SARA 5

7.5K 853 8
                                    

Okay baiklah.

Ini adalah lusa dari hari rapat kemarin. Berarti ini adalah hari di mana misi pertamaku dan juga Joseph.

Aku jelas sekali 'tak tau apa yang akan terjadi saat misi nanti. Ini masih jam 3 pagi dan aku sudah membuka mataku sejak 2 jam yang lalu. Entahlah.

Perasaanku tidak enak untuk hari ini.

Setelah proses persiapan misi yang matang kemarin, aku di berikan seragam khusus. Khusus. Sangat khusus. Apalagi sekarang musim dingin. Aku pernah berpikir setebal apakah yang harus aku pakai nanti? Aku hanya berpikir, di tanggal ini pasti sangat dingin di luar sana. Tidak seperti di sini dengan segala kehangatannya.

Ah ya. Dan jangan lupakan hari ulang tahunku. Biasanya ada kado ulang tahun di tempat tidur dari ayah atau Emma. Sekarang? Tidak ada. Sangat tidak ada.

Sedih? Tentu saja aku sedih dan merasa kesal pada diriku sendiri. Tapi harus bagaimana lagi?. Sejak ayah meninggal aku hanya dapat 1 kado dalam setahun. Kado natal tidak di hitung karena itu memang sangat harus ada. Tidak boleh tidak ada. Dan itu tidak se- istimewa hadiah ulang tahun. Hadiah ulang tahun harusnya menjadi satu kenang- kenangan kita jika kita masih bersama orang yang sama setiap tahunnya.

Aku melangkahkan kakiku ke arah jendela besar di depan tempat tidurku. Aku mengambil secangkir teh hangat untuk menemaniku melihat jalanan terang di bawah sana.

Kebetulan tempat tinggal atau asrama untuk di tiduri siswa di sini berada di ujung gedung yang langsung berbatasan dengan jalanan kota. Arga pernah membicarakan ini. Dia bilang jika kita bisa melihat ke arah kota di sana. Tapi orang luar gedung tidak bisa melihat kita. Kaca dan pagar setinggi dua lantai itu di tandai dengan sensor. Sehingga menjadikan beberapa orang tertangkap karena mencoba masuk ke sekolah lewat jalur itu.

Memanjat pagar dan masuk ke sekolah ini tentu saja berbeda dengan memanjat dan melompati pagar sekolah biasa. Hukuman paling berat adalah di asingkan. Dan itu sudah di setujui oleh petinggi di negeri ini.

Aku berada di lantai 6 gedung pencakar langit ini. Masih ada delapan belas lantai lagi ke atas. Entahlah aku belum sempat memeriksa kesana. Sekecil apa orang- orang di bawah jika aku naik delapan belas lantai lagi?

Mataku tertuju pada orang- orang yang tidak terlalu banyak di bawah sana. Lembur? Tidak. Mereka hanya berjalan- jalan. Bersama kekasih, teman- teman ataupun keluarga. Ini masih dalam nuansa natal. Dan itu mungkin terjadi untuk beberapa tahun ke belakang atau bahkan beberapa tahun ke depan, mungkin kejadian ini akan terus ada.

Dengan malas aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Aku rasanya sudah mual melihat sepsang muda- mudi berciuman di pinggir jalan. Pandanganku berhenti, disana ada seorang pria paruh baya. Dengan tas yang ia pegang erat oleh jari jemarinya dan dibantu dengan lengannya. Tapi tiba-tiba seorang mengambil tas itu secara paksa. Merampok lebih tepatnya.

Kau tau apa yang dilakukan pria paruh baya itu?

Dia merogoh belakang jaket tebalnya. Lalu mengeluarkan pistol jenis.. ah entahlah jenis apa. Aku tak melihatnya dengan jelas. Dia mengarahkan ke kaki pencuri itu dan bom si perampok itu lumpuh. Seketika orang- orang mulai mengerubuni perampok itu. Dan melihat pria baruh baya itu memegang gagang pistol mendekat ke arah perampok itu. Mengambil tasnya lagi dan pergi begitu saja. Tidak ada rasa peduli tentu saja.

Aku menggeleng. Begitu kejamkah kota ini?

