14th Journey: The War

357 36 5
                                    

14th Journey

The War

{Wing Heart}

*****

Udara dingin berhembus. Rintik-rintik salju turun lagi setelah beberapa jam terakhir. Runa mengepalkan tangan erat di balik jendela besar kamarnya. Melihat banyak pasukan yang keluar dari gerbang istana membuat dirinya tidak tenang. Raja memerintahkan pada 1000 pasukan untuk ke Veright Maillune sebelum menuju Wing Heart sedangkan pria itu memerintahkan Runa untuk tetap diam di istana, memanjakan diri di pemandian air panas, serta menikmati hidangan-hidangan lezat. Tak hanya pasukan itu, Zen beserta delapan temannya turun ke lapangan, bersiap untuk menyerbu pulau Wing Heart beberapa minggu lagi. Runa berdecak, membalikkan badan lalu bergegas keluar kamar sebelum sebelah tangan kekar ditutupi baju zirah menghadang di wajahnya tepat ketika ia hendak keluar.

Awalnya Runa terkejut lalu alis gadis itu nyaris menyatu, "Kumohon biarkan aku ikut, Zess."

Lelaki tampan yang nyaris berwajah seperti Zen membenarkan posisinya, berdiri tepat di ambang pintu sehingga Runa harus mundur selangkah, "Sudah berapa kali kubilang, aku tidak diizinkan oleh ayah."

Runa menahan emosi. Ia menarik napas perlahan lalu menghembuskannya. Perlahan ia memasang wajah polosnya, "Zess, kumohon..."

Mungkin wajah memelas Runa berhasil pada teman laki-lakinya yang lain. Namun tidak untuk lelaki yang satu ini. "Tidak," Zess mulai menajamkan pandangan.

"Ah... sayang sekali. Padahal kau adalah pangeran, tapi kenapa pangeran yang seharusnya ikut berperang malah menjaga seorang gadis tidak berdaya di sini?" Runa memiringkan wajah, "bahkan adiknya saja ikut turun tangan."

Raut wajah Zess mulai berubah. Runa tersenyum puas dalam hati. Semoga lelaki ini terpengaruh oleh ucapannya.

"Walaupun kau ucapkan itu, aku tidak akan terpengaruh."

Namun sepertinya tidak berhasil.

Runa menghela napas, "Dengar, Zess," lalu menatap lelaki itu serius, "jujurlah padaku. Kau ingin berperang juga, kan? Apa kau tidak merasa direndahkan diperlakukan seperti ini? Kau adalah Paladin, jangan sia-siakan itu. Apa gunanya kau disebut Paladin kalau tidak ikut berperang? Paladin ada adalah untuk membantu teman-temannya. Bukankah begitu?"

Zess menyipitkan mata, "Semua yang kulakukan mengikuti perintah ayah."

"Dasar kau ini! Sesekali melawan orang tua tidak masalah, kan?! Apa kau tidak malu dengan dirimu sendiri? Zen berada di luar sana, berjuang bersama Raja dan pasukan lainnya. Namanya bisa disebut-sebut sebagai pahlawan! Sedangkan kau? Apa yang mau ditulis sejarah jika kau hanya berdiam diri di sini, duduk manis sambil mengawasi seorang gadis yang hanya bermain bersama makhluk tidak diketahui yang melayang-layang di kepalanya?"

"Pyaaa!" Pia di ujung sana berseru dengan dahi berkerut.

Runa hanya menyengir sebelum menatap Zess kembali. Zess juga berbalik menatapnya. Beberapa saat mereka saling tatap menatap lalu Runa mendengar, "Semua yang kau ucapkan tidak akan membuat hatiku bergetar," yang nyaris membuat gadis itu frustasi.

"Kau menyebalkan!" teriak Runa lalu membanting pintu kamar yang tinggi tepat di wajah Zess membuat lelaki itu berkedip karena terkejut.

Runa merebahkan diri di kasur, kemudian meletakkan tangan di dahi sambil menutup mata, "Andai aku bisa melarikan diri..."

UnknownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang