BAB 3 : A Wish

509 147 58
                                    

Ardhan POV

Ku pandang wajah sahabat ku yang kini sedang duduk dihadapanku, wajahnya sudah agak berseri. Sudah 3 hari dia di rawat di rumah sakit ini. Meskipun dokter belum memutuskan kapan dia bisa pulang ke rumah, tapi setidak nya kondisinya sudah mulai berangsur pulih dan itu sangat membuat aku lega. Benar-benar lega.

"Aku udah gak demam kok," Ucapnya sambil mengelak ketika telapak tanganku mulai ku arahkan mendekat ke keningnya.

"Kalau begitu kamu harus makan sekarang" Ucapku sambil meraih nampan yang masih berisi penuh makanan yang sudah hampir dingin.
Dia hanya melengoskan wajah nya saat aku hendak menyuapinya. Mendadak rasa cemas menyelimuti diriku lagi. Aku benar-benar takut kalau dia akan drop lagi seperti kemarin.

"Sejak kapan seorang Radha yang kenal jadi wanita yang lemah kayak gini" Ucapku jengkel. Dia hanya melihatku melongo. "Kamu bukan Radha yang ku kenal." Ku letakkan nampan itu lagi di dipan samping tempat tidur rumah sakit.

"Aku cuman..." Ucapnya terputus. Suaranya mulai terdengar gemetar. Dia pasti sedang berusaha menahan kesedihannya sekuat tenaga agar tangisnya tidak pecah lagi.

"Radha ku sayang.." Ku lihat wajahnya memucat. Ku letakan telapak tangan ku di ubun-ubunnya lalu ku belai pelan. Aku tahu tangisnya hampir pecah lagi, dan aku tidak mau itu terjadi, "Kamu harus tahu, semua orang cemas sama kamu. Dan aku udah capek bohong sama keluarga kamu tentang kondisi kamu sebenarnya" Aku menghela nafas kasar.

"Maaf," Katanya lirih. Ku lirik dia sekilas. Rasa bersalah terlihat jelas melalui sorot matanya.

"Harusnya kamu minta maaf sama diri kamu sendiri." Ucapku sambil mendekatkan sendok berisi makanan mendekat ke mulutnya.

δᴗδ

Radha POV

Aku sakit mendengar pernyataan sahabatku. Dia mengatakan bahwa aku tidak seperti diriku sebelumnya. Kata-kata itu telak mengenai uluh hatiku. Tapi tepat. Kata-kata itu sangat tepat. Aku sendiri bahkan tidak sanggup lagi mengenali diriku yang sekarang.

Kondisiku hari ini sudah jauh lebih baik dari 3 hari lalu. Sahabatku-Ardhan, tidak pernah bosan menjaga ku di rumah sakit. Bahkan dia juga membawa berkas-berkas kerja nya ke rumah sakit. Atau terkadang, dia menyuruh sekretarisnya untuk ke kamar tempat ku dirawat hanya untuk membawa beberapa dokumen yang harus dia tanda tangani segera. Aku sungguh merasa bersalah terhadapnya.

"Maaf," Kata ku lirih. Aku telah membuatnya berdosa. Selain dia telah merepotkan sekretarisnya, dia juga terpaksa berbohong kepada semua keluargaku mengenai kondisiku sekarang yang sebenarnya dengan mengatakan aku mendapat tugas ke luar kota dari kantor selama 5 hari kerja. Aku benar-benar bodoh dan sangat menyusahkan.

"Harusnya kamu minta maaf sama diri kamu sendiri." DEG. Kata-kata barusan membuat jantungku diam terpana. Dia memang benar-benar sahabatku yang baik dan selalu ada. Aku menurut. Aku mulai membuka mulutku saat dia mulai menyuapi ku lagi. Dan ku lihat dia tersenyum. Senyum seorang sahabat yang benar-benar tulus.

Aku memberikannya senyuman sekilas. Rasanya aku benar-benar beruntung memiliki sahabat seperti dirinya.

"Thank you ya," Ucapku lagi.

Dia terlihat menggelengkan kepalanya sambil mengusap lembut kepalaku, "Stop bilang makasih, karena aku gak akan berhenti berbuat baik ke kamu hanya karena ucapan terima kasih dan sama-sama." Ucapnya agak jengkel.

Aku tertawa menanggapi kekesalannya. Ku lihat dia tersenyum lega mungkin karena akhirnya bisa melihatku tertawa lagi seperti biasanya.

"Ar?" Ucapku terputus. Aku mengumpulkan keberanian ku untuk mengucapkan kalimat yang ingin ku sampaikan sampai tuntas.

With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang