Gita tidak pernah menyangka kalau Alfa benar-benar serius akan ucapannya. Cowok itu menghilang dan tidak ada kabar. Bahkan acara kelulusan sekolah tidak membuat cowok itu lantas menampakkan batang hidungnya.
Kalau kalian bertanya apa yang Gita rasakan, makanya ia akan menjawab kosong.
Selama ini Gita merasa dirinya adalah rumah kosong, yang tampak kokoh di luar tapi banyak lubang di dalam. Meskipun telat menyadari, Gita sadar semenjak kehadiran Alfa dalam kehidupannya, ia merasa terisi. Alfa memang sering meninggalkannya tanpa kabar, tapi cowok itu selalu pulang padanya. Jika tau akhirnya akan seperti ini, Gita tidak akan mempersilahkan Alfa pergi dari hidupnya.
Gita tidak tau, kalau hidup tanpa Alfa rasanya hampa dan Gita menyesalinya sekarang.
Jika boleh berandai-andai. Harusnya saat itu Gita tidak perlu berspekulasi perasaan Alfa pada Clara. Harusnya Gita berjuang saja untuk membuat Alfa bertahan di sisinya, bukankah selalu ada pepatah cinta datang karena terbiasa?
Ah, sudahlah. Berandai-andai tidak membuat Gita tau di mana keberadaan Alfa. Bahkan Gilang yang mendeklarasikan diri sebagai teman Gita juga tetap bungkam akan keberadaan Alfa. Bundanya Alfa pun sama, beliau hanya mengatakan pada Gita kalau Alfa butuh waktu untuk sendiri.
Mungkin Alfa memang butuh waktu untuk memastikan sebesar apa perasaannya pada Clara.
Ah sial! Lagi-lagi Gita tidak bisa menahan diri untuk berspekulasi.
@@@
"Lo serius, Git?"
Pertanyaan keseribu yang Kiwi lontarkan untuk Gita sejak pengumuman kelulusan sudah di tangan mereka. Dan jawaban Gita masih sama, "Serius, Wi."
"Lo harus banget kabur cuma karena Alfa? Perasaan putus dari Dirga lo ngga sedepres ini deh."
Gita memang senyum pahit. Ia juga tidak bisa menjabarkan kenapa ia harus mengambil keputusan sepengecut ini. Sejak tidak ada kabar dari Alfa, rasanya sulit bernapas di negara yang sama dengan Alfa. Lagipula kepergian Gita tidak 100% karena Alfa, ia juga tidak ingin berada di dalam rumah yang jarang di tempati oleh kedua orangtuanya. "Jangan-jangan gue disantet sama Alfa," jawab Gita asal diselilipi kekehan hambar.
"Kan selalu ada kemungkinan Alfa muncul lagi, Git. Gimana pas dia dateng lo udah ngga di sini? Gimana kalau dia siap buat nemuin lo dan ternyata lo malah pergi ninggalin dia?" Tanya Kiwi lagi, cewek berkacamata itu masih berusaha untuk membujuk sahabatnya agar tetap tinggal di Indonesia.
"Wi," panggil Gita setelah menarik napas panjang, "Gue pergi bukan buat sengaja dicari Alfa kalau dia balik lagi, ini murni karena gue udah sesak tinggal di sini. Gue butuh tempat di mana ngga ada kenangan gue sama Alfa. Gue butuh tempat di mana gue bisa merealisasikan impian gue. Mungkin ketemu oppa-oppa Korea bisa bikin gue lupa sama dia."
"Kalo gue kangen gimana?"
Gita mengurungkan niat memasukkan potongan baju ke dalam koper ketika mendengar pertanyaan Kiwi yang terdengar seperti rengekkan di telinga. Ia menggeser duduknya ke arah Kiwi dan meraih sahabatnya itu ke dalam pelukannya. "Wi, gue cuma mau kuliah di Korea, bukan mau jihad yang bikin kita ngga bisa ketemu lagi. Lo bisa nyusul gue, yakin lo ngga mau liat muka oppa secara langsung?"
"Nanti gue diomelin Gilang," ucap Kiwi seraya menguraikan pelukan. Tangannya bergerak untuk mengusap airmata yang jatuh ke pipinya.
"Putusin! Nanti kita cari cowok Korea!"
"Kan ngga ada yang senyebelin Gilang."
"Kampret!" Gita melempar celana jeans miliknya hingga mengenai wajah Kiwi, "Susah emang kalo ngomong sama orang jatuh cinta!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gift From God
Dla nastolatkówKadang tidak habis pikir, kenapa orang-orang di Jakarta rela pergi pagi pulang pagi agar bisa membeli rumah di kawasan elite namun pada akhirnya tidak ditempati. Namun ada lagi yang lebih membingungkan, sepasang suami-istri yang katanya atas dasar c...