SAINARA 8

6.8K 754 3
                                    

Pikirannya benar- benar sangat picik. Dia memanfaatkan Tara sebagai umpan. Sebagai mata- mata untuknya mengetahui beberapa fasilitas dan ruangan masuk ke spy academy milik profesor Gamma. Tara adalah salah satu anggota inti yang mengetahui semua seluk beluk academy. Pastinya si brengsek Ammet ini sangat memanfaatkan Tara.

Dan benar saja bukan? Pikirannya masih bisa terdengar olehku. Pikiran Tara juga terdengar. Arga juga. Ah aku sangat pusing mendengar suara- suara di ruangan ini. Untungnya saja aku cepat bisa mengendalikan keahlianku. Aku mencoba fokus kepada lelaki di depanku saja. Harus aku akui. Pesona Ammet sangatlah memukau. Sangat berbeda. Tampan, tinggi, kulit putih dan badan tegapnya melengkapi semuanya. Pantas saja Tara sangart tergila- gila padanya.

Hampir saja aku terbuai oleh pesonanya.

Memang, fisik bukanlah segalanya.

Fisik menawan tapi hati busuk, apa itu baik? Tentu saja tidak.

Bagaimanapun juga penampilan bisa saja menipu.

Aku mendengar pikiran Arga yang panik setelah mendengarkan suara erangan Tara tadi. Lihat sekarang Tara pingsan. Aku melirik Arga dengan sudut mataku. Pikirannya bisa ku dengar. Jelas sekali.

'Aku melakukan kesalahan apa?'

Ingin sekali aku mengumpat. Jangan sampai aku memecah fokusku dengan dua pria di ruangan ini

Aku belum selesai dengan si brengsek Ammet ini. Ayolah. Fokus Sara! Kau pasti bisa.

"Apa lagi yang kau ketahui gadis kecil?"

"I'm seventeen," desisku kesal.

Aku bukan anak kecil lagi. Tujuh belas tahun. Haruskah aku menempel angka tujuh belas di dahiku agar semua orang tau kalau aku sudah tujuh belas tahun.

"Oh ya. Kau hanya berbeda 3 tahun saja denganku." Dia terkekeh menjengkelkan.

Apa urusannya dengan umur dia?

'Bisa ku jadikan umpan juga anak ini.'

"Jangan berpikir aku mau menjadi seperti Kak Tara. Pikiranmu benar- benar sangat busuk Ammet."

kataku sambil menunjuk pelipisku

"Wow. Kau memanggil Tara dengan Kakak sedangkan dengan aku?"

Aku pikir ini bukanlah masalah sopan santun. Tara adalah seniorku. Tentu saja seorang kakak untukku. Tapi Ammet? hah. Jangan berharap.

"Masalah untukmu?" tanyaku langsung

"Tidak sama sekali," dia tersenyum sinis

'Mati kau anak kecil,' pikirnya lalu mulai menodongku dengan senjatanya padaku.

Sebelum dia bisa menembakku, aku sudah menembaknya duluan. Tepat di paha atasnya.

Dia menggerang. Kesakitan? Ya jelas saja. Rasanya akan seperti bahan besi panas yang di tempelkan langsung ke kulitmu sampai menembus ke dalam. Kira- kira seperti itulah rasanya jika kau ingin tau. Aku juga mendengarnya dari orang. Aku belum pernah mengalaminya. Dan aku harap jangan sampai benar- benar mengalaminya.

Bagaimanapun juga dia akan menembakku. Jadi tidak salahnya aku menembaknya duluan.

"Kau.. bastard kecil sialan!" Ucapnya memenggangi paha yang tadi aku tembak dengan pistolku.

Baguslah dia mengumpat padaku

"Kau tidak mau merasakan sakit?" Desisku bertanya agar Ammet punya tingkat jera.

"Kau gila?" Katanya

"Aku bisa membuatmu tidak merasakan sakit sama sekali," ucapku berjalan mendekatinya masih dengan pistol yang aku todongkan

"Aku bisa menembakmu di sini jika kau mau," kataku menunjuk dada kirinya dengan pistolku

Pistolku bergerak menuju dahinya, "atau di sini. Sepertinya akan sangat menyenangkan."

Aku tersenyum miring.

