Menu 19 : Bukan Alfa

527 32 8
                                    

Maaf kalo makin lama makin absurd ._. 

Bukan tanpa alasan Gita berada di sebuah taman yang tidak pernah ia ketahui keberadaannya di kota Jakarta. Sebuah taman yang masih belum terjamah tangan-tangan orang yang selalu ingin mendirikan bangunan di tengah padatnya ibu kota. Taman ini cantik dengan danau buatan di tengah-tengahnya. Rimbunan pohon dan beberapa bunga yang ditanam akan membuat siapapun betah berlama-lama di taman ini. Bahkan Gita yang datang ke taman ini dengan terpaksa, sempat dibuat takjub oleh suasananya. Seperti dihipnotis, bahkan Gita lupa untuk marah-marah setelah keluar dari mobil.

"Clara suka banget taman ini. Kayaknya lo juga suka." Kata Kendra membuyarkan lamunan Gita. Cowok itu sudah menjatuhkan diri di bawah pohon tanpa alas apapun, tangannya menepuk sisi kosong agar Gita segera duduk di sampingnya.

Gita memejamkan matanya sejenak, seperti ia tau alasan cowok itu datang menemuinya. Ya, cowok itu adalah orang yang sama di dalam bingkai yang terpajang di kamar Alfa dan orang itu juga yang ia lihat beberapa waktu lalu di halte sekolah. Clara? Sampai kapanpun Gita tidak akan melupakan nama itu, nama yang membuat seorang Alfa kehilangan arah hanya karna mendengarnya. "Taman ini cantik," puji Gita tulus.

"Lo tau soal Clara?" tanya Kendra terkejut. Iya tau Alfa bukanlah tipe orang yang akan berbagi hal pribadinya. Apalagi ini tentang Clara, cewek yang sama-sama mereka suka.

"Hmm," Gita mengangguk membenarkan. Ia duduk agak jauh dari Kendra, menekuk kedua kakinya lalu memeluknya dengan nyaman. "Gue turut berduka atas meninggalnya sahabat kalian."

"Clara pacar gue," sanggah Kendra cepat. Terlalu cepat malah, seolah Clara akan diakui oleh orang lain jika ia tidak cepat-cepat meralatnya. "Ngga heran sih kalo lo kaget," tambah Kendra setelah melihat raut wajah Gita, ia yakin cewek itu tidak mengetahui cerita sebenarnya.

"Ya. Ya. Ya. Terserah deh mau pacar siapa juga. Ngga peduli juga gue."

"Pembohong," cibir Kendra pada cewek yang kini sudah merubah duduknya menjadi bersila. "Clara juga pacar Alfa."

"Eh? Demi apa?" tanya Gita tanpa bisa dicegah. Dua detik kemudian ia menyesali kebodohannya saat mendengar tawa Kendra yang mengejeknya. "Katanya ngga peduli," cibir Kendra lagi, membuat Gita malu sendiri.

"Kalo dari awal lo ngga peduli, lo ngga bakal mungkin mau ikut gue ke sini. Lo langsung nurut pas gue bilang bakal bikin Alfa bonyok." Kendra membaca Gita seperti buku terbuka. "Alfa cerita apa aja tentang Clara?" tanya Kendra penasaran.

Gita tertawa hambar mendengar pertanyaan Kendra, bukankah cowok itu teman Alfa dari SMP? Harusnya ia paham kalau Alfa tidak akan bercerita layaknya manusia pada umumnya. Lagipula, teman macam apa yang menjadi pacar dari pacar temannya? Ah, memikirkannya saja sudah membuat Gita sakit kepala. "Gue cuma sebatas tau Clara udah meninggal. Jadi kalian ini cinta segitiga?"

"Rumit kalo diceritain." Kendra menghela nafas panjang.

"Dan tolong jangan bawa gue ke dalam kerumitan kalian," pinta Gita seolah tau jalan pikiran orang yang duduk tidak jauh darinya. Sungguh, ia merasa hidupnya sudah terlalu rumit, ia tidak ingin terjerat dalam kerumitan yang ia sendiri tidak mengetahui asal muasalnya.

"Clara..."

Gita langsung menutup kedua telinganya sebagai penolakan keras kalau ia serius tidak ingin terjerat dalam kerumitan kisah cinta Alfa-Clara-Kendra. Ia tidak siap, dan tidak akan siap mendengarnya. Tanpa diceritakan pun Gita paham kalau Alfa menyukai Clara begitu dalam, dan ia tidak menyukai fakta tersebut.

"Gue yakin lo masih denger," Kendra mengabaikan reaksi Gita, cowok itu lebih memilih melanjutkan ucapannya, "Kita berdua sama-sama sayang Clara. Sayang banget malah, tapi brengseknya Alfa udah bikin Clara ngga ada. Dia bilang sayang sama Clara dari SD, dia bilang Clara segala-segalanya tapi dia juga juga yang bikin Clara pergi dari dunia."

A Gift From GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang