Story 17: isn't it?.

11 1 1
                                    

Zora dengan rombongan yang lain tiba disekolahnya dengan perasaan bangga. Dirinya membawa piala yang cukup besar serta uang senilai lima puluh juta rupiah.

Bukan bertujuan untuk ikut belajar mengajar. Tetapi, Pak Roni menyuruhnya untuk memberitahukan kepala sekolah atas kemenangan tersebut.

Sekolah SMA yang sekarang ditimba ilmu oleh Zora merupakan sekolah yang sangat mendukung siswanya dalam segi apapun. Termasuk dalam kompetisi game sekalipun seperti sekarang ini.

Memang terlihat sedikit aneh kalau sebuah sekolah mendukung penuh murid muridnya bermain game. Bukannya prestasi dibidang pelajaran, malah dibidang permainan.

Nampak, seluruh siswa dari kelas 10,11, dan 12 keluar kelas semua dan menyaksikan Zora dan yang lan berjalan kedalam sekolah dengan tatapan seperti "wah".

Termasuk Zidane, ia melihat Zora dari ambang pintu kelasnya. Ia terlihat senyum sendiri melihat orang yang sepertinya ia cintainya itu memegang piala. Zora tidak seperri kebanyakan orang yang selalu pamer atas keberhasilannya. Perasaannya saat membawa atau memenangkan kompetisi itu memang bangga, tetapi kebanggaannya tidak sepenuh nya ia keluarkan atau ditunjukan kepada umum.

Dengan earphone dan sikap acuh nya itu bukannya membuat lelaki-lelaki yang lain ingin me-masa- bodo amatkan dirinya. Malah makin terpikat oleh karismanya itu yang memang sungguh dan sungguh.

Zora tidak menyukai keramaian seperti ini. Menurutnya, keadaan seperti ini membuat dirinya tidak tenang dan nyaman sekaligus. Ia cepat-cepat meminta kepada Pak Roni agar cepat keruang kepala sekolah.

"Zor, lo ga kenapa, 'kan?" Ucap Mark berlark mendekat kearahnya dan menetap disamping kirinya.

"Ga. Mark, temenin gue ke ruang kepala sekolah cepetan." Pinta Zora langsung menarik tangan Mark tanpa mendapat izin ataupun jawaban dari Mark.

Zora dan Mark berlari ke arah ruang kepala sekolah.

Bruk!

"Eh bapak, maaf pak hehe." Ucap Mark begitu beradu dengan .... kepala sekolah! Karena terburu buru sekaligus karena ditarik Zora yang berlari. Larinya itu cukup kencang seperti kuda liar.

"Heh. Kamu... kamu yang ikut kompetisi game itu?" Ucap Pak Dodi, kepala sekolah.

"Iya, pak." Balas Zora dan Mark serempak.

"Kalian menang? Ini pialanya ? Wah hebat!!" Ucapnya lagi dengan meraih piala yang di tangan Zora itu.

"Zora doang pak yang menang." Pekik Mark.

Tak lama dari itu, Pak Roni menghampiri mereka bertiga.

"Ha... Pak Roni. Hebat sekali kau sudah menemani anak anak ini saat kompetisi itu berjalan." Ucap Pak Dodi dengan gaya bahasa Medan sambil menjabat tangan Pak Roni. Pak Roni melempar senyum bangga kepada sang kepala sekolah tersebut.

"Hehe. Itu bukan seberapa, pak." Balas Pak Roni.

"Yasudah, kita berdua ngobrol dalam saja ya. Kalian boleh ke kelas kalian masing-masing. Langsung pulang pun juga boleh." Ucap Pak Dodi mempersilahkan Zora, Mark dan yang lainnya meninggalkan Pak Dodi dan Pak Roni.

"Baik pak."

Zora dan yang lain meninggalkan tempatnya itu. Dipasangkan kembali Headset yang tadi didiamkan dilehernya itu. Niat Zora ingin pulang langsung, karena mungkin memang lelah. Tetapi, saat ingin melangkah tangannya sudah di tangkap terlebih dulu oleh Mark.

"Zor, ga disini dulu?" ucap Mark.

"Ga. Mau langsung pulang. Cape." jawabnya acuh.

"Gue masih mau bincang-bincang sama lo, Zor." ucapnya lagi memohon.