Aku jarang menemukan hal seperti ini karena aku tinggal di satu wilayah kota dengan keamanan tingkat tengah. Tidak ada penduduk wilayahku yang mempunyai senjata api. Tidak ada yang pernah berkhianat atau bahkan tidak memiliki riwayat kejahatan yang cukup berat.

Ketukan pintu membuatku menoleh dari jalanan ke pintu di sebrang kamar sebelah sana. Aku masih memegang cangkir teh di tangan kananku ketika tangan kiriku membuka pintu, menampakkan sosok Arga dengan senyuman manisnya di depan pintu.

Jaket tebal masih melapisi tubuhnya. Butiran salju masih menempel di jaket dan rambutnya. Tangannya ia lipat ke belakang. Seakan menyembunyikan sesuatu. Ada apa?

"Ada apa?" Tanyaku langsung

"Mm.. kau tidak meyuruhku untuk masuk ke dalam?"

"Oh astaga maafkan aku," aku lupa.

Aku berjalan mundur ke arah sofa yang berhadapan langsung dengan TV layar lebar.

Dia masih tersenyum sambil sesekali melihatku.

"Aku merasa aneh dengan senyumanmu," gumamku pelan

"Ra.." dia menundukkan kepalanya

"Happy Birthday," katanya sambil menunjukkan apa yang dia sembunyikan tadi

Aku cukup terkejut.

Dia membawa bunga di tangan kiri dan satu buah kado di tangan yang lainnya.

Hampir saja aku menumpahkan teh di tangan kananku kalau Arga tidak dengan cepat menahannya.

"Kau suka?" Tanyanya setelah menyimpan cangkir teh di meja

Aku terduduk diam. Aku tidak bisa berkata apa- apa lagi. Ternyata dia ingat hari ulang tahunku. Rasanya aku seperti orang yang berada di atas awan ketika seseorang yang baru saja aku kenal melakukan hal seperti ini.

"Jadi kau keluar?" Kataku pelan sambil menatapnya

Dia mengangguk

"Astaga kau bisa di hukum, Arga."

Dia tersenyum, "kau mengkhawatirkan aku jika aku di hukum oleh Profesor Gamma?"

Aku mengangguk tanda setuju akan ucapannya. Apa dia tidak berpikir jika keluar seperti itu akan menyebabkan dia di hukum. Aku sama sekali tidak mau melihat dia di hukum.

Dia menggeleng lalu mengusap rambutku, "aku sudah meminta izin Profesor."

"Dia mengijinkan?" Aku hanya penasaran.

Kenapa orang- orang sulit keluar dari sini jika Arga bisa dengan mudahnya mendapat ijin dari seorang profesor Gamma. Kalau semudah itu, aku juga nanti akan meminta ijin padanya untuk menemui Emma.

"Ayolah Sara kau banyak bertanya," dia menghela nafas

"Kau tidak mau menerima ini," dia mengangkat tangannya yang kembali memegang 2 benda itu

"Ta.. tapi.."

Tentu saja aku masih penasaran. Aku hanya ingin jawaban yang sangat sederhana untuk pertanyaanku tadi.

"Kau terima atau tidak?"

Katanya sambil menekankan kata- kata yang keluar dari mulutnya

"Dengan senang hati Arga," kataku sambil tersenyum

Tentu saja aku tersenyum tanpa sadar. Oh ayolah ini kado ulang tahun pertamaku dari seorang laki-laki selain ayah.

"Kenapa kau keluar hanya untuk ini?"

Aku melihat dia tersenyum misterius.

Dia bangkit lalu menuju ke dapur di kamarku, mengambil gelas kosong dan menuangkan teh hangat. Aku rasa dia kedinginan. Bodohnya aku tidak menawaran minum pada tamuku.

Aku hanya sudah terpana oleh seorang Arga yang benar- benar penuh kejutan. Aku bahkan tidak mendengar dia berpikir apa. Aku hanya masih terkejut dengan perilakunya yang manis dan ucu dalam waktu bersamaan.

Bisa- bisanya dia keluar hanya untuk memberiku ini.

"Jadi kau mau cerita lengkapnya atau tidak?"

Dia kembali duduk lagi disebelahku.

"Tentu saja aku mau. Cepat ceritakan, aku tidak bisa menunggu lagi."

Romantic SpyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang