Seventh

317 31 0
                                        


••

C h a p t e r   7

••

H o w   C a n   I   D e c i d e


W h a t ' s   R i g h t ?

••

  Kini aku kembali membuka sayatan permasalahan yang telah kualami di sekolah tadi. Entah sudah berapa kali aku mengulang kejadian itu dalam otakku. Tujuanku mengulangnya adalah demi mencapai suatu kesimpulan yang berarti.

  Namun ternyata yang terjadi justru aku semakin berpikir rumit. Sebenarnya aku sudah memprediksi kalau akhirnya pasti akan kupikirkan sampai kepalaku pening. Yah, walau begitu, aku tetap tak bisa berhenti memikirkannya.

  Oke, aku telah melakukan percobaan tentang kemampuan yang kusebut Chronokinesis. Hasilnya, aku memang dapat memanipulasi waktu. Kemungkinan besar, itu mulai terjadi bila aku benar-benar membutuhkannya atau menginginkannya.

  Contohnya, tadi aku berharap agar tak ada orang yang menyadari lamunanku, itu berarti secara tidak langsung, aku ingin menghentikan waktu. Lalu saat aku panik dan ingin semua berjalan normal, dalam sekejap aku kembali ke aliran waktu yang sama dengan mereka.

  Aku pun tersadar apa karunia yang Halsey maksud.

  Namun saat aku terus mencobanya untuk sekadar iseng, aku sama sekali tak mampu melakukannya.

  Terakhir, adalah saat aku sangat haus, padahal belum tiba waktu istirahat. Ketika aku terus memperhatikan jam dinding, waktu mendadak berhenti. Tetapi aku tak segera meminum sesuatu. Aku meniup pensil yang ada di mejaku, pensilnya tak merespon tiupanku. Setelah aku menyentuhnya dengan jariku, pensil itu bergerak sesuai arah tiupanku tanpa harus kutiup lagi. Sampai pensil itu jatuh dari mejaku. Menimbulkan bunyi jatuh yang masuk ke gendang telingaku.

  Dengan cepat, aku membuka tasku dan minum dari botol yang kubawa. Lalu aku terus menunggu, sampai waktu kembali berjalan normal. Tanpa menginginkan kembalinya waktu, aku terus memandangi jam. Kuperhatikan satu jarum yang menunjukkan detiknya. Tak berubah sama sekali seperti saat waktu berhenti.

  Kuperkirakan belum sampai satu menit, semua telah kembali berjalan normal tanpa kuharapkan. Lalu aku bertanya pada Hillary.

  "Apa kau tahu di mana pensilku?" Ia tampak mengedarkan pandangannya. Kemudian saat ia hendak mengambilnya untukku, aku langsung mencegahnya dan mengambilnya sendiri. Yah, ini adalah kebiasaanku. Tidak suka bergantung pada orang lain.

  "Kau tahu, aku ingat kalau tadi kau sedang memainkan pensilmu dan meletakkannya di mejamu. Tapi kenapa pensilnya jatuh tiba-tiba? Bunyinya pun tak terdengar dalam suasana setenang--" Mataku langsung mengarah pada guru yang sedang melihat ke arah kami. Mengisyaratkan agar Hillary terdiam dan memperhatikan guru tersebut. Ya, hal ini untuk mencegah guru itu memberi predikat C untuk nilai sikap kami.

  Setelah memastikan suasana aman, aku memundurkan punggungku sambil berbisik ke Hillary. Namun tetap dengan sikap seolah sedang memperhatikan guru. Hanya bibirku saja yang bergerak kala itu.

Aetheverdel ( H I A T U S )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang