Dua Puluh Satu

1.4K 281 42
                                    

You meet thousands of people, and then you meet one person, and your life is changed forever. - Love and Other Drugs


***

Gue nggak mau buang-buang waktu lagi. Gue harus ketemu sama Michael. Gue harus ngungkapin perasaan gue ke dia. Dan walaupun resikonya besar, I mean, gue nggak pernah bisa bilang kalau Michael itu tertarik sama gue, gue tetep bakalan ambil resiko itu. Apapun hasil akhirnya nanti, gue bakalan hadapin.

"Mau kemana lo njing?" tanya Bang Sammy waktu gue ngelewatin dia, sekalian megang tangan gue. Gue ngehela napas. "Gue harus ketemu Michael. Gue harus ngomong sama dia Bang."

Bang Sammy senyum, kemudian bukannya ngelepasin gue, dia malah narik gue ke pelukannya dan ngelus-ngelus rambut gue. "I know it will be hard for ya. Tapi inget, Michael pasti bakalan punya perasaan yang sama kayak lo."

Gue ngedongak dan ngerutin dahi. "Kok bang Sammy bisa yakin gitu?"

"Eh-eh—kalo dia nggak punya perasaan yang sama, don't worry, baby sis, I'll kick his ass for you."

Gue muter mata dan ngegeleng. "Nggak usah lah bang, lagian perasaan itu nggak bisa dipaksain. Semakin kita maksain perasaan kita sama orang, pasti nantinya orang itu bakalan jadi semakin jauh dari kita."

"Buset, lo abis makan apaan? Tumben bijak—aww!" Gue melotot setelah nyubit perutnya Bang Sammy. "Punya adek kejam amat," gerutunya. "Yaudah sana, kejar pangeran berkuda putih lo."

"Will do," tukas gue, dan setelah nyium pipinya bang Sammy supaya gue lucky nantinya, gue keluar rumah dan jalan pelan-pelan ke rumahnya Michael. Of course, karena rumah kita cuma sebelahan dan dibatesin sama pager doang, selambat apapun gue jalan, gue sampe disana dalam waktu kurang dari 2 menit.

Gue ngetuk pintunya, dan ketika pintunya kebuka, Tante Karen muncul dan langsung senyum sumringah ketika ngeliat gue. Apakah ini tandanya gue direstuin sebagai calon mantu?

Alah, jangan GR Len. Kita kan udah tetanggaan hampir seumur hidup gue, dan gue kan juga sering banget ke sini. Yakali gitu Tante Karen nyambut sambil marah-marah.

Gue gadanta anjir.

"Eh Ellen! Mau cari Michael ya?" tanyanya. Gue senyum. "Iyalah tante, emang kesini mau nyariin siapa kalau bukan dia," tukas gue sok-sokan ketawa padahal hati udah deg-degan.

Gimana kalau pas gue ngaku, Michael ternyata nggak suka gue dan jadi benci gue? Gimana kalau setelah itu kita pisah-pisahan? Aduh, jadi agak nyesel nolak Luke.

Becanda.

"Dia ada di atas, sama Ashton. Kamu langsung masuk aja ya, anggep aja rumah sendiri." kata Tante Karen sambil nyubit pipi gue. Berasa direstuin beneran sama calon mertua. "Iya tante, aku ke atas dulu ya!"

Gue jalan pelan-pelan kayak tadi, dan kayak tadi juga, selambat apapun gue jalan, pasti akhirnya gue bakalan ngehadapin Michael. Oke, Ellen, tarik napas, buang. Tarik napas, buang. Lo bisa ngelakuin ini. Apa susahnya sih nyatain perasaan ke cowok?

Waktu sampe di depan kamarnya yang pintunya ketutup, gue nggak langsung ngetok. Gue berdiri di koridor, bertanya-tanya apakah keputusan gue buat jujur sama Michael ini bener. Kenapa nggak Michael aja gitu yang ngungkapin perasaannya ke gue?

Oke, itu hampir nggak mungkin. Pertama, nggak ada bukti secuilpun kalau Michael itu suka sama gue. Like, nothing. Kedua, sekalipun misalnyai dia suka sama gue, bukan berarti dia bisa dengan bebas nyatain perasaannya kan? Di tambah gue (pernah) deket sama Luke.

CIE ft mgcTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang