Bab 7. Dipanggil ke ruang BK

90 19 0
                                    


Raikan segera keluar dari ruang UKS dan berjalan menuju ke ruang BK.

Sesampainya di ruang BK, Raikan mengetuk pintu dan mendapat interupsi agar ia masuk ke dalam ruangan tersebut.

Raikan melangkah masuk dengan perasaan tidak karuan, ini pertama kali dalam sejarah hidupnya ia sampai dipanggil memasuki ruangan ini.

"Permisi, pak Beno. Bapak manggil saya?" tanya Raikan dengan nada yang dibuat sesopan mungkin.

"Duduk!" perintahnya menatap kursi disamping Raikan. Raikan mematuhinya dan duduk di kursi panas itu.

"Ada apa, bapak manggil saya?" tanya Raikan.

"Menurut kamu kenapa saya manggil kamu kesini?" ujar Pak Beno balik bertanya.

"Sa-saya buat kesalahan." jawab Raikan gugup.

"Hmm, itu kamu tahu." ujar pak Beno menatap Raikan intens.

"Kenapa kamu tadi tidak fokus dengan pelajaran saya? Sedang memikirkan apa kamu? Ini pertama kali bagi saya melihat kamu seperti tadi, Raikan. Dan bapak kecewa sama kamu, bahkan kamu sampai membolos di jam pelajaran bapak. Jelaskan, kenapa kamu bersikap seperti tadi?"

"Sa-saya.. Saya tadi itu-- mmh.. Kepala saya pusing pak, jadi saya izin ke toilet, habis dari toilet kepala saya tambah pusing jadi saya ke UKS pak." jelas Raikan.

"Benar begitu?" tanya Pak Beno, Raikan mengangguk mantap walaupun sebenarnya ragu.

"Yasudah kali ini kamu bapak kasih toleransi. Selanjutnya, kalau kamu seperti ini lagi apalagi saat pelajaran bapak, bapak langsung kasih hukuman ke kamu atau bapak panggil orangtua kamu. Mengerti nak, Raikan?"

"Iya pak, terima kasih,"ujar Raikan.

"kalau begitu saya permisi dulu pak."lanjut Raikan.

*

Sejak beberapa hari lalu Zea selalu terlihat sangat kesal. Ia kesal karena sudah beberapa hari ini harus tinggal dengan ayahnya, yang faktanya ia benci karena sebuah kesalah pahaman.

Hari ini sepulang sekolah, Zea tidak langsung kembali ke rumah. Ia mampir ke kafe di dekat sekolahnya, menikmati sajian nikmat yang ia pilih, menyesap dan menghirup caffe latte yang dipesannya.

Di sisi lain, Raikan yang sedang kesal karena bisa bisanya percaya dengan omongan ketua Osis bahkan sampai dipanggil ke ruang BK oleh pak Beno pun meluapkan emosinya dengan mampir di kafe yang juga dikunjungi Zea.

Saat membuka pintu kafe, pandangan Raikan langsung jatuh pada sesosok perempuan yang sedang menyesap dan menhirup kopinya. Entah pemikiran apa yang membawa Raikan berjalan menghampiri Zea.

Sampai di meja tempat Zea menikmati dessert dan kopinya, Raikan duduk di bangku yang kosong di hadapan Zea. Zea terlonjak saat tiba-tiba Raikan sudah duduk di hadapannya.

"Ngapain lo? Masih banyak meja kosong, jauh-jauh lo dari gue!" bentak Zea.

"Terserah gue dong, mau duduk dimana juga." jawab Raikan santai.

"Kok lo ngeselin banget sih? Please, jangan cari masalah sama gue, Rai. Gue lagi ga mood debat sama lu." ujar Zea lemas.

"Kenapa lo? Memprihatinkan amat muka lo." ejek Raikan.

"Sialan lo. Kalo gue lagi ga males debat, udah gue lawan lo." ujar Zea, lalu menenggelamkan kepalanya dalam lipatan tangannya.

"Hh, baru tau gue Zea jadi lemes, biasanya selalu bikin masalah."

"Kalo lo cuma mau ngehina gue, mending lo pergi aja deh, jauh-jauh dari gue. Masih banyak meja kosong, gue lagi males berantem sama lo."ucap Zea.

