zea untuk menenangkannya. Entah mengapa, pelukan Raikan terasa sangat nyaman seperti pelukan mamanya dulu.

"Rai, Zea kangen bunda...." Ucap Zea tanpa sadar.

Raikan tahu yang Zea butuhkan saat ini hanyalah kenyamanan, ia tak melepaskan pelukannya walau ia tahu jika ada yang melihat mereka dalam posisi seperti ini mereka akan mendapat masalah. Raikan tidak peduli, walaupun itu akan menjadi kasus pertamanya.

****

1) Hai... ciee masih setia baca cerita ini wkw. Ini bagiannya Gloria yaps, kalian bisa mampir ke worksnya grizkyananda. Votenya yak jangan lupa ditinggalkan, ehe(:

2) Seperti biasa. Aku masih menunggu kritik dan saran dari kalian di setiap bab cerita LIB.

3) Sorry karna keseringan kelamaan update XD kalian tau, kita itu emang sok sibuk wkwk.

Love Is BlindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang