•••
•
C h a p t e r 8
•
••
•
V i a l l o r e
•
••
•
"Ada apa?" tanyanya dengan suara khas miliknya yang lembut. Ekspresi kekagumanku berubah. Raut wajahku yang datar melirik Halsey.
"Ada apa kau bilang?!" sahutku sarkastik. Aku menatapnya tajam lalu berkata lagi.
"Kau bilang kau mengenalku? Seharusnya kau tahu apa yang sedang kupikirkan,"
"Otakmu pasti menyiapkan berbagai macam pertanyaan yang harus kujawab dengan jujur," jawabnya cepat di luar dugaanku.
"Contohnya?" Mataku menyipit. Menunjukkan rasa curiga.
"Apakah ini nyata atau halusinasi? Apa maksud dari Aetheverdel? Bagaimana mungkin tubuhku bisa masuk ke sini? Kenapa kau mengaku mengenalku?--" ujarnya cepat dengan logat bahasa, ekspresi wajah, dan gaya yang sepertiku. Sungguh, dia mirip denganku bila seperti ini. Bahkan contoh yang ia berikan sangat akurat.
Saat itulah aku menyadari bahwa Halsey pasti bisa menjadi menyebalkan sepertiku.
Aku pun langsung memotong ucapannya.
"Oke, oke. Aku percaya. Sekarang apa?"
Halsey tersenyum sambil berlalu. Aku hanya terpaku. Menikmati suasana langka ini.
Maksudku, tempat ini memiliki tampilan yang serupa dengan Bumi. Namun, suasananya berbeda. Keadaan langit saat ini cerah berawan. Awan di sini berbentuk lebih abstrak dibanding segala awan yang pernah kulihat di Bumi.
Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Suasana yang damai. Kebebasan yang tak terungkap.
Beberapa detik lamunanku melayang, aku merasakan tatapan yang mengarah padaku. Ya, dia adalah Halsey. Seolah ia berkata 'ikuti aku'. Aku pun memutuskan untuk menyudahi acara menikmati pemandangan.
Saat aku berjalan bersamaan dengannya, aku mencuri pandang ke arah air terjun. Air terjun itu yang memikat mataku saat pertama kali tiba di sini. Entah seberapa ketinggiannya. Yang jelas, tingginya jauh melebihi air terjun tertinggi di dunia.
Air terjun itu berkelip. Seperti melihat bintang dengan jumlah tak terhitung. Namun cahayanya berwarna biru cerah berpadu dengan biru tua yang mengkilat. Air yang mengalir di bawahnya juga berwarna biru mengkilat bila tersibak.
Bahkan terlihat banyak tetesan air yang berbentuk seperti bintang berekor berwarna oranye dengan cahaya putih di ujung bawahnya.
Mengagumkan ...
"Jadi kau ingin memandanginya sepanjang waktu atau mendengar penjelasanku?" Aku berkedip refleks.
Sesuai dugaan, dia menyebalkan sepertiku. Aku pun langsung melirik tajam ke arahnya. Tapi dia justru tertawa renyah.
Sungguh menyebalkan.
"Tapi kau suka dengan sikapku yang seperti ini bukan?"
"Tidak juga." Mataku menatap ke arah depan sambil memutar bola mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aetheverdel ( H I A T U S )
FantasíaAku tak pernah percaya pada teleportasi atau pun mesin waktu. Sebab aku tahu bahwa mereka hanyalah fantasi. Terjebak oleh ilusi dan realita. Tersesat oleh interpretasiku sendiri. Opini menjadi fakta. Dan fakta menjadi opini. Aetheverdel. Entah ini...