Raikan berdiri dari bangku nya dan duduk di meja lain dan memesan apa yang dia inginkan.

Setelah selesai menikmati caffe latte, Zea bergegas pulang kerumah ayahnya, karna hari pun sudah mulai sore.

"Eh, non Zea sudah pulang. Ganti baju dulu non, bibi sudah masak makanan kesukaan non." ujar bibi Ika, orang yang merawatnya selama berada di rumah ayahnya setelah ibunya tiada.

"Zea masih kenyang, bi. Nanti kalau laper Zea makan, Zea keatas dulu ya, bi." ujar Zea sopan berbeda dengan ketika ia berbicara dengan ayahnya.

"Iya non." jawab bibi Ika dan melanjutkan aktivitasnya.

*

Hari ini disekolah, jam pelajaran pertama baru saja dimulai sekitar 30 menit yang lalu. Tapi dengan pikiran masa bodonya, Zea tidak ikut belajar. Ia memilih ke taman sekolah yang seperti biasa ia kunjungi.

Zea merogoh saku seragamnya, mengambil sebatang rokok, menyalakan dan menghisapnya sambil memainkan asapnya. Ia memikirkan beban hidupnya yang terlalu berat ia pikul seorang diri, tentang hidupnya, bagaimana ia menjalani hari-harinya dengan kepedihan, masalah yang ia buat seolah tak mengurangi kesedihan yang ia rasakan, bagaimana saat ia teringat kenangan saat ia bahagia dulu.

Memikirkan bahagia, tetapi sulit mendapatkannya. Zea mengharapkan kebahagian yang sama seperti hidupnya dulu, saat bundanya masih hidup di dunia.

Bagaimana ia bisa merasakan kasih sayang kedua orangtua, pelukan mereka, canda tawa mereka, perhatian mereka, masakan bundanya yang lezat, cerita ayah tentang masa kecilnya, dan berbagai hal lainnya.

Kini sulit bagi Zea mendapatkan kebahagianya seperti dulu, sulit bagi Zea merasakan kembali saat-saat itu. Mengenangnya pun sulit untuk menahan airmata agar tidak tumpah.

"Priska Kanaya Zeamanda, 1 Februari. Bolos jam pertama pelajaran dan merokok di taman sekolah. Oke," suara itu mengagetkan Zea.

Zea hapal suara siapa itu. Itu suara milik Ketua kelasnya sekaligus si pemegang buku kasus yang amat dicintai, Raikan.

"Catet aja, gue udah kebal dapet omelan sama ceramah." ujar Zea malas.

"Kapan lo berubah?" tanya Raikan.

"Please, lo selalu kasih gue pertanyaan itu. Gue gatau jawabannya, kalau lo mau nulis kasus gue atau panggil gue ke ruang BK, ga masalah buat gue. Gue udah tahan banting." ujar Zea.

"Oke, permintaan diterima,"ujar Raikan.

"Tunggu sebentar lagi ada panggilan atas nama lo disuruh mengunjungi ruang BK."sambung Raikan dengan nada mengejek.

"Yaudah, sekarang lo pergi dari hadapan gue."

"Ngga bisa." jawab Raikan singkat, Zea mengerutkan dahinya. Seolah mengerti, Raikan kembali berujar.

"Lo harus balik ke kelas, ikut pelajaran selanjutnya. Yakali, lo mau bolos terus tiap jam pelajaran. Udah ayoo balik ke kelas" ujar Raikan menarik tangan Zea.

"Lepas elah! Gue bisa jalan sendiri, tangan gue nanti terkontaminasi di pegang-pegang sama lo, hihh." ucap Zea mengibas lengannya.

"Yaudah cepet balik ke kelas."

"Iya-iya pak tua pemegang buku kasus yang paling gue benci." ujar Zea melangkah mendahului Raikan dan menuju ke kelas mereka.

**

1) Haii... ini bagiannya Vaneshaiueo. Krisan dan pendapatnya akan selalu kutunggu. Vote nya juga, koks.

2) Sorry karna cerita ini masih bertele-tele, jangan bosen yakk, ehe(: bab berikutnya akan ada konflik kecil. So, tunggu aja.

3. Selamat membaca^^ jangan lupa tinggalkan votenya^^

Love Is BlindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang