12th Journey
The Pure Blood
{Veright Drafwand}
*****
Runa mengerutkan bibir sebal. Ia berdiri di depan penginapan, menatap Zen yang menyiapkan kuda begitu juga teman-temannya yang lain. Zen hanya meliriknya sekilas sebelum kembali berkemas-kemas.
"Runa, ada apa?" tanya Luca yang keluar dari penginapan sembari membawa tasnya.
"Tidak ada apa-apa," jawab Runa.
Sebenarnya terjadi apa-apa. Sejak insiden dua hari yang lalu, Zen menyita panah dan busur Runa. Oleh sebab itu, sampai sekarang gadis itu kembali kesal padanya.
"Kalian sudah selesai?" tanya Nico yang ternyata sudah di atas kuda bersama Seena.
Kazuki menepuk punggung Brown lalu naik, "Sudah," lalu menoleh pada Runa, "Runa-chan, kali ini mau denganku lagi?"
Rasa kesal Runa teralihkan oleh suara lembut Kazuki, "Eh? Em..."
"Jika aku dalam bahaya dan diselamatkan oleh seseorang, maka aku tidak akan meninggalkan sisinya sebagai rasa terima kasih," gumam Alven mucul tiba-tiba di samping Runa, membuat gadis itu terhenyak. Kemudian Alven menunjukkan deretan giginya yang putih dengan kedua tangan di belakang kepala.
"Uh...," Runa mengerutkan alis lagi, berpikir. Dia masih kesal pada Zen, tapi sekesal-kesal dirinya, ia ingin bersama Zen. Lelaki itu sudah menyelamatkannya, seharusnya Runa semakin mendekatkan diri sebagai rasa terima kasih.
"Ada apa, Nona? Mau bersamaku saja?" Xavier mendekat sembari menunggangi kuda cokelat miliknya yang diberi nama Golden - entah mengapa Runa tidak bisa menjawab pertanyaan kenapa nama kuda mereka tidak jauh dari nama warna?
Runa tersenyum, "Baikla-"
"Tidak," Alven menahan lengan kirinya cepat. Ia memandang Xavier bersungut-sungut, "dia orang mesum! Sebaiknya kau waspada."
"Ayolah, Dik, jangan menatapku seperti itu," Xavier yang tidak mengenakan penutup wajah tersenyum, membuat Alven muak dengan senyuman itu.
"Lihat? Lihat? Senyumannya mesum!" Alven menedang-nendang kaki Xavier yang menjuntai di atas kuda yang ditanggapi tawa santai dari Assassin tersebut.
Runa yang menyaksikan hanya terkekeh. Alven dan Xavier dalam sehari sudah bisa langsung akrab karena Xaviert ternyata suka menggoda orang dan Alven tidak menyukainya. Mereka akrab walaupun Alven sering marah-marah padanya.
"Runa-chan," Kazuki memanggil, "ayo kita pergi."
"Xavier, Alven, ayo," ajak Runa lalu berlari kecil menghampiri Kazuki.
Zen menutup mata sembari menghela napas pelan. Lagi, ia membuat gadis itu kesal. Sikapnya yang tidak lembut pada perempuan mungkin salah satu penyebabnya. Sebenarnya Zen sedikit berharap Runa yang akan duduk di belakangnya dalam perjalanan selanjutnya.
Zen merasa Silver sedikit bergoyang dan suara putus asa terdengar di dekanya. Zen membuka mata dan menoleh pada Runa yang ternyata sedang berusaha menaiki kuda putih nan cantik tersebut.
"Uh... uh...," Runa berusaha naik, tapi apa daya, tubuhnya rendah. Selama ini, jika menaiki kuda, ia dibantu. "Zen...," panggilnya putus asa.
Zen tersenyum sangat tipis kemudian mengulurkan tangan, "Cepatlah kau tinggi."
Runa mengembungkan pipi saat meraih tangannya, "Huh! Aku tinggi dari temanku di kelas."
Zen menariknya dan Runa berhasil naik. Zen tidak tahu, sebenarnya gadis itu merona di belakangnya karena melihat senyuman tadi. Sejak kejadian itu, Zen sedikit berubah. Terkadang ia menjadi lembut walaupun sikap dinginnya masih ada. Runa senang. Setidaknya, Zen bisa lebih ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown
FantastikRuna McDaimen bersama teman-temannya membuat portal untuk ke suatu tempat karena tugas sekolah. Portal selesai pada musim panas 2116 Masehi. Sungguh melelahkan, tapi hasilnya memuaskan! Runa yang sebagai asisten ketua kelompok, harus mencoba memasuk...