Jam analog di dalam kamar menunjukkan pukul 11 malam ketika Alfa dan Gita membuka pintu kamar. Mereka baru saja selesai melangsungkan resepsi pernikahan di salah satu hotel ternama Ibu Kota. Dengan ribuan undangan yang datang, tidak heran membuat wajah Alfa dan Gita tertekuk sempurna bak cucian kotor. Harus bersalaman dan memasang senyuman selama berjam-jam bukanlah hal yang menyenangkan.
Setelah menuntup pintu dengan sisa tenaga, Alfa menghempaskan diri di atas kasur Gita. Alih-alih tinggal di apartement, Alfa sebagai kepala rumah tangga memutuskan untuk tinggal di rumah mertua. Bukan karena tidak mampu membeli rumah, tapi alasan Alfa tinggal di sini untuk merubah pandangan Gita akan rumah yang menurut istrinya itu seperti neraka. Toh rumah ini juga jarang ditinggali orang tua Gita, jadi tidak akan menganggu privasi mereka sebagai pengantin baru. Seperti malam ini, kelar resepsi orang tua Gita harus kembali lagi ke luar negeri.
Rasa lelah yang menghantam hampir meninabobokan Alfa andai suara isak tangis tidak mengintrupsi gerakan kelopak mata Alfa yang hampir menutup sempurna. Ia berbalik dan menemukan istrinya bersembunyi di balik selimut.
"Git?" Panggil Alfa khawatir. Seingat Alfa, selama di pelaminan Gita tidak menunjukan raut wajah terpaksa. Masa iya sekarang Gita menyesal telah menikah dengan Alfa?
"Gita?" Alfa merengsek mendekat, mencoba membuka selimut tapi gagal karena ditahan tangan Gita. "Lo nyesel nikah sama gue?"
Bukannya diam, tangis Gita bertambah kencang, membuat kantuk Alfa menguap entah kemana. "Beneran nyesel ya, Git?" Tanya Alfa lagi.
Selimut yang sedari tadi menenggelamkan wajah Gita tersibak, menampilkan wajah lelah Gita yang kini bercampur airmata. "Kamu tuh yang nyesel, iya kan?" Tuduh Gita seraya menghapus kasar airmatanya.
Alfa melongo di tempat. Pasalnya tidak pernah Alfa merasa menyesal menikahi orang yang telah ia perjuangkan. "Ngantuk bikin lo ngaco, udah tidur."
"Tuh kaaaaaan," tangis Gita kembali pecah ketika mendengar ucapan Alfa.
"Demi Allah ngga nyesel," Alfa bersumpah dengan atas nama pemilik semesta.
"Bohong!" Sangkal Gita cepat, airmatanya tetap mengalir meskipun ia telah menghapusnya berkali-kali. "Buktinya ngomongnya lo-gue lagi, terus tidurnya jauhan lagi."
Mulut Alfa yang hendak terbuka kembali mengatup setelah mendengar ucapan Gita selanjutnya. Mata Alfa sukses melebar mendengar tuduhan Gita yang menurutnya asal.
Untuk panggilan Lo-Gue, murni terlontar dari bibir Alfa karena ia terlalu lelah untuk sepenuhnya sadar. Sungguh ia tidak lupa akan janjinya pada Gita untuk merubah panggilan menjadi Aku-Kamu. Hal ini mereka sepakati untuk membiasakan diri jika punya anak nanti. Tidak mungkinkan pasangan suami istri ini berLo-Gue di depan anaknya?
Dan untuk tidur berjauhan. Astaga, haruskah Alfa menjelaskan alasan sejujurnya?
Silahkan meledek Alfa dengan panggilan cowok paling ngenes sedunia. Bagaimana tidak? Tepat 2 jam setelah ijab kabul, Gita kedatangan tamu bulanan. Malam pertama yang ia bayangkan buyar sudah, terpaksa ia harus menunggu paling cepat seminggu ke depan. Makanya Alfa memilih untuk langsung memejamkan mata alih-alih berdekatan dengan Gita.
Ayolah, cowok waras mana yang tidak akan macam-macam jika berduaan dengan cewek di atas ranjang?
"Iya maaf, aku lupa." ucap Alfa mengalah. Ia ingin segera tidur sekarang juga. "Udah ya nangisnya?" Pinta Alfa dengan wajah memelas.
"Gimana mau berenti coba," Gita mencoba menghalau airmatanya lagi, "Kalo di drama Korea tuh suaminya kasih lengan buat bantalan istrinya. Kamu mah apa, naik kasur malah tidur mandep tembok. Kan sedih akunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gift From God
Ficção AdolescenteKadang tidak habis pikir, kenapa orang-orang di Jakarta rela pergi pagi pulang pagi agar bisa membeli rumah di kawasan elite namun pada akhirnya tidak ditempati. Namun ada lagi yang lebih membingungkan, sepasang suami-istri yang katanya atas dasar c...