Part 18

12.3K 466 10
                                    

Sudah terhitung dua hari, Keisa dan Raka tidak saling berbicara. Hanya saling bertegur sapa, itupun bisa dihitung dengan jari. Tidak saling berbicara atau sekedar mengobrol kecil tidak mereka lakukan. Semenjak obrolan mereka lewat telepon dan Raka mendengarkan pernyataan Keisa yang membuatnya lebih diam dari sebelumnya. Bekas pukulan masih terlihat diwajahnya. Tidak seperti saat dia masuk sekolah.

Dia dipanggil kepala sekolah, pamannya sendiri menghadap kepadanya. Raka hanya menjawab kalau dia baru saja bertengkar dengan temannya. Tapi tidak satupun dari laki-laki disekolah yang terlibat pukul dengan Raka. Jadi pamannya hanya mengangguk kecil dan menyuruhnya kembali ke kelas. Melewati koridor dengan tatapan datar, dia tidak memperdulikan tatapan murid lain yang berbisik. Raka hanya mengedikkan bahunya acuh.

Sampai hari ini masih banyak yang berbisik jika dia melewati koridor. Yang dilakukannya dari kemarin, Raka hanya mengedikkan bahunya acuh. Selama dua hari tidak berbicara dengan Keisa hanya bertegur sapa, membuatnya hampir frustasi. Hanya bertegur sapa? Tidak mungkin. Raka masih ingin berbicara dengan Keisa, tapi Keisa? Dia tidak tahu apa yang ada dipikiran Keisa.

Jadi Raka hanya melihat bahu Keisa dari belakang bangkunya. Melihat Keisa yang tertawa dengan Aulia. Berbincang dengan Aulia. Tapi Raka tahu satu hal, saat Keisa tertawa dia akan seperti tertawa hambar. Dia tidak tahu apa Aulia juga mengetahuinya, tapi menurut Raka sangat jelas jika Keisa tertawa hambar. Raka memejamkan matanya mengingat Keisa yang masih belum berbicara dengannya. Memang ini salahnya, dia menjadi lebih diam dari biasanya. Tapi Keisa juga tidak ingin berbicara dengannya.

Dan Adelia yang menjadi lebih berani dari sebelumnya. Hampir setiap waktu, setiap istirahat, dan pulang sekolah Adelia selalu menghampiri Raka. Bergelayut manja ditangannya. Raka selalu memutar bola matanya malas, yang dia inginkan adalah Keisa bukan perempuan itu.

Berbeda dengan Keisa, dua hari ini dia ingin menjauh dari Raka. Mencoba menjauh dari Raka membuat perasaannya menjadi lebih dalam. Keisa sudah mencoba menjauh, tapi perasaanya juga menjadi lebih dalam kepadanya. Baru saja dia masuk kelas sudah dilihatkan oleh seorang Raka yang berdiri membelakanginya sedang mengambil buku diloker.

Keisa tidak senang, tapi dia merasa sakit. Ada seseorang yang menggelayuti tangan Raka. Seseorang yang selalu mengganggu pemandangan yang selalu dia ingin lihat setiap hari. Keisa berjalan ke arah bangkunya dan langsung duduk disana. Mengambil handphonenya dari tasnya dan memainkan game yang ada dihandphonenya. "Lebih baik loe pergi dari hadapan gue sekarang,"

"Aku mau sama kak Raka, please."

"Gue bilang pergi sebelum gue seret loe." Keisa menghela nafasnya. Selama dua hari ini juga dia sering mendengar Raka menyuruh perempuan itu pergi dari hadapannya. Dan sebelum perempuan itu pergi, pasti Keisa lebih dulu keluar membuat dua orang dibelakang itu menoleh ke arahnya.

"Tapi kak aku...," perkataan perempuan itu terhenti saat mendengar suara kursi bergesekan dengan lantai. Keisa berdiri dari kursinya mulai berjalan keluar dari kelas. Tapi dia langsung berhenti saat Raka memanggilnya.

"Jangan keluar, gue mau bicara sama loe Kei." Keisa berhenti berjalan. Dia masih berdiri didepan pintu tanpa ingin membuka pintu lagi.

"Loe denger gue kan tadi ngomong apa?" Adelia langsung berbalik menghentakkan kakinya dilantai kelas Keisa dan Raka. Raka berjalan menghampiri Keisa yang masih berdiri didepan pintu. Dia tersenyum didalam hati, karena Keisa yang mendengarkan perkataannya.

"Gue mau bicara sama loe Kei,"

"Ya udah bicara aja." Raka melihat sekitar. Dikelas masih sepi, tapi kalau gue tetap ngomong disini gak mungkin juga. Gimana kalau mereka tiba-tiba datang. Kan kacau, ucapnya dalam hati.
"Jadi bicara? Kalo gak jadi gue...,"

Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang