Aku paling deg-degan buat menulis bab ini. Karena aku menyatukan dua dunia. *aduh bahasanya*.
Terus karena ini semua tulisan kejar tayang yang tidak diedit sama sekali, bakal ada banyak logika yang bolong, karakter yang kurang konsisten dan segala macamnya. Jadi, kalau ada masukan atau bagian yang harus direvisi, atau bahkan request, silakan saja ya. :)
Bab ini pendek, tapi... deg-degan nulisnya.
===
Setelah pulang dari rumah Bayu, Linda tiba-tiba merasa begitu capek. Mungkin karena dia menangis. Gadis itu meletakkan buku yang dia pinjam dari Bayu di rak buku kamarnya, kemudian berbaring hingga matahari condong ke barat dan buku itu terlupakan begitu saja.
Saat gadis itu terbangun, langit sudah berubah warna menjadi jingga gelap. Angin semilir yang berembus menerobos jendela kacanya pun sudah berubah dingin.
Saat dia turun ke lantai bawah, Suster Lastri sedang mengangkat jemuran dan melipatnya untuk diseterika besok. Linda mandi dan kemudian duduk di teras, menunggu makan malam. Suara jangkrik terdengar keras saat gadis itu mengutak-atik ponselnya lagi, menyesal kenapa dia tidak membawa buku yang tadi dia pinjam dari Bayu ke bawah untuk dia baca di sini. Sekarang dia malas ke lantai atas lagi untuk mengambilnya. Mungkin besok.
Tiba-tiba Linda melihat sebuah gerakan lagi di bawah pohon mangga. Terlihat samar, tapi jelas-jelas ada dua orang di sana. Mereka seperti sebuah bayangan berwarna-warni, tembus pandang seperti asap, tapi jelas-jelas berbentuk manusia, seorang pemuda dan seorang gadis. Hanya saja, kali ini mereka tidak sedang memandang ke arahnya. Kedua orang itu tampak beranjak dari sana. Bulu kuduk Linda sudah tidak merinding lagi, mungkin terlalu terbiasa melihat mereka berdua.
Keduanya melangkah menuju pintu gerbang rumah neneknya, dan keluar.
Jantung Linda berdebar. Apa setelah ini mereka berdua tidak akan mengganggunya lagi? Semoga saja begitu.
Mendesah, Linda beranjak dari teras. Lampu teras tiba-tiba menyala karena dinyalakan dari dalam. Mungkin Suster Lastri yang menyalakannya.
Linda masuk ke rumah, suster itu sedang menelepon seseorang.
"... Tapi dia tambah parah, Bu," ujarnya. "Beberapa hari ini dia ngotot melihat sesuatu di bawah pohon mangga, padahal nggak ada. Saya takut, Bu!"
Jantung Linda serasa merosot. Pasti itu ibunya, dan suster itu sedang melaporkannya.
"... Menurut saya lebih baik dipindah saja dari rumah ini. Kasihan."
Suster itu kembali terdiam.
"... Rumah Sakit Jiwa, Bu"
Linda memelotot. Dia tidak gila!
"... Ya mau gimana lagi, Bu? Panti rehabilitasi biasa mana bisa mengatasi sakit jiwa? Jalan satu-satunya ya cuma—"
Linda sudah tidak mendengarkannya lagi. Dia menghambur keluar, membanting pintu depan, dan berlari ke rumah Bayu.
Kenapa ibunya begitu ingin mengatur dirinya? Rumah sakit jiwa katanya? Linda tidak gila! Dia tidak gila! DIA TIDAK GILA!
Bayu pasti mengerti. Pemuda itu pasti mengerti apa yang dia rasakan, asal Linda menceritakan semuanya. Iya, itu akan seperti sebuah sesi terapi.
Namun gadis itu terhenti di dekat gerbang rumah Bayu. Gadis itu terpaksa menyembunyikan dirinya di balik tembok karena Bayu terlihat sedang berbincang.
Dengan dua bayangan itu.
"... Dia akan kehilangan kewarasan kalau tidak segera kami bawa," si pemuda bayangan berkata tegas. "Dan kamu harus segera lapor ke pusat. Ini sudah lima tahun, Bayu."
Bayu diam saja. Terlihat jelas pemuda itu sedang mengertakkan giginya, mengeraskan rahangnya, dan terlihat gusar.
"Aku bilang, beri aku waktu," ujar Bayu. "Gadis itu tidak tahu. Dia harus tahu."
"Dan bagaimana caramu memberi tahu?" Pemuda bayangan itu menantang. "Kapan? Saat dia sudah gila?"
Mereka membicarakannya. Linda tahu mereka sedang membicarakan dirinya. Kegilaannya. Tidak. Dia tidak gila. Mana ada orang gila yang mempertanyakan kewarasannya? Orang gila tidak bertanya-tanya. Orang gila hanya... gila.
Dia tidak gila. Benar, kan?
"Kalau sampai itu terjadi, gadis itu harus mati."
"Aku tidak akan membiarkan dia menjadi gila, Surya." Bayu berkata tegas. "Aku sudah menjaga ibuku selama lima tahun, dan beliau tidak kehilangan kewarasannya."
"Kamu bermain-main dengan api!" Pemuda bayangan itu, Surya sekarang menaikkan nada suaranya, seolah frustasi.
Linda tidak bisa mendengar ini semua lagi. Dia harus kabur.
Bersambung...
Siapa Surya?
Yang sudah baca "Sayap-Sayap Kecil", pasti tahu siapa Surya. Jadi... astaga. Kalau ada Surya, pasti gadis berambut panjang di sebelahnya adalah... yah, kalian tahu siapa dia.
Untuk selanjutnya, berhubung Linda lagi kabur entah ke mana, sisi siapa yang ingin kalian baca?
1. Bayu
2. Surya
3. Gadis berambut panjang
Dan jujur, aku sendiri nggak tahu mau kubawa ke mana ceritanya! >.< Ini pun aku sudah nggak tahu lagi apa genrenya. Romance, iya. Fantasi, iya. Horror, mungkin sedikit.
Sekalian aja, Ini Surya. Jreng! Logan Lerman, tapi kurang lesung pipitnya. Tinggi, rambut acak-acakan, berlesung pipit. Umur... nggak ada yang tahu Surya umur berapa. Meskipun di naskah asli dia orang asia, entah kenapa setiap nulis tentang Surya, aku bayanginnya Percy Jackson. Hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Glass Shattered (Completed)
FantasyLinda selalu menuruti keinginan orangtuanya. Bahkan kali ini pun, dia dipaksa tinggal di rumah Oma Lusi, neneknya, di sebuah kota kecil di Jawa Timur, mengabaikan kenyataan bahwa Linda sudah menderita depresi. Ibunya memaksa gadis itu untuk merawat...