"Gue cape. Percuma juga disini. Gadibolehin masuk kelas. Terus ngapain disini? Mau mamer kalo kita ikut kompetisi?. Mau tungu ditanya yang lain kalo 'yang menang siapa? Ih gilaa lo keren bisa ikut itu. Oh dia yang menang?' gitu?" ucap Zora menirukan gaya bicara ala pertanyaan yang sudah diduganya saat istirahat tiba.

"Hm."

"Yaudah. Gue balik." ucapnya lagi lalu berlalu.

*

Baru saja melangkahkan kaki keluar gerbang sekolah. Perasaan haus tiba tiba muncul di tenggorokannya. Dan seperti ada aura yang menarik dirinya untuk pergi ke kantin sekolah.

Ga apalah. Pikirnya.

Dia berjalan ke kantin. Di depannya terdapat empat cowo yang sedang bersenda gurau. Dua cowo nampak ia kenal. Semakin dekat mereka berempat dihadapannya, semakin jelas Zora melihatnya. Dan kedua cowo yang dikenalinya adalah Zidane dan Reno.

Salah satu diantara mereka berempat sedang membawa semangkuk bubur ayam, tetapi orang itu tidak benar membawanya. Karena terlalu asik becanda dengan teman satunya. Alhasil, mangkuk berisi bubur itu berhasil hinggap di seragam Zora yang tadinya bersih. Zora sudah menghindar, tapi dengan secepat kilat mangkuk itu terjatuh. Entah orang itu sengaja atau tidak.

Zora terlihat sedikit terkejut dan sepertinya geram. Ia melepaskan headset nya.

"Eh, Gio! Kena cewe gue tuh! Lo becanda jangan diajak serius kenapa. Kena baju cewe gue 'kan jadinya!" ucap Zidane tegas.

Whats? Cewe?. Pikir Zora, tapi ia menghiraukannya. Yang harus dipikirkan sekarang adalah bajunya.
"Becanda mana bisa seriusin dan. Hahaha." ucap Reno tertawa.

"Tau lo. Kalo becanda serius. Apa jadinya?" timpal temannya satu lagi tertawa pula.

"Tadi apaan dan lo bilang? Cewe lo?." ucap Reno lagi.

"Hmm. Maksudnya temen gue." balas Zidane melempar nyengir kuda.

"Yo, tanggung jawab lo!" ucap Zidane sewot.

Orang yang bernama Gio itu tertawa. Kemudian dia mulai mendekati Zora yang tingginya kira-kira sepundak Gio.

Terlalu pendek lo. Pikir Gio.

Sebelum menyentuh seragam Zora, tubuhnya sudah ditahan oleh Zidane. Zora yang menjadi korban hanya diam 'aja.

"Stop! Stop! Biar gue 'aja yang tanggung jawab. Lo semua balik ke kelas duluan." ucap Zidane.

Lantas, Reno dan kedua temannya itu langsung pergi kekelas mereka. Rasanya ingin sekali meninju rahang si Gio, tapi karena sikap yang lagi lagi kata 'cuek' super 'cuek' nya itu Zora memasabodoamatin.

Zidane mengeluarkan handuk kecil seperti slampe dari saku celana seragamnya. Kemudian, dia melipat handuk kecil itu menjadi empat bagian, lalu mengelapkan ke daerah seragam Zora yang kena bubur hasil perbuatan Gio tadi.

"Sini lo majuan." ucap Zidane. Zora memajukan tubuhnya.

Terlalu deket. Pikir Zidane.

"Kira-kira 'aja kali mba. Kedekatan, bisa-bisa bibir lo yang gemesin itu bisa gue emut." katanya lagi. Zora mengerutkan dahi.

Bodo amatlah gue mau diapain juga. Pikir Zora.

"Jangan disini, gaenak diliat orang-orang. Ikut gue ke ruang OSIS. Biar gue rapihin tuh, seragam lo yang super duper kotornya. Ayo." ucap Zidane lalu berjalan duluan, berharap Zora mengikutinya. Tapi, Zora malah diam ditempat seperti orang lugu. Zidane menoleh, dia pun berbalik lalu menyentuh halus pergelangan tangan Zora, dan mengisi sela-sela jari yang kosong dengan tangannya pula.

Cocok. Pikir Zidane.

*

Hmm. Kira kira ngapain tuh pake segala bersihin baju di ruang OSIS segala? Di kantin juga bisa?. Hmm. Ada di next story. Makanya jan lupa di vote yo toh ndo.

Sayang jaemin. Miss Zidane.

Gws dane :*.

Zidane'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang