10

77 5 0
                                    

27 September 2016

"Halo, ki"
"Haloo, kenapa wan?"
"Em..Gimana kabar lo ki?"
"Baik kok, kenapa emang wan?
"Ehm... Lo gapapa ki? Maaf gue baru nelepon sekarang"
"Iyaa gue gapapa kok wann"
"Ki... Lo udah gak masuk sekolah selama ini ki..tapi lo bilang lo gapapa? Ki ayo masuk sekolah"
"Engga wan, ehm gue masih dalam tahap penyembuhan haha"

"Ki mereka ga akan ngomongin lo kalo lo masuk, itu kan yang lo takutin? makin lo ngindar makin mereka bakal ngomongin lo, jadi lo harus masuk sekolah. Semuanya bakal baik-baik aja"

Awan berbicara seakan-akan ia tau apa yang aku takuti. Aku menarik napas panjang mendengar kata-kata Awan, ia tidak tahu apa saja yang aku lalui selama ini. Selain makian dan cercaan dari berbagai pihak, ada juga kejadian-kejadian aneh bin ajaib yang barusan saja terjadi.

"Ki?" tanya awan yang mulai bingung kenapa aku tidak menjawabnya.

"Eh iya?"

"Lo gapapa?" aku mulai geram dengan pertanyaan awan, pertanyaan itu tidak perlu ditanyakan kan? Bukankah jawabannya sudah jelas.

"Wan denger ya, dimasa depan ayahku bakal ada di buku sejarah anak-anak, mereka bakal nganggep ayah sebagai orang jahat ok? Lo percaya ga kalo sebenernya ayah ga salah? Enggaa kan! Gaakan ada yang percaya sama gue. Lo ga perlu nanya gue gapapa atau engga, udah jelas kan wan, kalo gue...ga gapapa...."

Air mataku akhirnya tidak bisa terbendung lagi, aku menangis ditelpon dengan awan mendengarkan diseberang sana. Ingin rasanya aku menumpahkan semua keluh kesal dan ingin rasanya aku menceritakannya. Tapi aku hanya bisa menangis. Memalukan.

Sebenarnya ada perasaan bahagia karena masih ada yang peduli dan meneleponku. Setidaknya ada sedikit rasa sedih yang bisa aku bagi ke seseorang.

"Ki.. Ud..udah jangan nangis lagi, besok gue..kerumah lo deh, bawa pecel lele, ok?"

"Iy...iya deh"

"Yah kan..makanan aja lo hehe, yaudah tidur lu ki, udah ga mandi berapa hari lo? Wkwk."

"Alhamdulillah udah mandi ko hari ini wkwk"

"Tumben wkwk. Yaudah ya ki, dadah"

"Dah"

Setelah aku menutup telepon aku mengambil tissue dan mengelap air mataku. Jujur, setelah menangis aku bisa berpikir lebih jernih.

Akupun berpikir sejenak, haruskah aku memberitahu Awan tentang kejadian-kejadian aneh yang aku alami. Aku tahu hal ini seharusnya rahasia, tapi setidaknya aku bisa mengurangi bebanku dan mungkin aku hanya ingin seseorang tahu ceritaku dan tahu betapa negri ini tidak adil. Tapi aku takut hal itu malah membebani pikiran Awan. Awan juga bukan orang yang mudah percaya, tapi jelas dia bisa menjaga rahasia.

Aku melirik jam dinding, sudah pukul 23.30 sebaiknya aku tidur.

======================================

Awan adalah salah satu teman sekolahku. Aku mengenalnya karena ia satu ekskul denganku, ekskul fotografi.

Saat itu kami berada di awal tahun pelajaran SMA. Saat itu kami masih kelas 10. seluruh siswa diwajibkan memilih satu ekskul. Karena memang hobiku fotografi, tidak lama bagiku untuk memutuskan ekskul apa yang harus aku pilih.

"Sebutkan nama, kelas dan alasan kenapa ingin ikut ekskul fotografi" seorang kakak kelas menyuruh kami untuk memperkenalkan diri bergantian.

"Nama saya Awan, kelas 10 IPS 2, saya ikut ekskul fotografi karena saya suka selfie ka"

Seluruh ruangan hening, Aku yang kasihan karena recehan Awan tidak laku, akhirnya tertawa.

Awan terbilang tipe cowok yang cukup gaul. Ia akrab dengan kakak kelas. Ia cukup tampan dan tinggi. Tipe-tipe cowok idaman adik kelas dan tipe-tipe yang seharusnya aku hindari.

Perspektif (Update Every Saturday)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang