Bab 8

603 55 10
                                    



"Tiga tahun lalu, Oma Lusi masih tinggal sendirian. Kadang dia mengajakku untuk makan malam bersamanya." Suara Bayu serak, seolah ada sesuatu yang menghalangi pemuda itu untuk bercerita, seolah dia begitu enggan untuk menceritakannya, dan dia berharap agar Linda kali ini tidak kehilangan ingatannya lagi untuk yang kedua kalinya.

"Kemudian kemarin lusa, tepat tiga tahun yang lalu, kamu datang ke rumah Oma Lusi."

Tapi tampaknya harapannya hanya tinggal harapan. Linda menatapnya tanpa ada tanda-tanda mengingat kejadian tiga tahun lalu.

Sialan, Bayu memaki dalam hatinya. Dia ingin bisa mentertawakan keadaannya saat ini, membuatnya sebagai sebuah lelucon, tapi dia tidak bisa. Ini sama sekali tidak lucu.

Bayu mengertakkan giginya. Dia tidak tahu apa yang sedang gadis itu pikirkan, atau apa yang akan gadis itu lakukan setelah mendengar semua ceritanya. Apa gadis itu akan percaya padanya? Bahkan Bayu sudah ingin terbahak membayangkan dirinya menjelaskan semua ini kepada Linda.

"Aku... aku tidak ingat semuanya," kata Linda ragu. Matanya mengerjap. Tentu saja gadis itu tidak ingat.

Bayu tersenyum canggung, pasrah.

"Kamu kelihatan... astaga, aku nggak tahu kata apa yang pantas untuk menggambarkan kamu waktu itu," lanjut Bayu, kemudian dia memasang wajah datar. "Kamu seperti ini." Dia mengerutkan keningnya dalam-dalam, menurunkan kedua ujung bibirnya, dan menatap Linda.

Gadis itu mendengus, nyaris tertawa.

"Sungguh!" Bayu tersenyum. Kamu kelihatan seperti habis makan jeruk lemon yang kecut banget."

"Aku depresi!" protes Linda. "Apa yang kamu harapkan dari orang yang depresi?"

Bayu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kemudian nyengir. Cengiran nyaris usil seperti biasanya. Mendengar gadis itu tertawa saja sudah membuat pemuda itu senang.

"Aku sampai kaget waktu itu, tahu. Soalnya aku ingat kamu gadis yang tomboy, nggak bisa diam, dan selalu menantang anak-anak cowok untuk berkelahi, bahkan untuk masalah sepele sekali pun. Ingat?"

Linda mendengus dan tersenyum. Gadis itu ingat seperti apa dirinya waktu kecil dulu. Nakal, tidak bisa diatur. Sampai suatu hari mamanya tahu bagaimana cara mengatur Linda. Dengan kemoceng. Ibunya akan menggebukinya sampai Linda tidak tahu lagi apa yang diperbuatnya hingga layak untuk digebuki seperti itu. Yang dia tahu adalah, dia harus menurut kepada ibunya. Apa pun yang dikatakan ibunya adalah hal mutlak yang tidak bisa dia bantah. Jika dia membantahnya, kemoceng itu akan mendarat di pantatnya hingga keesokan harinya dia akan begitu kesakitan sampai tidak nyaman untuk duduk.

"Perubahanmu membuatku kaget." Bayu berhenti, menarik napas yang terasa berat. "Aku seperti nggak kenal kamu lagi di hari pertamamu, tapi aku ingat kamu. Aku ingat dulu aku suka dengan seorang gadis yang nggak berteriak waktu roknya kusibak. Aku suka seorang gadis yang mengejarku ke mana-mana, mengayun-ayunkan kepalan tangannya untuk membantaiku. Kemudian aku akan berguling-guling di tanah, berpura-pura kalah dan membiarkan gadis itu berkacak pinggang penuh kemenangan.

"Hari itu, seolah sudah nggak ada lagi gadis itu di dalam dirimu. Tapi, kamu tertawa sebentar waktu aku bercerita tentang masa lalu," ujar Bayu mengenang, nyengir. "Dan itulah persisnya yang kamu lakukan di tahun berikutnya, dan kemarin lusa. Dan aku melihat teman masa kecilku sekali lagi, meskipun hanya sekilas. Dan saat itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk membawa gadis kecil itu keluar dari persembunyiannya."

Linda masih tercenung, terlihat berusaha untuk mencerna apa yang Bayu katakan. Dulu, Bayu pernah mengatakan hal yang sama kepada Linda tentang hal ini dan gadis itu berkata bahwa itu pertama kalinya dia merasa diterima, sesuatu yang sudah lama tidak dia rasakan. Kemudian Linda akan berkata bahwa Bayu berhasil membawa Linda keluar, dan gadis itu menyandarkan kepalanya di pundak Bayu. Mereka akan duduk seperti itu dalam waktu yang lama dengan tangan yang saling berpegangan.

When the Glass Shattered (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang