9th Journey: The Quite Guardian

350 35 14
                                    

9th Journey

The Quite Guardian

{Veleft Erbane}

*****

Semburan api berhasil membakar dua ekor monster yang dipanggil seseorang. Detik berikutnya, kepingan-kepingan runcing dari es tertancap tepat di kepala tiga ekor monster katak. Zen yang bersandar pada pohon dengan tangan terlipat tersenyum puas - senyuman tipis nyaris tak terlihat - sementara para ksatria yang lain bertepuk tangan pada Runa karena berhasil mengalahkan makhluk yang dipanggil Alven.

"Hebat! Kau sudah bisa mengisi energi, menyerap energi, memantulkan serangan, elemen api, dan elemen air," Ester tersenyum lebar, "Dan itu kau lakukan kurang lebih dua hari."

"Mendengarmu berkata tadi, aku seperti bermain MMORPG. Kalau dipikir-pikir, kehidupanku yang sekarang seperti dalam game," gumam Runa pada diri sendiri, memperhatikan tongkat di tangan.

"Apa yang kau ucapkan tadi?" tanya Ester bingung.

Runa terkekeh sembari berkata cepat, "Bukan apa-apa. Aku hanya berpikir tidak begitu sulit mempelajari sihir."

"Well, kelas Mage tidak sesulit kelas para Warrior," kata Alven kemudian ia menyengir pada Nico, "Runa sudah naik satu tingkat, kapan kau menyusul?"

Nico sedikit merona mendengarnya. Bagaimana pun juga, ia malu belum naik tingkat menjadi apapun. "A-Aku akan naik tingkat, suatu saat nanti. Bukankah kelas Warrior lebih sulit? Jika ingin naik tingkat, harus ada pengesahan dari pemerintah pusat."

Seena mendesah, "Benar juga. Pengesahan harus diikuti dengan berbagai tes."

"Dan aku malas untuk mengurus hal itu," Nico bersungut-sungut.

Dean menuju pekarangan belakang dimana teman-temannya berada, "Semuanya, saatnya makan siang."

"Okei!" Ester bersemangat lalu bergegas ke ruang makan disusul Alven dan Nico.

Mereka makan siang bersama dalam kedamaian. Sudah dua hari ini para ksatria berada dikediaman Dean. Alasan mereka masih bertahan adalah untuk mengasah kemampuan Runa dan diluar dugaan, gadis itu cepat belajar. Jika Runa serius dan yakin, ia bisa mempelajarinya dengan mudah.

"Besok pagi-pagi sekali kita akan ke Veleft Erbane," ujar Nico, "aku tidak mau ada yang terlambat."

"Kalian akan ke sana untuk mencari werewolf?" tanya Dean kemudian meneguk minumannya.

Alven mengangguk, "Begitulah. Dan aku akan menjadikan salah satu diantara mereka sebagai peliharaanku-"

"Mustahil," sela Seena cepat.

"Kenapa?" terdengar nada kecewa dari Alven.

"Kau tahu, kan, bahwa werewolf itu kuat? Ingat, mereka juga manusia - setengah manusia maksudku. Kau tidak akan bisa menjadikan manusia sebagai peliharaanmu, kan? Werewolf juga terkenal karena kekuatan fisik mereka yang bisa melebihi Gladiator."

"Werewolf, ya?" Ester bergumam dengan sebelah tangan di dagu, "di ramalan mengatakan akan ada dua monster kuat. Sudah pasti werewolf dan vampire. Tapi, bukankah mereka saling bertikai?"

"Bertikai? Karena apa?" tanya Runa.

"Aku tidak begitu tahu masalah mereka. Kudengar mereka saling membunuh untuk memperebutkan wilayah. Tapi cerita itu sudah lama sekali. Oh, mereka juga sensitif pada penyihir."

"Sensitif pada penyihir? Termasuk padaku?" Runa ragu.

"Kau sekarang penyihir, kemungkinan iya."

UnknownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang