Senin, 3 Oktober 2011
Ini adalah hari pertamaku menjalani ujian akhir semester genap. Meskipun aku sudah sering melewatinya, namun tetap saja rasa takut dan nerveous dapat hinggap di tubuhku. Aku juga sudah mempersiapkan materi yang diujiankan matang-matang selama seminggu sebelum ujian. Kenapa seminggu ? Karena memang aku baru memiliki rasa semangat belajar seminggu yang lalu, haha.
Dheon juga harus rela tidak bertemu denganku selama dua minggu ini terhitung dari minggu yang lalu. Jangan ditanya bagaimana aku bisa tahan untuk tidak bertemu dengannya. Aku sendiri juga harus mati-matian menahan rasa ingin bertemu dengannya demi nilai ujian yang bagus. Kyle sudah memberiku ultimatum agar nilai ujianku memuaskan. Karena jika nilaiku buruk, dia berencana untuk membuatku dan Dheon jauh. Katanya jika nilaiku jelek, ini semua dampak dari banyaknya waktuku yang terbuang bersama Dheon. Yah biasa, Kyle memang tukang diktator yang handal. Kuharap usahaku mengejar materi yang kulakukan seminggu ini membuahkan hasil. Aku segera bergegas menuju kelas untuk mencari tempat duduk dan bersiap-siap untuk melakukan ujian.***
Lumayan lah ujian pertamaku kurasa tidak terlalu buruk dan terbilang cukup mudah. Aku berjalan menyusuri koridor yang cukup padat. Saking padatnya, aku harus berkali-kali menabrak tubuh orang lain. Tak sedikit mengataiku tapi menurutku itu bukan sebuah hal yang besar. Aku kembali menabrak tubuh seseorang dan membuat buku-buku yang kubawa terjatuh. Sudah pasti badannya lebih besar ketimbang badanku, lihatlah bukuku saja terjatuh berserakan semua di bawah. Aku tidak berminat untuk memarahinya karena bagaimanapun juga aku yang salah.
"Sorry, Kay." ucap orang yang kutabrak barusan sambil membantuku mengambil buku-buku yang terjatuh. Kurasa suara ini terdengar asing di telingaku. Tapi bagaimana bisa dia mengenaliku ?
"Ah ya, aku yang seharusnya mengatakan sorry padamu. Jadi, sorry." dia hanya terkekeh melihatku berkata seperti itu. Aku semakin heran ketika dia terlihat sudah cukup akrab denganku.
"Maaf sebelumnya, kau kenal aku ?" tanyaku dengan bodohnya. Dia menganggukkan kepalanya.
"Maaf lagi, tapi aku baru pertama kali bertemu denganmu. Bisa kau sebutkan namamu ?" dia menawarkan tangannya untuk berkenalan secara formal. Aku pun menyambut uluran tangannya sambil tersenyum.
"Yah aku mengenalmu. Siapa lelaki disini yang tidak mengenalmu. Aku mahasiswa dari jurusan Bussiness Management. Namaku-" tiba-tiba matanya dan mataku teralihkan menuju suara yang ada di belakangnya. Suara yang memanggilku. Itu Dheon.
"Ah maafkan aku, aku harus segera ke sana. Kuharap kita akan bertemu lagi dan mungkin minum kopi bersama." kataku lalu segera pergi begitu saja menuju Dheon. Kurasa aku akan membuat penjelasan tentang siapa dia, sedang apa aku barusan, dan mengapa harus berpegangan tangan kepada kekasihku satu ini. Karena kulihat wajahnya sudah sangat jelek tetapi tetap menggodaku ingin mencium pipinya.
Sudah setengah jam aku dan Dheon tidak melakukan komunikasi. Dan alhasil mobil ini terasa begitu sepi. Ingin aku memulai pembicaraan, namun kurasa saatnya tidak pas untuk sekarang ini. Aku kembali menatap jendela di sampingku. Melihat pemandangan kota London yang sudah sangat biasa kulihat setiap harinya.
"Uhum." tiba-tiba saja lelaki di sebelahku ini berdeham. Bilang saja dia membutuhkan penjelasan dariku. Untuk apa pakai berdeham segala, dasar aneh. Seketika mobil Dheon menepi di ujung jalan yang hanya berbeda beberapa blok dari rumahku.
"Yah baiklah aku tahu kau sedang cemburu karena sedari tadi kau mendiamkanku. Tetapi apa yang kau lihat itu salah, D. Dia hanya salah satu dari sekian banyak orang yang kutabrak di koridor tadi. Kau lihat sendiri koridor tadi sangatlah padat karena baru saja selesai ujian, bukan ? Dan ya, setelah menabraknya bukuku lah yang berjatuhan. Dia langsung meminta maaf padaku dan anehnya dia menyebutkan namaku. Dari situ aku penasaran bagaimana dia bisa tahu namaku. Dan dia hendak menyebutkan namanya tapi semua batal karena yah, kau berteriak memanggilku. Yasudah." kataku panjang lebar tanpa memberinya kesempatan untuk menyelaku. Memang seperti ini aku.
Kulihat Dbeon hanya terdiam dengan ekspresi yang sulit untuk aku tebak. Mungkin antara percaya dan tidak. Tapi yasudah lah lagipula aku memang sudah menceritakan kebenarannya."Baiklah. Aku percaya padamu. Tapi tidak dengan lelaki itu. Lelaki itu mungkin saja menyukaimu karena dia tahu namamu, Kay." kata Dheon akhirnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Aku hanya tertawa melihatnya cemburu seperti sekarang, karena tingkahnya tidak jauh lebih baik daripada seorang anak kecil yang sedang merajuk ingin permen. Haha.
Aku segera mengamit lengannya dan menyandarkan kepalaku di bahunya. Salah satu tangannya berada di puncak kepalaku lalu membelainya dengan sayang. Aku semakin mengeratkan pelukan tanganku pada lengannya. Dia hanya menatapku sambil tersenyum. Senyum yang selama dua tahun ini berhasil menghipnotisku dan membuatku begitu nyaman jika hanya melihat senyumannya. Wajahnya semakin mendekat hingga dapat kurasakan hembusan nafasnya di pipiku. Sesuatu yang lembut dan lembab menempel pada bibirku. Mencium secara perlahan dan memberikan sensasi tenang disetiap detiknya.
Cukup lama ciuman ini berlangsung dengan tenang, aku segera menjauhkan badanku. Terlihat tatapan kecewa dari matanya ketika aku memutuskan untuk menyudahinya.
"Aku tidak bisa bernafas, bodoh." kataku sambil memajukan bibir bawahku. Dheon pun terkekeh lalu tersenyum melihatku menjawabnya seperti itu. Lalu dia kembali mengemudikan mobilnya dan melesat menuju rumahku.
Tidak butuh waktu lama untuk berbaikan dengan kekasihku ini. Salah satu kelebihannya dibalik sifat pencemburu yang dimilikinya adalah kedewasaannya. Selain itu, kami sama-sama mempercayai bahwa kami bisa menjaga hati masing-masing. Yah karena memang menjalin hubungan harus seperti ini, bukan ?---
Selamat membaca sayang, jangan lupa vomments nya yah hehe.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNEXPECTED WEDDING (EDITED)
JugendliteraturWARNING 21++ !!! Kayla : Mungkin ini saat yang tepat untuk melepaskan semuanya. Karena memang terkadang cinta tidak harus menggenggam tangan satu sama lain, tetapi merelakan satu sama lain untuk kebahagiaan masing-masing.... Ardian : Terkadang apa y...