"Kau ingin membunuhku?" Desisnya sambil menahan ringisan karena pahanya

"Tentu, wajahmu pantas untuk di bunuh Derto," ujarku

"Kau mau aku melakukan sekarang? Apa nanti aja setelah kak Tara sadar?" Tanyaku dengan cepat

Terdengar seperti psikopat huh?

Baiklah.

Anggaplah seperti itu.

"Aku berjanji akan melakukannya dengan cepat supaya kau tidak merasakan sakitnya."

"Kau.." dia menodongkan pistol ke keningku seperti tadi aku lakukan

Aku tidak mundur. Aku sudah tau pelurunya habis tidak tersisa. Pikirannya masih terdengar.

"Kau lucu." Aku terkekeh

Aku menangkis pistolnya dengan tangan kiri yang kosong dengan senjata.

Dia tidak melakukan perlawanan apapun setelah aku membanting dan menahan lengannya ke belakang agar tidak bisa bergerak lagi. Aku rasa dia kesakitan dengan luka tembak di pahanya. Oh ayolah. Bahkan peluru itu tidak menembus ke belakang pahanya.

"Kau bisa membantuku di sini, Ra?" Itu suara Arga

Aku kini beralih pada Arga yang tengah membalut paha Tara. Sedangkan Tara sendiri belum sadar dari pingsannya. Mungkin dia kekurangan darah di dalam tubuhnya. Oh ayolah Tara. Haruskah aku membawamu dengan kondisi seperti ini?

Aku mencoba menghubungi Rico. Come on, Rico kau sedang di butuhkan sekarang.

"Ric, kau bisa mendengarku? Jos, oh ayolah tolong. Aku perlu bantuan kalian."

Yang terdengar hanyakah suara bunyi- bunyian di chip yang tersambung pada Rico dan Joseph. Entahlah apa. Suara bom dan masih terdengar suara tembakan- tembakan yang bersahutan. Ada yang tidak beres dengan akademi. Salah satunya hubungan jalur ini. Bukankah harus dihubungkan dulu oelh Rico baru bisa berhubungan. Rico tidak menjawab bagaimana ini bisa terhubung.

"Rico!" Bentakku

"Tidak ada gunanya kau menghubunginya," desisan Tara membuatku langsung berlutut menatapnya

"Ah syukurlah kau sadar sekarang." Itu Arga

Tara masih meringis kesakitan. Untungnya Arga membawa obat penghilang rasa sakit di saku celananya. Aku merebutnya lalu segera menusukkan jarum yang akan menjadi pengantar obat penghilang rasa sakit itu ke dalam tubuh Tara.

"Ba.. bagaimana dengan Ammet?"

"Kau tau? Pikirannya picik," ujarku sambil memalingkan tatapanku ke arah Ammet yang jatuh tersungkur tidak jauh dari tempatku terduduk

"Pi.. pi.. pikirannya maksudmu?" Tara lagi

"Ya," ujarku singkat

"Kau bis-"

"Dia bisa Tara. Dan cukuplah berbicara. Kita akan keluar dari sini," itu Arga

"Dan keluar dengan cepat tentu saja." Kataku pada Arga dan Tara yang diangguki oleh mereka bedua.

Tatapan Tara pada awalnya seperti tatapan tidak percaya padaku.

Dia hanya diam tanpa banyak bertanya dan berkata apapun.

"Aku merasa ada yang tidak beres di akademi," ujarku pelan

"Aku juga merasakan apa yang kau rasakan Ra."

Aku mengangguk kecil. Arga membantu Tara berdiri dan memapahnya. Aku menodongkan pistolku ke arah di depanku agar yakin tempat ini sudah di bersihkan. Dan aku butuh kendaraan sekarang.

Oh dan jangan lupakan para penjaga di gerbang rumah Ammet yang telah aku habisi. Dan lihat? Ada mobil Van di depan. Aku rasa aku bisa mengemudikannya. Semoga saja belum sangat terlambat. Dan aku bisa memenuhi janji pada Rico dan juga membantu anggota di sana.

Aku rasa tidak akan sama dengan waktu aku pergi dari sana. Bisa jadi menjadi lebih para daripada sebelumnya.

Romantic SpyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang