11

51 5 4
                                    

28 September 2016

Mobil hitam itu akhirnya membawaku pergi dari rumahku.

Aku melirik ke spion depan mobil, memperhatikan pantulan gambar rumahku yang semakin lama semakin kecil dan akhirnya tidak terlihat. Pagi itu tentu saja aku tak jadi bertemu Awan, ataupun makan pecel lele. Aku tidak tahu apa kata Awan saat ia mendapati aku tidak lagi berada dirumah. Apa dia akan mencariku? Menungguku? Apa ia bisa menemukan pesanku? entahlah.

Saat aku membuka pintu rumahku tadi pagi, aku mendapati beberapa orang berdiri di luar. Aku mengamati mereka sejenak, mempelajari gerak-gerik mereka dan memastikan orang-orang diluar itu adalah orang dari pemerintahan, bukan orang-orang om dio. jujur aku sedikit parno karena kejadian kemarin. Akhirnya aku membukakan pintu untuk mereka dan menyuruh mereka masuk.

Kali ini mereka hanya datang berempat. Sesaat setelah mereka duduk, masing-masing dari mereka memperkenalkan diri. Satu orang ibu-ibu berdandan menor, bu Lisa. Satu orang bapak-bapak beralis tebal. Satu Laki-laki berumur kira-kira 27 tahun, Mas Fian. Dan satu orang ibu-ibu yang terlihat paling normal, tante Vani. Ternyata mereka memintaku untuk membawa beberapa pakaian ganti. Jadi aku harus membereskan pakaian dulu. Merekapun hanya menunggu diruang tamu.

"Apa kau sudah mempersiapkan semua kiana?" ujar tante Vani dari lantai bawah. suaranya begitu halus, ia mengingatkan aku pada ibuku.

"Aku mau mandi dulu boleh?" tanyaku pada tante Vani.

"Iya, tapi jangan lama-lama" Pak samad yang menjawab, ia terdengar tidak sabaran karena telah menunggu cukup lama.

Air dingin membasahi tubuhku, aku memikirkan segala hal yang telah terjadi. Disaat itulah aku memutuskan untuk menceritakan semua hal kepada Awan lewat sebuah pesan. Jika sesuatu terjadi padaku, setidaknya ada seseorang yang tahu tentang ceritaku ini dan mungkin akan mengungkapkan kebenaran tentang Ayah.

Aku yakin ponselku telah diotak-atik oleh organisasi om Dio, maka aku harus memikirkan sebuah cara agar pesan untuk Awan bisa tersampaikan. Aku memutar otak memikirkan cara terbaik untuk menyampaikan pesan kepada Awan.

Akhirnya dengan terburu-buru aku menuliskan segala ceritaku kesebuah kertas dan kertas itu aku ikatkan kepada kalung leher Darwin kucingku.

Setelah selesai akupun bergegas kelantai bawah dan menaiki mobil hitam itu.

Alam apa dia akan membacanya?

------------------------------------------------------------
Maafkan author:( chapter ini pendek sekali ya :(huhu

Perspektif (Update Every Saturday)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang