3. This Is Our Reality

5.1K 1K 462
                                    

"Ni tempat kayaknya ga ada yang aneh aneh deh. Yaudah, lo tunggu sini dulu ya. Apapun yang terjadi, jangan keluar dari mobil sampe gue balik. Lo ilang gue tinggal bodo amat." Ceramahnya, yang hanya kubalas dengan putaran mata.

15 menit sudah berlalu, tapi Calum belum kembali. Aku mulai takut, sadar bahwa ini sudah tengah malam. Suara jangkrik terdengar makin besar, dan terdengar suara suara aneh.

Mungkin itu hanya khayalanku. Tapi suara itu makin terdengar nyata. Kini semakin dekat, dan bodohnya, aku malah keluar dari mobil.

Ini Calum pipis atau boker sih, lama banget.

Aku bisa merasakan ada sesuatu di belakangku—tepat di belakangku. Sambil menahan nafas dan menyiapkan tenaga untuk menonjok, aku membalikkan badan.

Sosok itu memelukku.

"Nakal ya, kan tadi udah dibilangin jangan keluar dari mobil." Gumamnya tak jelas karena ia sudah menenggelamkan kepalanya dileherku. Ia mengeratkan pelukan kami sebelum akhirnya memindahkan posisi kepalanya jadi diatas kepalaku. "Ih Calum, apaan sih, kok tiba tiba jadi gini." Ujarku sok ngambek, padahal mah ini jantung udah dag dig dug ser gak karuan.

"Va, aku beruntung banget punya kamu," Ucapnya sambil mencium puncak kepalaku. Setelah itu dia menatapku dalam-dalam cukup lama sebelum akhirnya mencium dahiku. Calum berkata lagi, "Kamu harusnya dapet rekor sahabat paling baik sedunia tau."

Oh. Cuma sahabat ya.

Perbuatan kamu itu lho, selalu bikin aku pengen kita jadi lebih dari sahabat. Tiap hari aku jatuh ke pesona kamu, walaupun aku yakin kamu gak sadar akan pesona yang kamu punya. Tiap hari aku bilang ke diri aku sendiri kalau aku gak boleh jatuh cinta ke kamu, karena itu bakalan ngebunuh aku pelan pelan. Tiap hari aku usaha keras banget buat keliatan cuek tiap kali kamu ngegoda aku. Tiap hari aku coba gak terlalu lama mandangin kamu. Tiap hari aku ngeyakinin diri aku kalo perasaan yang aku punya itu cuma perasaan kagum ke kamu.

Tapi aku gak bisa.

Benar ya apa yang orang-orang bilang, you fall in love with the most unexpected person. Sialnya, orang itu kamu, sahabat aku sendiri. Kamu satu-satunya orang bisa dengan mudahnya aku temuin keberadaannya di tengah keramaian hiruk pikuk orang. Dan kamu satu-satunya orang yang bisa bikin moodku bagus saat aku memiliki hari yang buruk hanya dengan mendengar orang menyebut nama kamu.

Kadang aku berusaha untuk lupain kamu—tidak—aku selalu mencoba untuk ngelupain kamu. Tapi, sekali lagi, aku gak bisa.

It hurts, Cal. It hurts to let go. But it hurts me more to hold on.

Apa dayaku? Ini bukan masalah logika, ia tidak bisa berbuat apa apa. Ini tentang hati, tentang hati yang memilih.

Mataku panas, sudah banyak air mata yang membendung dan siap dikeluarkan. Aku tidak ingin Calum melihatku menangis, jadi aku peluk dia, erat sekali. Calum langsung membalas pelukanku, sama eratnya. Aku menangis didadanya, dan dia mengelus kepalaku sambil berusaha menenangkanku dengan kalimat khasnya, "Utututu tayangg, jangan nangis ah, kalo baju gue basah kan susah ngeringinnya tau." Tapi kalimat itu sukses membuat tangisanku menjadi jadi. Kini ia menggoyangkan badan kami ringan ke kanan dan ke kiri, kemudian setelah merasa tangisanku sudah berhenti, dia berkata;

"Va, tadi aku nemuin hal yang aku yakin kamu pasti suka, kesana yuk."

**
Aduh itu Varisca baper bgt kasian ya dia ayo kita puk pukin bareng (・ω・)('_')

astray • hoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang