Sasha's POV
Setelah kejadian hari itu, aku merasa Edgar semakin perhatian padaku. Yahh..walaupun kadang sifat tidak pedulinya keluar, yang membuatku sangat jengkel. Dia masih tidak memberiku penjelasan tentang maksud dari kalimat yang ia ucapkan itu, sebenarnya aku sangat penasaran tapi sepertinya Edgar tak akan mau menjelaskannya.
Ohya, hari ini aku dan Edgar berkunjung ke butik milik teman mama untuk melihat baju pengantin. Edgar sudah memilih tuxedo yang pastinya nanti akan serasi dengan gaunku. Sementara aku masih bingung memilih salah satu dari tiga buah gaun pengantin yang sama-sama terlihat cantik. Kali ini aku harus memilihnya secara cermat, pasalnya ini adalah momen yang hanya terjadi satu kali dalam hidupku. Kau tau, pernikahan bukanlah hal yang pantas untuk dijadikan mainan, ini adalah peristiwa sakral, setidaknya bagiku. Dan aku juga berharap, Edgar tidak seperti mantan calon tunanganku itu yang aku tidak mau sebutkan namanya. Hfftt..ini benar-benar membuatku gelisah.
"Jadi?" tanya tante Ira yang sejak tadi ikut memperhatikan tiga gaun yang disodorkan padaku itu. Aku melirik dari sudut mataku lalu kembali menatap ke depan. Aku menyukai gaun di tengah yang mempunyai sarung tangan panjang, tapi bagian dadanya terlalu terbuka. Bagaimana dengan yang di kanan, cukup bagus, tapi kainnya menutupi hingga leher dan tidak mempunyai lengan. Kalau yang dikiri..modelnya cukup bagus.
"Yang itu saja", bisik Edgar yang entah sejak kapan berdiri tepat di belakangku. Dia menunjuk kearah gaun yang berada di sebelah kiri itu.
Aku berpikir sejenak, sebelum menjentikkan jariku. "Yang kiri, tante" ucapku pada akhirnya yang disambut helaan napas oleh Edgar.
Tante Ira tersenyum simpul lalu menyuruh pegawainya mengembalikan dua gaun yang tidak ku pilih.
"Pilihan yang sangat bagus," ujar tante Ira sembari melipat gaun dan tuxedo milik Edgar dan memasukkannya ke dalam kotak persegi berbeda yang sama-sama besar. "Tante sudah memasukkan heels dan sepatu Edgar di masing-masing kotak".
"Makasih tan" aku mengambil kotak itu lalu mengekori Edgar yang sudah berjalan lebih dahulu. Aku memperhatikan punggungnya dadi belakang. Masih dibaluti pakaian kerjanya, pria ini sangat terlihat berwibawa.
Hhh ada untungnya juga dijodohkan dengan Edgar, dia tampan, baik, hampir sempurna dimataku. Tunggu..tunggu, sejak kapan aku terus memujinya seperti ini?
Jangan berpikiran yang aneh-aneh. Aku belum memberikan rasa cintaku pada sosok pria ini. Eakk..
Aku hanya suka memandangi wajahnya, karena ia tampan tentunya.Tiba-tiba pria ini menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap ke arahku.
"Sampai kapan mau berjalan di belakangku?", tanyanya, dengan wajah datar, penuh aura intimidasi. Aku terdiam sejenak sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
Kedua kakinya berjalan mendekatiku dan mengambil dua buah kotak tempat pakaian kami. Sementara tangan kanannya menggenggam tangan kiriku. Ini benar-benar gawat, hanya hal sekecil ini saja jantungku sudah berdebar kencang. Rasanya berbeda saat bergandengam dengan mantan calon tunanganku itu.
Aku berjalan menunduk mengikuti kemanapun arah Edgar pergi. Suasana diantara kami benar-benad canggung. Aku semakin merasa gugup saat beberapa orang yang kami lewati membisikkan sesuatu. Mungkin mereka akan mengatakan kami seperti Beauty and The Beast, tapi terbalik. Tungguu..aku kan lumayan cantik, haha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Boss ( PAUSED )
Любовные романы#120 ROMANCE [092616] "Pertama, kita harus beda tempat tidur. Kedua, ga boleh pegang-pegang. Ketiga, dilarang mencampuri urusan pribadi masing-masing," Pria itu menyunggingkan senyuman tipis sebelum meletakkan selembar kertas di atas meja. "Kalau be...