•••
•
C h a p t e r 1 0
•
••
•
E v l o x a n d E v l o x e r
•
••
•
"Argh!"
Tanganku bergesekan dengan syaraf-syaraf tajam yang ada di sebelah kananku. Mungkin sebentar lagi tubuhku akan mencapai dasar dari bungkusan berbentuk aneh ini. Ya, dasarnya adalah tulang dan syaraf tajam itu. Aku masih dan terus akan memejamkan mataku. Sebab, aku tak ingin mati dengan mata terbuka nantinya.
Detak jantungku melambat. Aku dapat merasakan betapa lemasnya tubuhku saat ini. Dan aku juga dapat merasakan perihnya syaraf berduri itu merobek kulitku. Namun aku tak dapat memekik kesakitan lagi.
Jeritan tercekat di kerongkonganku. Menciptakan ratap kesunyian tanpa seijin otakku. Ratap yang merobek ke dalam batinku. Secara paksa, ia menggali dan merogoh segala emosi yang kukubur selama ini. Lalu ratap itu mencincang segala macam jenis emosi yang ada.
Kebencian.
Depresi.
Penyesalan.
Ratap kesunyian menemukan 3 emosi tersebut. Lalu ia mengirimkannya ke otakku. Menjejalkan otakku dengan emosi negatif.
Hanya satu yang tersisa.
Rasa sakit tak terdefinisi.
Tetesan air mata meluncur ke pipiku. Meluapkan rasa sakit tak tertahankan. Aku menangis dalam hening. Tanpa seorang pun mengetahuinya.
Namun entah kenapa, aku tak kunjung mencapai dasar atau pun merasakan kulitku yang beradu dengan syaraf berduri atau tulang tajam lagi. Belaian tangan yang lembut menggenggam tanganku. Mungkin tangan malaikat.
Aku tersenyum miris.
Seperti inikah aku mati? Meninggal dalam tangis hening dan kulit yang robek dimana-mana? Dengan jutaan misteri tak terpecahkan tentang Aetheverdel, dunia dan diriku? Pergi dari dunia yang kumanipulasi waktunya?
Dengan segera sudut pandangku yang lain berkata.
Terlepas dari semuanya ... Bukankah ini yang kumau? Mati muda dengan cepat? Tak perlu merasa sakit hati lagi?
Pikiran lain pun datang.
Tapi kenapa aku merasa ingin kembali hidup? Masih banyak hal yang belum kuselesaikan. Aku tak tahu pasti apa itu, tapi aku merasa ... ada banyak hal yang harus kuselesaikan.
Sisi lain diriku bertanya.
Lalu apa yang kau mau? Kesempatan kedua?
Hati nuraniku menjawab.
Kumohon ... Berikan itu padaku ...
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aetheverdel ( H I A T U S )
FantasyAku tak pernah percaya pada teleportasi atau pun mesin waktu. Sebab aku tahu bahwa mereka hanyalah fantasi. Terjebak oleh ilusi dan realita. Tersesat oleh interpretasiku sendiri. Opini menjadi fakta. Dan fakta menjadi opini. Aetheverdel. Entah ini...