Part 25

12.6K 1.1K 32
                                    

(Namakamu) menatap rumah megah yang berada di hadapannya. Eh, rumah ini mengapa ramai sekali? Orang-orang yang memakai pakain berwarna hitam memasuki rumah tersebut.

(Namakamu) menatap sekelilingnya. Dan matanya berhenti pada bendera kuning yang berada di depan pagar rumah Ari.

Bendera kuning? Itu tandanya ada yang meninggal kan? Tapi siapa yang meninggal? Dan mengapa benderanya berada tepat didepan rumah Ari?

Jangan bilang kalau....

Dengan cepat (Namakamu) berlari memasuki rumah Ari. Langkahnya terasa bergetar.

Saat berada tepat didepan pintu rumah Ari, (Namakamu) langsung terdiam mematung melihat apa yang ada didepannya. Dan tanpa disuruh air matanya turun begitu saja.

Benarkah apa yang ia lihat sekarang ini? Oh, God! Ini tidak mungkin.

"Permisi." Ucap (Namakamu) kepada wanita paruh baya yang menghalangi jalannya.

Mata (Namakamu) menatap seorang lelaki yang duduk di dekat jenazah. Bukan kah itu Ari?

Ya Tuhan, terima kasih banyak, Batin (Namakamu). Dia sangat bersyukur dan merasa lega karena semuanya tidak seperti yang dia bayangkan. Ari-nya masih hidup.

"Ari, ayo nak bangun, jenazah Mama kamu harus di makamkan." Ujar seorang pria paruh baya, Adrian Irham Wijaya-Ayah Ari-

Ari tidak merespon apa pun. Lelaki itu hanya diam sambil menatap jenazah Ibunya dengan pandangan kosong.

(Namakamu) yang duduk tak jauh dari Ari merasa iba melihat itu semua. Dia ingin mendekati Ari, namun sepertinya lelaki itu sedang tidak ingin di ganggu oleh siapa pun.

"Ari, bangun nak." Ucap Adrian lagi. Ari menatap Ayahnya sebentar sebelum melihat jenazah ibunya lagi.

Kenapa Mama harus ninggalin Ari secepat ini? Batin Ari. Lelaki itu mengecup kening Ibunya cukup lama dan segera bangkit dari duduknya, membiarkan orang-orang mengangkat jenazah Ibunya.

Semoga tenang di alam sana, Ma. Ari sayang Mama.

(Namakamu) yang melihat Ari sudah bangkit pun langsung berjalan menghampiri lelaki itu.

"Hai, Ri." Sapa (Namakamu) dengan suara bergetar.

Ari menoleh dan terkejut melihat (Namakamu) yang berdiri si hadapannya. "(Namakamu)..."

(Namakamu) tersenyum tipis. "Ya, Ri."

"(Namakamu)..."

"Ya, aku disini, Ri."

"(Namakamu)..." lagi lagi Ari hanya menggumamkan namanya. Namun, sedetik kemudian lelaki itu merengkuh tubuh (Namakamu) kedalam dekapannya. "(Namakamu)..." gumamnya lagi.

(Namakamu) membalas pelukan Ari. Dia tahu bahwa kini Ari sedang membutuhkan tempat sandaran untuk berbagi kesedihan. "Kamu tenang, Ri, aku ada disini."

"Mama-" Ari menjeda ucapannya.

"Aku percaya, kamu pasti kuat nerima ini semua." Ucap (Namakamu) sambil mengelus punggung Ari.

"Ari," (Namakamu) melepaskan pelukannya saat seseorang memanggil Ari. Dia tersenyum kaku saat melihat Ayah Ari berdiri di belakangnya. "Hallo, om. Aku turut berduka cita atas kepergian Tante Rani." ucapnya.

Ayah Ari-Adrian, tersenyum tipis dan berkata. "Terima kasih, (Namakamu)." ujarnya. "Ri, kita harus ke pemakaman Mama. Oh ya, kamu ikut kan (Namakamu)?"

(Namakamu) tersenyum dan menganggum. "Iya, om, aku ikut kok."

"Yaudah ayo." Ajak Adrian.

"Ayo, Ri." (Namakamu) menggandeng tangan Ari untuk berjalan mengikuti Adrian.

My GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang